Liputan6.com, Moskow - Presiden Rusia Vladimir Putin mengonfirmasi serangan oleh pasukannya terhadap Kota Dnipro di Ukraina bagian timur pada Kamis (21/11/2024) pagi dilakukan dengan menggunakan rudal hipersonik jarak menengah yang baru. Rudal itu dikenal sebagai "Oreshnik".
Melansir BBC, Jumat (22/11), Putin menjelaskan bahwa serangan itu adalah respons atas izin yang diberikan Amerika Serikat (AS) dan Inggris kepada Ukraina untuk menggunakan senjata jarak jauh mereka dalam menyerang target di wilayah Rusia. Putin menambahkan bahwa Rusia bisa menyerang fasilitas militer negara-negara yang mengizinkan senjata mereka digunakan untuk tujuan tersebut.
Advertisement
Baca Juga
"Konflik regional di Ukraina yang sebelumnya diprovokasi oleh Barat kini telah mengakuisisi elemen-elemen yang bersifat global," kata Putin dalam pidatonya yang disiarkan televisi seperti dikutip dari CNA.
Advertisement
Pemerintah AS dan Inggris pekan ini memberikan izin penggunaan sistem rudal taktis jarak jauh ATACMS dari AS dan Storm Shadow dari Inggris, menandai perubahan besar dalam kebijakan mereka.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menyebut penggunaan rudal baru oleh Rusia sebagai eskalasi yang jelas dan parah dalam skala dan kekejaman perang ini.
"(Ini) adalah bukti lebih lanjut bahwa Rusia tidak tertarik pada perdamaian," tulisnya di platform media sosial X, menambahkan, "Putin tidak hanya memperpanjang perang - dia juga meludah di wajah mereka yang di dunia ini benar-benar menginginkan perdamaian kembali terwujud."
Sebelumnya, Zelenskyy mengklaim bahwa rudal tersebut memiliki karakteristik mirip dengan rudal balistik antarbenua (ICBM), namun pejabat Barat meragukan teorinya.
Sementara itu, Dewan Keamanan Nasional AS mengatakan bahwa Rusia mungkin hanya memiliki beberapa rudal jarak menengah eksperimental. Namun, bagaimanapun, ini tidak akan mengubah jalannya perang.
Deputi Sekretaris Pers Pentagon Sabrina Singh mengungkapkan bahwa AS diberi tahu "secara singkat" sebelum peluncuran rudal melalui saluran Pengurangan Risiko Nuklir – yang digunakan untuk bertukar informasi mengenai peluncuran rudal.
Putin menyebutkan bahwa sebuah "uji coba" telah berhasil dilakukan pada versi hipersonik non-nuklir dari rudal balistik dan targetnya tercapai.
"Sebagai respons terhadap penggunaan senjata jarak jauh AS dan Inggris, pada 21 November tahun ini, pasukan Rusia melancarkan serangan gabungan terhadap salah satu situs kompleks industri-militer Ukraina," ujarnya.
Menurutnya, tidak ada cara untuk melawan senjata itu, yang menyerang target dengan kecepatan 10 Mach atau 2,5-3 km/detik.
Putin memperingatkan Barat bahwa Rusia siap untuk segala kemungkinan.
"Jika ada yang masih meragukan ini, mereka seharusnya tidak meragukannya lagi. Akan selalu ada respons," tutur Putin.
Perubahan Kebijakan Jelang Trump Berkuasa
Matthew Savill, direktur ilmu militer di lembaga think tank Rusi, menuturkan bahwa informasi yang ada mengenai rudal Rusia ini menunjukkan sesuatu dengan jangkauan lebih panjang daripada Iskander yang digunakan sejauh ini dalam konflik, yang memiliki jangkauan hingga 500 km.
Rudal balistik jarak menengah (IRBM) umumnya memiliki jangkauan antara 3.000 hingga 5.500 km.
Savill mengatakan penggunaan senjata semacam itu mungkin tidak memiliki signifikansi militer yang besar, namun secara simbolis sangat penting karena ditembakkan setelah revisi doktrin nuklir Rusia, yang banyak dilihat sebagai penurunan ambang batas penggunaan senjata semacam itu.
Menurutnya, ini adalah pengingat yang cukup jelas bahwa Rusia memiliki persenjataan rudal yang lebih beragam dan lebih besar, serta siap mengembangkan lebih banyak lagi.
Pada hari Minggu (17/11), Presiden Joe Biden memberikan izin kepada Ukraina menggunakan ATACMS untuk menyerang wilayah Rusia dan dua hari kemudian rudal-rudal tersebut diluncurkan ke wilayah Bryansk di Rusia.
Hari Rabu, Ukraina dilaporkan telah menggunakan rudal Storm Shadow yang disuplai Inggris untuk menyerang target-target Rusia. Pada hari yang sama, Biden menyetujui pemberian ranjau anti-personel kepada Ukraina.
Manuver Barat tersebut diyakini merupakan respons terhadap kehadiran pasukan Korea Utara untuk memperkuat pasukan Rusia, saat mereka mempersiapkan serangan yang bertujuan mengusir pasukan Ukraina dari area kecil yang mereka kuasai di wilayah Kursk, Rusia.
Di lain sisi, langkah Biden juga diambil jelang kembalinya Donald Trump ke Gedung Putih pada Januari 2025.
Trump telah berjanji mengakhiri keterlibatan AS dalam berbagai perang dan menggunakan uang pajak untuk meningkatkan kehidupan rakyat AS. Dia mengaku akan mengakhiri perang Rusia-Ukraina dalam waktu 24 jam, meskipun tidak menjelaskan caranya.
Pasukan Rusia dilaporkan telah meningkatkan serangan udara terhadap infrastruktur Ukraina dan terus maju di Ukraina timur.
Advertisement