Pemukim Israel di Tepi Barat Merayakan Kembalinya Trump ke Gedung Putih

Pada 14 Mei 2018, Trump memindahkan Kedutaan Besar AS dari Tel Aviv ke Yerusalem, menggarisbawahi sikapnya yang pro-Israel. Apakah nasib Tepi Barat juga akan diputuskan pada periode kedua Trump, yang dimulai pada 20 Januari 2025?

oleh Khairisa Ferida diperbarui 12 Jan 2025, 10:01 WIB
Diterbitkan 12 Jan 2025, 10:01 WIB
Donald Trump dan Benjamin Netanyahu
Presiden AS Donald Trump berjabat tangan dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu saat bertemu di sela Forum Ekonomi Dunia, Davos (25/1/2018). (AP Photo / Evan Vucci)

Liputan6.com, Tel Aviv - Pada hari yang cerah, gedung-gedung pencakar langit Tel Aviv dapat terlihat dari bukit yang berada di atas Karnei Shomron, sebuah permukiman Israel di Tepi Barat yang diduduki.

"Saya tinggal di tempat yang dihuni oleh nenek moyang saya ribuan tahun yang lalu. Saya tidak tinggal di wilayah yang diduduki; saya tinggal di Yudea dan Samaria menurut Alkitab," kata Sondra Baras, pemimpin pemukim yang telah tinggal di Karnei Shomron selama hampir 40 tahun, seperti dikutip dari BBC, Minggu (12/1).

Bagi banyak pemukim di sana, perbedaan antara Negara Israel dan wilayah yang direbut dari Yordania dalam Perang Timur Tengah 1967 tidak lagi dianggap penting atau relevan dalam narasi mereka.

Panduan audio untuk pengunjung di titik pandang di puncak bukit menggambarkan Tepi Barat sebagai "wilayah Israel" dan menyebut Nablus sebagai tempat di mana Tuhan memberikan janji tanah kepada bangsa Yahudi.

Meskipun permukiman Israel semakin berkembang dan dianggap ilegal oleh pengadilan tertinggi PBB dan sebagian besar negara, aneksasi resmi atas wilayah ini tetap belum terwujud. Dan impian itu terus dipupuk oleh pemukim seperti Sondra.

Untuk itu, banyak yang melihat terpilihnya Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat (AS) berikutnya sebagai peluang untuk melangkah lebih jauh.

"Saya sangat senang Trump menang," ungkap Sondra. "Saya sangat ingin memperluas kedaulatan di Yudea dan Samaria. Dan saya merasa itu sesuatu yang bisa didukung oleh Trump."

Beberapa orang di pemerintahan Trump yang akan datang mungkin saja sependapat dengan pandangan Sondra.

Mike Huckabee, yang dicalonkan oleh Trump sebagai duta besar AS untuk Israel mengungkapkan dukungannya terhadap klaim Israel atas Tepi Barat dalam wawancara tahun lalu.

"Ketika orang menggunakan istilah 'diduduki', saya mengatakan, 'Ya, Israel memang menduduki tanah ini, namun itu adalah pendudukan atas tanah yang diberikan Tuhan kepada mereka 3.500 tahun yang lalu. Itu tanah mereka'," ujarnya.

Yisrael Gantz, ketua dewan permukiman regional yang mengawasi Karnei Shomron, mengungkapkan bahwa dia telah melihat perubahan dalam sikap pemerintahan Trump yang akan datang, terutama setelah serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023 yang memicu perang di Jalur Gaza.

"Baik di Israel maupun di AS, mereka mulai menyadari bahwa kita harus menerapkan kedaulatan di sini," sebut Gantz. "Ini adalah sebuah proses. Saya tidak bisa mengatakan bahwa itu akan terjadi segera. Namun menurut saya, impian tentang solusi dua negara sudah tidak mungkin lagi tercapai."

Presiden Joe Biden selama ini konsisten mendukung ide pembentukan negara Palestina yang berdampingan dengan Israel. Ketika Gantz ditanya apakah dia mendengar pandangan yang berbeda dari pemerintahan Trump yang akan datang, dia menjawab, "Tentu saja, iya."

Migrasi Paksa

Mural Presiden AS Donald Trump berciuman dengan PM Israel Benjamin Netanyahu di tembok pembatas di Tepi Barat Yerusalem. Mural tersebut karya seniman Australia, Lushux (AFP/Musa Al Shaer)
Mural Presiden AS Donald Trump berciuman dengan PM Israel Benjamin Netanyahu di tembok pembatas di Tepi Barat Yerusalem. Mural tersebut karya seniman Australia, Lushux (AFP/Musa Al Shaer)

Mendukung aneksasi Tepi Barat diyakini akan menjadi masalah yang jauh lebih besar dan lebih rumit bagi Trump. Langkah ini bisa memicu ketegangan dengan sekutu penting AS lainnya, seperti Arab Saudi, dan bisa merusak peluang Trump untuk mencapai kesepakatan yang lebih luas di kawasan tersebut.

Sondra lebih jauh bahkan mengatakan bahwa warga Palestina di Tepi Barat yang tidak ingin tinggal di Israel bebas angkat kaki.

Ketika ditanya mengapa warga Palestina harus meninggalkan tanah mereka, Sondra menjawab, "Saya tidak mengusir mereka, tapi keadaan memang berubah. Berapa banyak perang yang mereka mulai? Dan mereka selalu kalah."

Tak lama setelah kemenangan Trump dalam Pilpres AS 2024, Menteri Keuangan Israel Bezalel Smotrich yang berhaluan kanan secara terbuka menyerukan untuk menganeksasi permukiman-permukiman Israel di Tepi Barat.

"Tahun 2025 harus menjadi tahun kedaulatan di Yudea dan Samaria," kata Smotrich.

Apakah presiden AS yang baru setuju atau tidak, banyak warga Palestina berpendapat bahwa pembahasan mengenai aneksasi resmi sudah tidak relevan lagi. Mereka merasa bahwa Israel, pada kenyataannya, sudah menganeksasi wilayah tersebut sejak lama.

Salah satu warga Palestina yang dimaksud adalah Mohaib Salameh. Rumahnya, yang dibangun di atas tanah pribadi milik Palestina di pinggiran Kota Nablus dihancurkan karena dinyatakan ilegal oleh pengadilan Israel tahun lalu.

Israel saat ini memiliki kendali penuh atas keamanan dan perencanaan di sekitar 60 persen wilayah Tepi Barat, sesuai dengan ketentuan dalam Perjanjian Perdamaian Oslo yang ditandatangani lebih dari 30 tahun lalu.

Sementara permukiman terus berkembang, izin untuk membangun rumah bagi warga Palestina hampir tidak pernah diberikan.

"Semua ini adalah bagian dari kebijakan untuk memaksa kami pergi," tegas Mohaib. "Ini adalah kebijakan migrasi paksa."

Warga Palestina juga semakin terpaksa meninggalkan tanah mereka akibat serangan kekerasan pemukim Israel, yang meskipun telah dijatuhi sanksi oleh AS dan Inggris, namun sebagian besar tidak mendapat tantangan hukum di pengadilan Israel.

Aktivis melaporkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, lebih dari 20 komunitas Palestina di Tepi Barat telah dipaksa meninggalkan tempat tinggal mereka akibat serangan kekerasan yang semakin brutal dari pemukim Israel. Selain itu, para pemukim kini mulai mendekati wilayah yang sebelumnya berada di luar kendali sipil sementara yang ditetapkan oleh Israel, yang berarti mereka semakin memperluas pengaruh ke area yang belum sepenuhnya dikuasai oleh Israel.

Mohaib pada akhirnya menyadari bahwa tidak ada presiden AS yang pernah melindungi warga Palestina dan dia tidak percaya Trump akan melakukannya. Pasalnya, presiden AS yang akan datang itu secara luas dianggap sebagai teman Israel.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya