Liputan6.com, Jakarta - Fenomena ekuinoks terjadi pada 20 Maret 2025, tepatnya pukul 16.01 WIB. Saat ekuinoks, matahari akan tepat berada di atas garis khatulistiwa.
Fenomena ini menyebabkan durasi siang dan malam hampir sama di seluruh dunia, yakni masing-masing sekitar 12 jam. Ekuinoks adalah fenomena yang terjadi ketika posisi Matahari berada tepat di khatulistiwa atau ekuator.
Equinox merupakan fenomena astronomi tahunan yang berlangsung dua kali setahun. Fenomena astronomi ini menandai awal musim semi di belahan Bumi Utara dan musim gugur di Selatan.
Advertisement
Advertisement
Baca Juga
Ekuinoks Maret menandai awal musim semi di belahan Bumi Utara dan musim gugur di belahan Bumi Selatan. Sementara ekuinoks September menandai awal musim gugur di Utara dan musim semi di Selatan.
Melansir Time and Date pada Kamis (20/03/2025), ekuinoks Maret atau yang disebut juga ekuinoks musim smi (Vernal Equinox) biasa terjadi pada tanggal 19, 20, atau 21 Maret setiap tahunnya. Saat ekuinoks terjadi, matahari dan bumi akan memiliki jarak paling dekat, sehingga menyebabkan wilayah tropis sekitar ekuator mendapatkan penyinaran matahari maksimum.
Hal ini dapat mengakibatkan peningkatan suhu udara. Meski begitu, fenomena ekuinoks tidak selalu mengakibatkan peningkatan suhu udara secara drastis maupun ekstrem.
Tak hanya itu, fenomena equinox membawa perubahan menarik pada cahaya utara atau aurora borealis. Dikutip arora-nights pada Kamis (20/03/2025), selama equinox, biasanya terjadi gangguan geomagnetik yang tinggi, karena kemiringan sumbu bumi menyelaraskan posisi pada sudut optimal terhadap matahari.
Hal ini memungkinkan kita untuk "menerima" partikel-partikel dari matahari, yang dapat menghasilkan tampilan cahaya utara. Pada 1973, geofisikawan Christopher Russell dan Robert McPherron mengajukan sebuah teori yang menjadi penjelasan paling diterima mengenai mengapa bumi mengalami peningkatan aktivitas magnetik sekitar waktu equinox.
Teori ini kemudian dikenal dengan nama efek Russell-McPherron. Hipotesis "Russell-McPherron" menjelaskan fenomena ini dengan cara yang lebih ilmiah.
Namun, intinya adalah bahwa gangguan geomagnetik yang intens (hingga dua kali lipat dari badai geomagnetik biasa), ditambah dengan kemiringan sumbu bumi pada saat itu, menyebabkan medan geomagnetik matahari dan bumi serta angin matahari menjadi sejajar. Pada gilirannya, hal ini meningkatkan kemungkinan partikel-partikel yang dipancarkan oleh matahari memasuki atmosfer.
Para ilmuwan memperhatikan apa yang disebut komponen azimut medan, yaitu arah yang, dari pandangan bumi, bergerak naik dan turun melalui kutub planet. Ketika bumi mendekati equinox dalam orbitnya, komponen azimut bumi sejajar dengan komponen matahari.
Penyelarasan ini sendiri tidak akan langsung membuka bumi terhadap angin matahari. Namun, kedua medan magnet tersebut akhirnya mengarah pada arah yang berlawanan.
Hasilnya dipengaruhi oleh prinsip fisika yang serupa dengan yang terjadi ketika dua ujung magnet batang yang berlawanan saling berdekatan. Pada saat equinox, lebih banyak angin matahari yang bisa melewati medan magnet bumi, menghasilkan aktivitas geomagnetik yang lebih kuat dan aurora yang lebih terang.
Dengan demikian, pada kedua ekuinoks, aktivitas cahaya utara cenderung jauh lebih intens, dan penyelarasan jalur listrik meningkatkan peluang untuk melihat aurora. Meskipun efek Russell-McPherron adalah penjelasan yang paling diterima oleh para ilmuwan, itu mungkin bukan satu-satunya faktor penyebab.
Diketahui juga bahwa saat equinox, kutub magnet bumi berada pada sudut yang tepat terhadap arah aliran angin matahari, yang membuat angin matahari lebih kuat. Fenomena ini dikenal dengan efek ekuinoktial.
Namun, banyak ilmuwan yang masih meragukan penyebab pasti munculnya aurora. Mereka belum sepenuhnya yakin tentang apa yang terjadi antara angin matahari dan medan magnet bumi yang memicu fenomena tersebut.
(Tifani)