Ekuinoks 22 September, Siap-Siap Musim Aurora

Selama fenomena itu juga akan terjadi badai geomagnetik yang lebih kuat dari biasanya, dan dapat memunculkan musim aurora yang singkat.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 14 Sep 2024, 01:00 WIB
Diterbitkan 14 Sep 2024, 01:00 WIB
Ilustrasi equinox, ekuinoks
Ilustrasi equinox, ekuinoks. (Gambar oleh 51581 dari Pixabay)

Liputan6.com, Jakarta - September menjadi salah satu waktu terbaik untuk melihat aurora di langit malam. Sebab, perubahan kemiringan bumi yang menyebabkan aktivitas geomagnetik yang lebih intens di sekitar ekuinoks.

Ekuinoks merupakan fenomena ketika matahari tepat terbit dari timur dan tenggelam di Barat. Dikutip dari laman Live Science pada Jumat (13/09/2024), ekuinoks terjadi dua kali dalam setahun, pertama pada Maret ketika Kutub Utara mulai condong ke arah matahari.

Kedua, ekuinoks terjadi pada September saat Kutub Selatan mulai condong ke arah matahari. Fenomena ekuinoks pada 2024 ini akan terjadi pada 22 September.

Selama fenomena itu juga akan terjadi badai geomagnetik yang lebih kuat dari biasanya, dan dapat memunculkan musim aurora yang singkat.

Kemunculan aurora yang lebih meriah saat ekuinoks disebut Efek Russell-McPherro. Teori ini menjelaskan mengapa periode ekuinoks sering kali cenderung memiliki tampilan aurora yang paling berwarna.

Sebuah makalah yang diterbitkan pada 1973 menyatakan bahwa aurora secara konsisten muncul lebih teratur selama Maret dan September. Fenomena ini terjadi berkat medan magnet bumi dan angin matahari yang sejajar secara singkat.

Angin matahari adalah aliran partikel bermuatan dari matahari yang tiba-tiba meningkat setelah terjadinya jilatan api matahari dan lontaran massa korona (CME). perlu diketahu CME adalah semburan radiasi dan materi matahari yang kuat.

Aktivitas magnetik pada matahari memiliki siklus yang berlangsung selama 11 tahun. Siklus ini akan mencapai puncaknya pada September 2024 ini.

Meski begitu, ada beberapa ilmuwan yang menentang pendapat ini. Pasalnya, aurora terjadi ketika partikel bermuatan dalam angin matahari memasuki medan magnet bumi dan menabrak molekul oksigen dan nitrogen di atmosfer.

Hal ini merangsang molekul-molekul tersebut sehingga memancarkan cahaya dengan warna-warna cerah. Meskipun medan magnet bumi dan angin matahari biasanya tidak sejajar, berkat efek Russell-McPherron, kutub-kutub magnet bumi akan lebih mering selama ekuinoks sehingga partikel bermuatan dengan lebih mudah.

Medan magnet bumi mengarah ke selatan, sementara angin matahari meniadakan medan magnet yang mengarah ke utara bumi. Hal ini menghasilkan retakan-retakan terbuka di magnetosfer bumi, sehingga menyebabkan angin matahari mengalir di sepanjang garis-garis medan magnet dengan lebih mudah.

Selama ekuinoks September, 12 jam kegelapan mengikuti 12 jam siang hari. Selain ada peluang yang lebih besar untuk melihat aurora di langit.

 

Aurora Memprediksi Cuaca Luar Angkasa

Tim astronomi dari Departemen Ilmu Bumi Universitas Hong Kong menyatakan pendapatnya bahwa angin matahari mempengaruhi struktur aurora di berbagai planet, termasuk pada eksoplanet. Dengan demikian, teori ini dapat membantu memantau, memprediksi, dan menjelajahi lingkungan magnetis tata surya kita, termasuk di sekitar Bumi.

Dikutip dari laman Space pada Jumat (13/09/2024), kesimpulannya adalah dari struktur aurora yang terjadi di Bumi maupun di eksoplanet, kita bisa mengetahui aktivitas matahari. Aktivitas matahari ini terkait dengan angin matahari yang dihasilkan.

Selanjutnya kondisi angin matahari ini akan mempengaruhi badai geomagnetik yang terjadi akibat interaksi lapisan magnetosfer suatu planet. Badai matahari atau geomagnetik yang terjadi bisa mengakibatkan pergeseran satelit dari garis orbitnya.

Hal ini akan mengganggu sistem komunikasi, dan memutus kabel bawah laut yang menghubungkan jaringan internet.

(Tifani)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya