Sungguh malang nasib Melani. Harimau Sumatra itu nampak kesakitan saat berjalan ke dekat pagar yang mengurungnya. Bahkan untuk memakan potongan ayam yang diberikan, ia tak berdaya.
Tubuhnya kurus kering, tulang berbalut kulit. Sehari-hari macan betina itu memilih rebah di lantai dan rumput. Hanya sorot matanya yang terlihat masih garang.
Saat ini, di mana kurang dari dari 400 sepesies Melani yang langka masih bertahan di hutan-hutan di Sumatra, dikhawatirkan usianya tak lagi panjang di Kebun Binatang Surabaya (KBS).
Ia menderita penyakit misterius. Makanan yang ia telan, bahkan yang dicincang sekalipun, hampir sama sekali tak tercerna.
Seperti dimuat situs media Australia, Sydney Morning Herald, Melanie adalah hewan terakhir yang dikabarkan menderita di kebun binatang yang terkenal karena kematian tak wajar para penghuninya. Sampai-sampai ahli, Ian Singleton mengatakan, KBS juga sejumlah kebun binatang lain di Indonesia harus ditutup, atau paling tidak diperbaiki kondisinya secara dramatis.
Perhatian Dunia
Tahun lalu, KBS menjadi perhatian dunia saat seekor jerapah koleksinya mati, saat diotopsi ditemukan 20 kilogram bola plastik di dalam perutnya.
Bulan lalu, Razak, seekor Harimau Sumatra mati. Sudah tua memang, namun nyawanya hilang juga sebagai akibat penyakit paru-paru yang disebabkan kandang kecil dan basah yang ia huni.
"Kebanyakan binatang mati karena pneumonia, penyakit paru-paru, TB, atau masalah pencernaan terkait pasokan makanan," kata pengelola KBS, Tony Sumampau.
Ia pun tak sabar, nyaris frustasi menanti perubahan berarti. Tony Sumampau mengatakan, Melani seharusnya sudah di-euthanasia 2 tahun lalu. "Tapi orang-orang mengatakan, kalian tidak mencoba untuk merawat hewan-hewan itu, hanya ingin membunuh mereka."
Dan, pemandangan miris seperti ini jamak disaksikan di KBS. Pun saat reporter Sydney Morning Herald menyambanginya: bekantan yang menghuni sarang sempit berkeliaran di area publik dan mengais di tempat sampah, domba Barbary yang mengunyah plastik, 2 monyet bergelut dan berebut bungkus es krim yang tersapu ke kandang mereka. Sampah-sampah mengapung di parit kandang.
"Ada konflik internal manajemen. Dan membuat staf juga terbagi-bagi," aku seorang kurator, Sri Pentawati. Lebih fokus ke konflik daripada merawat binatang.
Hasilnya mengerikan. Kandang-kandang, yang beberapa dibangun tahun 1920-an terlampau kecil dan sudah rusak -- ekstremnya, tanduk rusa pun sampai menjulur ke luar kandang. Kandang pelikan overpopulasi, meski 70 burung telah diberikan ke kebun binatang lain. Komodo yang tak tumbuh maksimal karena tubuh mereka kekurangan cahaya matahari dan ruang gerak yang tak memadai.
Tak hanya itu, 2 cheetah hadiah dari Presiden Afrika Selatan mati, karena disatukan dengan para harimau.
Â
Apapun, Tony Sumampau berharap KBS masih diberi kesempatan. Jangan sampai area hijau di tengah panasnya Surabaya itu beralih fungsi, jadi pusat perbelanjaan misalnya. Apalagi kebun binatang itu sangat populer, menjadi alternatif hiburan terjangkau bagi warga.
"Ada banyak binatang di sini. Udaranya juga segar," kata Rizal, salah satu pengunjung.
Mungkin membuka peluang investasi sektor swasta akan memperbaiki kondisi KBS secara signifikan. Agar tak ada lagi hewan senasib dengan Melani atau mereka yang mati mengenaskan secara beruntun. (Ein/Mut)
Tubuhnya kurus kering, tulang berbalut kulit. Sehari-hari macan betina itu memilih rebah di lantai dan rumput. Hanya sorot matanya yang terlihat masih garang.
Saat ini, di mana kurang dari dari 400 sepesies Melani yang langka masih bertahan di hutan-hutan di Sumatra, dikhawatirkan usianya tak lagi panjang di Kebun Binatang Surabaya (KBS).
Ia menderita penyakit misterius. Makanan yang ia telan, bahkan yang dicincang sekalipun, hampir sama sekali tak tercerna.
Seperti dimuat situs media Australia, Sydney Morning Herald, Melanie adalah hewan terakhir yang dikabarkan menderita di kebun binatang yang terkenal karena kematian tak wajar para penghuninya. Sampai-sampai ahli, Ian Singleton mengatakan, KBS juga sejumlah kebun binatang lain di Indonesia harus ditutup, atau paling tidak diperbaiki kondisinya secara dramatis.
Perhatian Dunia
Tahun lalu, KBS menjadi perhatian dunia saat seekor jerapah koleksinya mati, saat diotopsi ditemukan 20 kilogram bola plastik di dalam perutnya.
Bulan lalu, Razak, seekor Harimau Sumatra mati. Sudah tua memang, namun nyawanya hilang juga sebagai akibat penyakit paru-paru yang disebabkan kandang kecil dan basah yang ia huni.
"Kebanyakan binatang mati karena pneumonia, penyakit paru-paru, TB, atau masalah pencernaan terkait pasokan makanan," kata pengelola KBS, Tony Sumampau.
Ia pun tak sabar, nyaris frustasi menanti perubahan berarti. Tony Sumampau mengatakan, Melani seharusnya sudah di-euthanasia 2 tahun lalu. "Tapi orang-orang mengatakan, kalian tidak mencoba untuk merawat hewan-hewan itu, hanya ingin membunuh mereka."
Dan, pemandangan miris seperti ini jamak disaksikan di KBS. Pun saat reporter Sydney Morning Herald menyambanginya: bekantan yang menghuni sarang sempit berkeliaran di area publik dan mengais di tempat sampah, domba Barbary yang mengunyah plastik, 2 monyet bergelut dan berebut bungkus es krim yang tersapu ke kandang mereka. Sampah-sampah mengapung di parit kandang.
"Ada konflik internal manajemen. Dan membuat staf juga terbagi-bagi," aku seorang kurator, Sri Pentawati. Lebih fokus ke konflik daripada merawat binatang.
Hasilnya mengerikan. Kandang-kandang, yang beberapa dibangun tahun 1920-an terlampau kecil dan sudah rusak -- ekstremnya, tanduk rusa pun sampai menjulur ke luar kandang. Kandang pelikan overpopulasi, meski 70 burung telah diberikan ke kebun binatang lain. Komodo yang tak tumbuh maksimal karena tubuh mereka kekurangan cahaya matahari dan ruang gerak yang tak memadai.
Tak hanya itu, 2 cheetah hadiah dari Presiden Afrika Selatan mati, karena disatukan dengan para harimau.
Â
Apapun, Tony Sumampau berharap KBS masih diberi kesempatan. Jangan sampai area hijau di tengah panasnya Surabaya itu beralih fungsi, jadi pusat perbelanjaan misalnya. Apalagi kebun binatang itu sangat populer, menjadi alternatif hiburan terjangkau bagi warga.
"Ada banyak binatang di sini. Udaranya juga segar," kata Rizal, salah satu pengunjung.
Mungkin membuka peluang investasi sektor swasta akan memperbaiki kondisi KBS secara signifikan. Agar tak ada lagi hewan senasib dengan Melani atau mereka yang mati mengenaskan secara beruntun. (Ein/Mut)