Saus Diduga Mengandung Botoks, 50 Warga Italia Dilarikan ke RS

Mereka mendatangi rumah sakit setempat dengan gejala seperti keracunan termasuk muntah, diare dan demam tinggi, setelah mengonsumsi pesto.

oleh Tan diperbarui 23 Jul 2013, 13:10 WIB
Diterbitkan 23 Jul 2013, 13:10 WIB
suntik-botox-130723b.jpg
Siapa sangka makanan yang sehari-hari disantap bisa mengandung racun. Sampai-sampai yang memakannya harus menjalani perawatan intensif di rumah sakit.

Itu yang terjadi di Italia. Saus khas negeri pasta yang biasa dikonsumsi sehari-hari diduga tercampur dengan botoks-- suntikan untuk mengembalikan keremajaan kulit secara instan, dan mengakibatkan lebih dari 50 orang yang menikmati kelezatannya keracunan.

Seperti dimuat Daily Mail, Selasa (27/7/2013), lebih dari 50 orang Italia itu mengonsumsi saus pesto--sejenis saus dari Italia yang biasanya dianggap sebagai makanan khas daerah Liguria di Italia utara, terutama kota Genoa-- dari produsen lokal. Setelahnya, mereka dilarikan ke rumah sakit setempat dengan gejala seperti keracunan termasuk muntah, diare dan demam tinggi.

Atas keluhan tersebut, tim dokter segera melakukan pengujian terhadap pesto yang mereka makan. Hasilnya, mereka menemukan keberadaan bakteri Clostridium botulinum, yang menghasilkan toksin Botulinum yang ada pada botoks.

Ketika tertelan, racun itu memang menyebabkan gejala mirip keracunan makanan yang mengancam jiwa.

Mendengar keracunan massal itu, para pegawai badan kesehatan dan keselamatan makanan pun dibanjiri panggilan selama akhir pekan. Mereka dimintai penjelasan terkait kehawatiran keracunan itu bakal mewabah.

Surat kabar Italia La Repubblica melaporkan, korban umumnya berasal dari daerah sekitar Genoa yang merupakan tempat lahir saus pasta terkenal itu.

Enam dari korban termasuk dua anak-anak, mengaku ditahan tim dokter semalaman untuk observasi lebih lanjut terkait gejala yang mereka alami.

Tanggung Jawab

Para produsen lokal bertanggung jawab atas wabah keracunan massal yang berkembang di daerah yang terkenal dengan daun basil atau kemangi selama hampir dua abad. Sebab baru kali ini kejadian keracunan itu terjadi, saat mereka mulai menjual saus yang dijual dalam toples.

Bruzzone dan Ferrari --perusahaan pemuat pesto-- lalu memberitahu pihak berwenang bidang kesehatan pada Jumat 19 Juli bahwa mereka telah melakukan penarikan botol saus dari supermarket yang menjual produk tersebut.

"Kami mendapatkan temuan selama pengujian mandiri, dan hasil analisis produk kami segar, produk non pasteurisasi, yang tidak mengandung bahan pengawet," kata pihak perusahaan pembuat pesto itu.

"Dalam satu sampel, kami menemukan tingkat zat yang memaksa kami untuk menarik seluruh produk, " kata Stefano Bruzzone, salah satu pemilik perusahaan pesto, seperti dimuat surat kabar lokal Il Secolo XIX pada Sabtu  20 Juli waktu setempat.

Dia menambahkan, perusahannya telah melakukan apa yang harus dilakukan untuk melayani pelanggan mereka. Meskipun telah menghabiskan dana 25 ribu euro atau sekitar Rp 332 miliar per tahun, untuk melakukan analisis laboratorium guna menghindari insiden keracunan.

"Tes-tes tersebut masih dalam perkembangan - hipotesis botoks belum dikonfirmasi, tetapi ada risiko bahwa toksin bisa dikembangkan dalam satu produk pesto," tambahnya.

Tapi menurut surat kabar nasional La Stampa, "Dalam salah satu produk Pesto di Pra diproduksi oleh perusahaan lama Ferrari e Bruzone. Yang dalam uji internal, didapati kuman yang terkait toksin Cloostridium botulium."

Racun botoks itu dapat timbul pada proses pengawetan dan makanan toples, yang biasanya menyerang sistem saraf. Meskipun biasanya menyebabkan gejala yang mirip dengan keracunan makanan termasuk muntah, sakit perut dan demam, bahkan dalam kasus yang ekstrim menyebabkan psikosis serta kematian.

Nama pesto berasal dari 'Pestello', kata Italia untuk alu--alat tumbuk-- yang pernah digunakan untuk menggiling kemangi (basil), bawang putih dan keju ke dalam saus yang begitu digemari warga Italia.

Racun

Meski sering digunakan di dunia kecentikan sebagai campuran kosmetika atau disuntikan, namun botoks ternyata juga berbahaya bagi kesehatan.

Botoks berasal dari bakteri Botulinum toxin type A yang dikenal bisa meracuni makanan kaleng. Setelah sifat racunnya dikurangi, itulah yang digunakan sebagai cairan botoks untuk kecantikan masa kini.

Pada manusia, suntikan botoks akan menghalangi otot menerima sinyal-sinyal yang membuatnya berkontraksi. Ketika otot tidak berkontraksi, kulit akan mengencang dan terlihat lebih halus dan tak berkeriput.

Fungsi itulah yang membuat botoks dianggap sebagai solusi untuk mengembalikan keremajaan kulit secara instan. Padahal, botoks awalnya dimaksudkan untuk alasan kesehatan. Perkembangan penelitian menjadikan botoks sebagai pilihan untuk urusan mempercantik diri, terutama bila berurusan dengan keriput.

Penggunaan  suntikan botoks yang dilakukan mengikuti prosedur, sebenarnya juga tidak selamanya berhasil. Tetap saja ada keluhan, seperti ekspresi muka dan mimik yang tidak sesuai dengan yang diharapkan, kelopak mata yang 'jatuh', senyum yang tidak simetris, dan otot mata kehilangan kemampuan untuk menutup kelopaknya.

Jika berhasil, tetap akan ada ketergantungan, karena efek botoks hanya akan bertahan beberapa bulan saja. (Tnt/Ein)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya