Liputan6.com, Baghdad: Presiden Irak Saddam Hussein ditangkap dalam sebuah operasi bersandi "Red Dawn" atau Fajar Merah. Operasi ini melibatkan pasukan Divisi Infanteri IV Angkatan Darat Amerika Serikat dan satuan operasi khusus pasukan koalisi. Komandan Pasukan Koalisi Letnan Jenderal Ricardo Sanchez mengungkapkan, data keberadaan Saddam diperoleh dari hasil penyelidikan intelijen dan keterangan para tahanan. Hal itu disampaikan Sanchez di Baghdad, Ahad (14/12) [baca: Saddam Hussein Ditangkap].
Militer AS mendapat informasi intelijen bahwa Saddam bersembunyi di satu dari dua lokasi di kawasan Ad-Dwar, sekitar 16 kilometer sebelah selatan kota kelahirannya, Tikrit. Berbekal informasi itu, militer AS mengerahkan 600 prajurit Brigade Tempur Satu Divisi Infanteri IV ditambah satuan-satuan khusus pasukan koalisi. Mereka ditugaskan untuk menangkap Saddam hidup atau mati.
Operasi Fajar Merah berlangsung hingga malam hari. Secara intensif, pasukan menyerbu dan menggerebek dua lokasi yang disebutkan intelijen. Namun, hampir sehari penuh, mereka tak dapat menemukan Saddam. Pasukan koalisi tak berputus asa. Tak sia-sia, di sebuah peternakan, mereka menemukan lokasi yang mencurigakan di balik gundukan tanah yang disamarkan dengan tumpukan batu bata dan ditutupi selembar styrofoam serta karpet. Mereka pun memasuki lubang itu dan menemukan Saddam tengah berbaring. Pria berusia 66 tahun itu kemudian ditangkap tanpa perlawanan dan tanpa tembakan.
Selain Saddam, dua orang yang diduga membantu persembunyiannya juga ditangkap. Selanjutnya, mereka dibawa ke tempat yang dirahasiakan. Di dekat lokasi penangkapan, pasukan koalisi pimpinan AS mengklaim menemukan dua pucuk senapan AK-47. Termasuk sepucuk pistol, uang tunai US$ 750 ribu dan sebuah taksi.
Berita penangkapan Saddam baru disampaikan kepada publik pada Ahad sekitar pukul 07.00 waktu Baghdad oleh Panglima Pasukan Koalisi di Irak Letjen Ricardo Sanchez. Dia menyatakan, selama 10 jam lebih sejak ditangkap, Saddam menunjukkan sikap kooperatif. Begitu pula dalam tayangan rekaman video. Mantan Presiden Irak itu juga tampak sangat kooperatif saat menjalani pemeriksaan kesehatan termasuk pengambilan sampel air ludah untuk pengujian asam deoksiribonukleat (DNA) [baca: Saddam Hussein Bersikap Kooperatif]. Dalam video tersebut, Saddam terlihat dalam penampilan terbarunya dengan janggut tebal. Beberapa saat kemudian, rambut dan janggutnya dicukur.
Pengejaran Saddam sebenarnya dilakukan sejak jam pertama AS dan sekutunya melakukan serangan ke Irak, 19 Maret 2003. Sejak Pasukan Marinir AS mendarat di Teluk Al-Fawn, berbagai jenis pesawat terbang terus membombardir tempat-tempat yang diduga menjadi persembunyian Saddam. Berbagai serangan udara dan rudal yang ditujukan ke Kota Bahgdad belakangan tidak hanya membunuh serdadu Irak tetapi juga rakyat sipil.
Belakangan, di medan pertempuran darat, serdadu AS dan sekutunya cukup mendapatkan perlawanan dari tentara Irak di kota-kota besar seperti Basra dan Mosul. Pada, 31 Maret sekitar 20 ribu tentara AS dan sekutunya memasuki Bahgdad. Namun, pasukan elite yang tergabung dalam Divisi Infanteri III, Kavaleri VII, Skuadron III serta Divisi Lintas Udara 82 tak bisa buru-buru masuk ke Baghdad untuk menghindari banyaknya korban jiwa.
Baru setelah beberapa hari melakukan pengepungan dan terus melakukan pengeboman, pasukan AS mulai dapat memasuki pinggiran Baghdad. Saddam sempat menunjukkan dirinya di televisi pada 7 April [baca: Saddam Menyerukan Rakyat Irak Melawan AS]. Saddam bahkan sempat menyatakan kemenangan bagi Irak sudah di depan mata. Namun, kemunculan Saddam ini nampaknya tidak lagi mempengaruhi semangat juang pasukannya. Dua hari kemudian tentara AS masuk Baghdad tanpa perlawanan yang berarti. Jatuhnya patung Saddam menjadi simbol berakhirnya sebuah rezim yang telah berkuasa lebih dari 30 tahun di Irak.
Ternyata, jatuhnya ibu kota Irak tersebut bukan sebuah akhir dari sebuah perlawanan di Negeri 1001 Malam ini. Kendati AS telah menunjuk seorang administrator, Paul Bremer, perlawanan yang dilakukan orang-orang yang setia pada Saddam dilakukan dengan cara melakukan berbagai pengeboman dan aksi teror. Bahkan bom bunuh diri pun menjadi senjata mematikan dan membuat panik tentara koalisi. Selain serangan ditujukan kepada pusat-pusat kegiatan tentara koalisi, teror juga diarahkan pada kantor-kantor polisi Irak. Bahkan Kantor Perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa di Baghdad tak lepas dari pengeboman. Akibat pengeboman tersebut Utusan Khusus PBB di Irak Sergio de Mello, tewas [baca: Annan Mengecam Insiden Bom di Kantor PBB].
Pasukan AS pada 2 Juli kemudian melakukan sebuah serangan dahsyat di Kota Mosul. Dalam serangan ini dua putra Saddam Uday dan Qusay tewas. Saat itu, sempat beredar dugaan Saddam juga ikut tewas dalam serangan yang sama [baca: Qusay dan Uday Dimakamkan di Tikrit].
Menjelang akhir 2003, hampir setiap hari terjadi upaya untuk melakukan pengeboman dan juga penembakan terhadap pasukan AS. Pasukan Polandia, Italia dan Inggris menjadi saksi keganasan pasukan yang masih loyal pada Saddam. Serangan-serangan tersebut sempat memaksa Presiden AS George Walker Bush berniat mengeluarkan tentaranya lebih cepat dari Irak. Di tengah ketidakpastian pasukannya di Irak, pada 29 November, secara tak terduga Bush mengunjungi Baghdad untuk merayakan Thanksgiving dengan tentara AS [baca: Kunjungan Mendadak George W. Bush ke Irak]. Sekitar dua pekan setelah kunjungan Bush, secara mengejutkan pula Saddam ditangkap di Tikrit.(YYT/Nlg dan Bso)
Militer AS mendapat informasi intelijen bahwa Saddam bersembunyi di satu dari dua lokasi di kawasan Ad-Dwar, sekitar 16 kilometer sebelah selatan kota kelahirannya, Tikrit. Berbekal informasi itu, militer AS mengerahkan 600 prajurit Brigade Tempur Satu Divisi Infanteri IV ditambah satuan-satuan khusus pasukan koalisi. Mereka ditugaskan untuk menangkap Saddam hidup atau mati.
Operasi Fajar Merah berlangsung hingga malam hari. Secara intensif, pasukan menyerbu dan menggerebek dua lokasi yang disebutkan intelijen. Namun, hampir sehari penuh, mereka tak dapat menemukan Saddam. Pasukan koalisi tak berputus asa. Tak sia-sia, di sebuah peternakan, mereka menemukan lokasi yang mencurigakan di balik gundukan tanah yang disamarkan dengan tumpukan batu bata dan ditutupi selembar styrofoam serta karpet. Mereka pun memasuki lubang itu dan menemukan Saddam tengah berbaring. Pria berusia 66 tahun itu kemudian ditangkap tanpa perlawanan dan tanpa tembakan.
Selain Saddam, dua orang yang diduga membantu persembunyiannya juga ditangkap. Selanjutnya, mereka dibawa ke tempat yang dirahasiakan. Di dekat lokasi penangkapan, pasukan koalisi pimpinan AS mengklaim menemukan dua pucuk senapan AK-47. Termasuk sepucuk pistol, uang tunai US$ 750 ribu dan sebuah taksi.
Berita penangkapan Saddam baru disampaikan kepada publik pada Ahad sekitar pukul 07.00 waktu Baghdad oleh Panglima Pasukan Koalisi di Irak Letjen Ricardo Sanchez. Dia menyatakan, selama 10 jam lebih sejak ditangkap, Saddam menunjukkan sikap kooperatif. Begitu pula dalam tayangan rekaman video. Mantan Presiden Irak itu juga tampak sangat kooperatif saat menjalani pemeriksaan kesehatan termasuk pengambilan sampel air ludah untuk pengujian asam deoksiribonukleat (DNA) [baca: Saddam Hussein Bersikap Kooperatif]. Dalam video tersebut, Saddam terlihat dalam penampilan terbarunya dengan janggut tebal. Beberapa saat kemudian, rambut dan janggutnya dicukur.
Pengejaran Saddam sebenarnya dilakukan sejak jam pertama AS dan sekutunya melakukan serangan ke Irak, 19 Maret 2003. Sejak Pasukan Marinir AS mendarat di Teluk Al-Fawn, berbagai jenis pesawat terbang terus membombardir tempat-tempat yang diduga menjadi persembunyian Saddam. Berbagai serangan udara dan rudal yang ditujukan ke Kota Bahgdad belakangan tidak hanya membunuh serdadu Irak tetapi juga rakyat sipil.
Belakangan, di medan pertempuran darat, serdadu AS dan sekutunya cukup mendapatkan perlawanan dari tentara Irak di kota-kota besar seperti Basra dan Mosul. Pada, 31 Maret sekitar 20 ribu tentara AS dan sekutunya memasuki Bahgdad. Namun, pasukan elite yang tergabung dalam Divisi Infanteri III, Kavaleri VII, Skuadron III serta Divisi Lintas Udara 82 tak bisa buru-buru masuk ke Baghdad untuk menghindari banyaknya korban jiwa.
Baru setelah beberapa hari melakukan pengepungan dan terus melakukan pengeboman, pasukan AS mulai dapat memasuki pinggiran Baghdad. Saddam sempat menunjukkan dirinya di televisi pada 7 April [baca: Saddam Menyerukan Rakyat Irak Melawan AS]. Saddam bahkan sempat menyatakan kemenangan bagi Irak sudah di depan mata. Namun, kemunculan Saddam ini nampaknya tidak lagi mempengaruhi semangat juang pasukannya. Dua hari kemudian tentara AS masuk Baghdad tanpa perlawanan yang berarti. Jatuhnya patung Saddam menjadi simbol berakhirnya sebuah rezim yang telah berkuasa lebih dari 30 tahun di Irak.
Ternyata, jatuhnya ibu kota Irak tersebut bukan sebuah akhir dari sebuah perlawanan di Negeri 1001 Malam ini. Kendati AS telah menunjuk seorang administrator, Paul Bremer, perlawanan yang dilakukan orang-orang yang setia pada Saddam dilakukan dengan cara melakukan berbagai pengeboman dan aksi teror. Bahkan bom bunuh diri pun menjadi senjata mematikan dan membuat panik tentara koalisi. Selain serangan ditujukan kepada pusat-pusat kegiatan tentara koalisi, teror juga diarahkan pada kantor-kantor polisi Irak. Bahkan Kantor Perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa di Baghdad tak lepas dari pengeboman. Akibat pengeboman tersebut Utusan Khusus PBB di Irak Sergio de Mello, tewas [baca: Annan Mengecam Insiden Bom di Kantor PBB].
Pasukan AS pada 2 Juli kemudian melakukan sebuah serangan dahsyat di Kota Mosul. Dalam serangan ini dua putra Saddam Uday dan Qusay tewas. Saat itu, sempat beredar dugaan Saddam juga ikut tewas dalam serangan yang sama [baca: Qusay dan Uday Dimakamkan di Tikrit].
Menjelang akhir 2003, hampir setiap hari terjadi upaya untuk melakukan pengeboman dan juga penembakan terhadap pasukan AS. Pasukan Polandia, Italia dan Inggris menjadi saksi keganasan pasukan yang masih loyal pada Saddam. Serangan-serangan tersebut sempat memaksa Presiden AS George Walker Bush berniat mengeluarkan tentaranya lebih cepat dari Irak. Di tengah ketidakpastian pasukannya di Irak, pada 29 November, secara tak terduga Bush mengunjungi Baghdad untuk merayakan Thanksgiving dengan tentara AS [baca: Kunjungan Mendadak George W. Bush ke Irak]. Sekitar dua pekan setelah kunjungan Bush, secara mengejutkan pula Saddam ditangkap di Tikrit.(YYT/Nlg dan Bso)