Pada 1 Oktober 2005, 3 bom meledak hampir bersamaan di Bali, satu di Kuta dan 2 di Jimbaran. Akibatnya, 23 orang tewas, 196 lainnya luka. Pulau Dewata kembali dicekam horor dan teror. Tonny Abbott, yang kini menjabat sebagai Perdana Menteri Australia, ternyata ada di sana.
Hari ini, Abbott mengingat kembali peristiwa itu, saat ia menundukkan kepala di depan Monumen Bom Bali atau Ground Zero, meletakkan karangan bunga, dan mendoakan arwah para korban.
Abbott mengatakan saat kejadian, ia bersama istrinya, Margie dan 3 putrinya sedang berlibur di Bali. Mereka sedang tidur saat bom meledak di restoran di Jimbaran dan yang ketiga di Kuta Town Square. Tak menyadari apa yang sedang terjadi.
"Kami berada di hotel...telepon berdering beberapa kali, awalnya aku pikir itu telepon iseng," kata Abbott, seperti dimuat News.com.au, Rabu (9/10/2013).
"Pagi harinya, telepon kembali berdering sekitar pukul 05.00. Adik perempuanku yang menelepon, ia seorang travel agent, menanyakan apakah kami baik-baik saja."
Abbott kala itu menjawab, ia dan keluarganya dalam kondisi baik. "Lalu, adikku berkata, ada bom," kata dia.
"Aku tak percaya, sama sekali tak menyangka 'petir' bisa menyambar 2 kali. Tapi itu yang terjadi," tambah Abbott. "Aku lalu memakai sepatu dan bergegas menuju ke pusat Kuta."
Tiga tahun setelah Bom, Bali I tahun 2002 yang menewaskan 202 orang -- 88 di antaranya warga Australia, Abbott yang kala itu menjabat Menteri Kesehatan menyadari dirinya ada di antara warga negaranya yang luka dan sekarat di Rumah Sakit Sanglah.
Abbott memang tak menyaksikan detik-detik ketika Muhammad Salik Firdaus, Misno, dan Ayib Hidayat meledakkan bom di ransel yang mereka gendong di lokasi berbeda -- memicu tragedi mengerikan. Namun, ia menyaksikan dampaknya: luka yang menganga, darah yang mengalir, jerit kesakitan, nyawa yang terenggut, dan tangis pilu mereka yang ditinggalkan.
Ia duduk di tempat tidur salah satu korban, Paul Anacich dan menenangkan istri korban yang mengira suaminya bakal segera meninggal.
Tapi, Anacich selamat. Ia bahkan berterima kasih pada Abbott yang 'telah menyelamatkan dirinya'. Mengingat bagaimana Pak Menkes yang kini jadi perdana menteri itu menghabiskan waktu seharian di rumah sakit, membantu menenangkan korban dan mengatur ambulans terbang untuk mengirim mereka yang luka parah kembali ke Australia atau dirujuk ke Singapura. Â
Di Ground Zero itu, ia mengumumkan Pemerintah Australia telah menyediakan dana kompensasi bagi warganya yang menjadi korban terorisme. Mereka kini punya akses ke dana 30 juta dolar Australia atau Rp 325 miliar dalam waktu beberapa minggu -- aturan ini berlaku surut, tak hanya untuk korban Bom Bali bahkan sampai teror 9/11.
"Sulit bagi warga Australia untuk melewati tempat ini (Monumen Bom Bali) tanpa rasa sedih dan emosi, mengetahui apa yang telah menimpa para korban, saudara sebangsa, juga sesama manusia," kata Abbott.
"Dan saya merasa bahagia bisa mengumumkan bahwa salah satu tindakan pertama yang dilakukan pemerintahan yang baru adalah membuat kebijakan retrospektif bahwa sejak 21 Oktober nanti, mereka yang terluka dan keluarga para korban tewas akibat terorisme akan bisa mengajukan bantuan sampai 75 ribu dolar Australia atau Rp 814 juta."
Dana kompensasi terorisme adalah salah satu janji Abbott dalam pemilu. (Ein/Yus)
Hari ini, Abbott mengingat kembali peristiwa itu, saat ia menundukkan kepala di depan Monumen Bom Bali atau Ground Zero, meletakkan karangan bunga, dan mendoakan arwah para korban.
Abbott mengatakan saat kejadian, ia bersama istrinya, Margie dan 3 putrinya sedang berlibur di Bali. Mereka sedang tidur saat bom meledak di restoran di Jimbaran dan yang ketiga di Kuta Town Square. Tak menyadari apa yang sedang terjadi.
"Kami berada di hotel...telepon berdering beberapa kali, awalnya aku pikir itu telepon iseng," kata Abbott, seperti dimuat News.com.au, Rabu (9/10/2013).
"Pagi harinya, telepon kembali berdering sekitar pukul 05.00. Adik perempuanku yang menelepon, ia seorang travel agent, menanyakan apakah kami baik-baik saja."
Abbott kala itu menjawab, ia dan keluarganya dalam kondisi baik. "Lalu, adikku berkata, ada bom," kata dia.
"Aku tak percaya, sama sekali tak menyangka 'petir' bisa menyambar 2 kali. Tapi itu yang terjadi," tambah Abbott. "Aku lalu memakai sepatu dan bergegas menuju ke pusat Kuta."
Tiga tahun setelah Bom, Bali I tahun 2002 yang menewaskan 202 orang -- 88 di antaranya warga Australia, Abbott yang kala itu menjabat Menteri Kesehatan menyadari dirinya ada di antara warga negaranya yang luka dan sekarat di Rumah Sakit Sanglah.
Abbott memang tak menyaksikan detik-detik ketika Muhammad Salik Firdaus, Misno, dan Ayib Hidayat meledakkan bom di ransel yang mereka gendong di lokasi berbeda -- memicu tragedi mengerikan. Namun, ia menyaksikan dampaknya: luka yang menganga, darah yang mengalir, jerit kesakitan, nyawa yang terenggut, dan tangis pilu mereka yang ditinggalkan.
Ia duduk di tempat tidur salah satu korban, Paul Anacich dan menenangkan istri korban yang mengira suaminya bakal segera meninggal.
Tapi, Anacich selamat. Ia bahkan berterima kasih pada Abbott yang 'telah menyelamatkan dirinya'. Mengingat bagaimana Pak Menkes yang kini jadi perdana menteri itu menghabiskan waktu seharian di rumah sakit, membantu menenangkan korban dan mengatur ambulans terbang untuk mengirim mereka yang luka parah kembali ke Australia atau dirujuk ke Singapura. Â
Di Ground Zero itu, ia mengumumkan Pemerintah Australia telah menyediakan dana kompensasi bagi warganya yang menjadi korban terorisme. Mereka kini punya akses ke dana 30 juta dolar Australia atau Rp 325 miliar dalam waktu beberapa minggu -- aturan ini berlaku surut, tak hanya untuk korban Bom Bali bahkan sampai teror 9/11.
"Sulit bagi warga Australia untuk melewati tempat ini (Monumen Bom Bali) tanpa rasa sedih dan emosi, mengetahui apa yang telah menimpa para korban, saudara sebangsa, juga sesama manusia," kata Abbott.
"Dan saya merasa bahagia bisa mengumumkan bahwa salah satu tindakan pertama yang dilakukan pemerintahan yang baru adalah membuat kebijakan retrospektif bahwa sejak 21 Oktober nanti, mereka yang terluka dan keluarga para korban tewas akibat terorisme akan bisa mengajukan bantuan sampai 75 ribu dolar Australia atau Rp 814 juta."
Dana kompensasi terorisme adalah salah satu janji Abbott dalam pemilu. (Ein/Yus)