Liputan6.com, New York Kadang saat tertawa terpingkal-pingkal, kita bisa mengeluarkan air mata seperti orang menangis, perut kram hingga susah berhenti. Tapi, orang tertawa tak selalu berhubungan dengan lelucon. Kebanyakan orang tertawa karena hubungan sosial. Dan biasanya tertawa itu mudah sekali menular. Kenapa?
Salah satu hal luar biasa tentang tawa adalah terjadi secara tak sadar. Anda tak memutuskan untuk melakukannnya. Itulah mengapa orang sangat sulit untuk tertawa karena perintah atau palsu.
"Kami, para neurologis diprogram untuk tertawa dengan cara tertentu," kata Dr Robert Provine, seorang Neurobiologi di University of Maryland di Baltimore seperti dilansir MedicalDaily, Jumat (13/6/2014).
Provine mengatakan, orang sulit tertawa dengan cara lain karena napas yang pendek saat tertawa, yakni sekitar 1/15 detik, dan mengulanginya setiap lima detik. "Orang-orang dari semua ras dan semua budaya di sepanjang sejarah tertawa dengan cara yang sama," katanya.
Ketika kita berkumpul dengan orang lain dan tertawa, kita cenderung ikut tertawa. Kita tahu bahwa tertawa merupakan pesan yang kita kirim ke orang lain karena itu kita jarang tertawa ketika sendirian. Jenis tawa yang diproduksi otak 30 kali lebih banyak dibandingkan tertawa sendiri. Karena ketika kita tertawa dan mendengar orang lain tertawa, kita secara neurologis diprogram untuk mengulangnya.
Tertawa dikaitkan dengan hal-hal yang positif, tapi juga ada sisi gelapnya. "Vokalisasi spontan dan tak disensor bisa merugikan. Ini bisa menyakitkan atau berbahaya jika Anda menertawakan seseorang atau mereka menertawakan Anda," kata Provine.
Sangat sedikit yang mengetahui mekanisme otak yang bertanggung jawab untuk tertawa. Tapi, tertawa dipicu oleh banyak sensasi dan pikiran dan itu mengaktifkan bagian tubuh. Ketika kita tertawa, kita mengubah ekspresi wajah dan membuat suara. Selama tawa riang, otot lengan, kaki ikut terlibat. Tertawa juga memerlukan modifikasi dalam pola pernapasan.