Kaleidoskop Health Januari: Jaminan Kesehatan BPJS Diresmikan

Untuk pertama kalinya negeri ini memiliki Sistem Jaminan kesehatan menyeluruh yang dikelola pemerintah.

oleh Fitri Syarifah diperbarui 11 Des 2014, 17:30 WIB
Diterbitkan 11 Des 2014, 17:30 WIB
Ilustrasi BPJS
Ilustrasi BPJS (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Liputan6.com, Jakarta 1 Januari 2014 menjadi tanggal bersejarah bagi masyarakat Indonesia, karena untuk pertama kalinya negeri ini memiliki Sistem Jaminan kesehatan menyeluruh yang dikelola pemerintah.

Meski sempat menuai kontroversi dari sejumlah kalangan karena dianggap belum siap dan terburu-buru, namun mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya secara resmi mengetuk palu di Istana Bogor, Selasa (1/1).

Langkah ini turut diikuti dengan kampanye besar-besaran di sejumlah media mengenai siapa saja yang berhak ikut program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), bagaimana pendaftaran dan sosialisasi sistem ke sejumlah RS pemerintah pada khususnya serta peresmian badan penjamin yang mengelola dana masyarakat nantinya atau yang disebut Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Kisruh Progra BPJS




Kisruh Program BPJS

Optimisme Badan yang ditujuk Presiden dalam mengelola jaminan kesehatan masyarakat yang dulunya adalah Perusahaan Asuransi Kesehatan mulai menuai kritik. Karena jumlah kepesertaan membludak, dari hanya 535 orang menjadi 162 ribu orang tidak diikuti dengan kesiapan dari segi fasilitas dan sarana RS.

Sejumlah orang yang merasa dirugikan terutama masyarakat miskin mulai mendatangi kantor Dewan perwakilan Rakyat (DPR). Mereka mengeluhkan berbagai macam hal mulai dari diskriminasi pelayanan kesehatan, hingga tuntutan mahalnya biaya berobat yang tidak ditanggung BPJS Kesehatan.

Namun, semua hal tersebut sepertinya dibantahkan oleh pihak BPJS Kesehatan. Kajian terhdap tanggungan kepada rakyat kurang mampu mulai di review kembali, dan BPJS mulai menata kembali Puskesmas dan Klinik yang akan menerima pasien BPJS.

Tapi, lagi-lagi, BPJS kembali diprotes karena dianggap belum bisa mengatasi antrean pasien di sejumlah RS atau antrean pendaftaran di kantor BPJS. Belum lagi, data pasien yang menerima jaminan kesehatan yang dibayar pemerintah atau disebut Penerima Bantuan Iuran (PBI) masih dianggap kurang.

Kendati demikian, program BPJS terus bergulir dan perlahan masyarakat mulai menyadari manfaat jaminan kesehatan. Pantauan Liputan6.com, banyak masyarakat yang merasa BPJS cukup membantu biaya persalinan, operasi dan tindakan medis lain seperti cuci darah bagi pasien ginjal atau thalasemia.

Menteri Kesehatan kala itu, Nafsiah Mboi juga ikut diprotes masyarakat dan paramedis terkait sulitnya akses kesehatan terutama di daerah dan padatnya pasien di RS rujukan, kepastian biaya dokter hingga tata cara mengklaim dana ke BPJS dari Puskesmas dan RS.

"Implementasi JKN masih ditemui beberapa masalah di lapangan. Kami telah mengupayakan solusi yang tepat dan sosialisasi berkelanjutan," katanya ketika itu.

Tapi kembali, BPJS Kesehatan membantah persoalan gaji kecil, sebab dokter bisa mendapat penghasilan dengan sistem pembayaran kapitasi dan InaCBGs yang berlaku internasional. Sedangkan di pihak masyarakat, hal ini diberlakukan dalam rangka mengubah sistem fee for service (pembayaran setiap pelayanan) yang hanya menguntungkan pihak RS saja.

Era Jokowi

Masa pemerintahan bergulir, melalui pemilihan umum, Presiden Joko widodo resmi dipilih dari bursa calon pemimpin negeri ini. Namun ada yang menarik, Jokowi mencetuskan Kartu Indonesia Sehat (KIS) pada 3 November 2014.

Menurutnya, kartu ini tidak akan menggantikan fungsi kartu kepersertaan BPJS hanya pengalihan kartu yang manfaatnya jauh lebih besar bagi masyarakat miskin. Jokowi menyebut kartu ini sebagai penyempurnaan sistem yang telah ada. Rencananya, kartu ini pula yang akan menggantikan kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda), Kartu Jakarta Sehat (KJS) dan kartu-kartu penjamin kesehatan lainnya milik pemerintah.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya