Liputan6.com, Jakarta Selama ini, pemahaman keliru yang beredar di masyarakat saat seseorang bohong adalah tidak ada kontak mata (eye contact), suara gugup, tangan menggaruk dan sebagainya. Nyatanya, kebohongan tidak bisa dideteksi begitu saja.
Begitu disampaikan pakar deteksi kebohongan, Handoko Gani, MBA, BAII saat menjadi pembicara di Festival Bohong 2015 di PPHUI, Umar Ismail, Kuningan, Jakarta, ditulis Senin (9/11/2015).
"Indikator kebohongan tidak boleh sesederhana melihat hanya satu saluran misalnya matanya. Ada lima indikator saat bohong, yaitu wajah, gestur, suara, kata-kata, dan gaya bicara," katanya.
Advertisement
Pria yang menjadi orang Indonesia pertama yang menyelesaikan program Post Graduate BAII (Behavior Analysis and Investigative Interview) di EIA (Emotional Inteligence Academy di Inggris ini mengungkapkan, sadar atau tidak apa yang dirasakan saat kita berbohong pasti akan tersalurkan melalui lima hal tersebut.
"Apa yang kita pikirkan pasti akan keluar (sebagai) emosi. Tidak bisa dikontrol, difilter, pasti akan keluar tanpa kita sadari. Itulah emosi. Ada banyak kekeliruan secara umum saat ini. Padahal, secara emosi ada feedback tetap terhadap stimulus yang tidak bisa dikontrol. Itu sebabnya emosi bohong bisa dideteksi," pungkasnya.