Liputan6.com, Jakarta Ketika melihat seorang anak yang kurang beruntung hidup tanpa adanya sosok kedua orangtua untuk membimbing dan memenuhi keinginan yang ada semasa hidupnya, tentunya kita semua akan merasa iba.
Meskipun sang anak tidak sepenuhnya ditelantarkan dengan adanya tempat penampungan seperti panti asuhan, tidak bisa dimungkiri bahwa kebanyakan dari kita akan tetap merasa prihatin.
Ini karena kita beranggapan bahwa anak-anak yatim piatu tersebut tidak akan mendapatkan wawasan dan ilmu pengetahuan seluas mereka yang beruntung bisa pergi ke sekolah.
Kesempatan mereka untuk bekerja hingga meraih kesuksesan pun juga tergolong kecil kemungkinannya. Keterbatasan yayasan yang mengasuh mereka, contohnya dari segi biaya, membuat hal-hal seperti merekrut jasa pengajar profesional dan menerapkan kurikulum berstandar tinggi menjadi sangat sulit.
Pasalnya, pendidikan yang diberikan hanya ala kadarnya saja dan fokus lebih dialihkan ke pembentukan moral anak tersebut. Lantas, apakah kita akan membiarkan mereka terjebak dengan segala keterbatasan yang ada karena kondisinya itu? Tentunya tidak.
Untungnya, di antara sekian banyak panti asuhan di Ibu Kota, ada satu yang memiliki keunikan tersendiri dan bisa membuat kita menarik kembali ucapan-ucapan soal bagaimana anak-anak yatim piatu keberuntungannya dan kesempatannya kecil jika ditampung oleh yayasan.
Panti asuhan yang dimaksud adalah Yayasan Prima Unggul (YPU). Salah satu pendiri yayasan yang berlokasi di Jakarta Timur ini, Martinus Mesarudi Gea, menjelaskan bahwa tempat ini bukan hanya berperan sebagai rumah penampung yatim piatu, tetapi juga sebagai sekolah berbasis kewirausahaan yang bertekad untuk membekali murid asuhnya ilmu yang dilakukan secara praktik.
Baca Juga
Pangan Kasih Adakan Acara Dari Hati ke Rasa, Berbagi Kebahagiaan dan Ilmu Kuliner dengan Anak Panti Asuhan
Kondisi Terkini 12 Anak Panti Asuhan Korban Pelecehan Seksual Pemilik dan Pengasuh di Tangerang
Bejat, 12 Anak Panti Asuhan di Tangerang Diduga Jadi Korban Pelecehan Seksual Pemilik dan Pengasuh
Advertisement
Kegiatan Kewirausahaan
Sebanyak 65 anak yatim piatu jenjang SMP dan SMA di yayasan tersebut kini tidak hanya mendapatkan pendidikan formal, tetapi juga kesempatan merasakan menjadi seorang wirausahawan.
Mereka pun dibimbing untuk terjun langsung menjadi wirausahawan dengan cara melibatkan setiap anak dalam setiap unit usaha yang ada dan dibangun oleh pihak YPU. Unit usaha termasuk rumah makan, dawet ireng, roti, dan budi daya ikan.
Unit usaha rumah makan milik YPU dibangun pada 20 September 2011 lalu dan diberikan nama Kepompong Rama-Rama yang berarti “sebuah perubahan”.
Para anak yatim piatu semua turut berpartisipasi dalam kegiatan kewirausahaan ini. Ada yang menjadi juru masak, penjaga kasir hingga stokis atau figur yang ditugaskan untuk mencatat barang-barang dan mengisi kembali stok bahan dasar makanan dan minuman yang sudah habis.
“Banyak panti asuhan yang anak-anaknya bersekolah di sekolah umum dan tidak diajarkan untuk mandiri setelah mereka keluar dari panti, akibatnya mereka tidak tahu harus kemana lagi dan tidak tahu apa yang harus diperbuat,” ujar Martinus saat ditemui Health-Liputan6.com, Rabu, 9 November 2016, ditulis Jumat (11/11/2016).
Martinus berpendapat setiap anak harus diberikan kesempatan yang sama untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dan peluang kerja dengan mereka yang lebih beruntung kondisi keluarganya.
Pendidikan berkualitas
Ia lanjut menjelaskan bahwa dengan adanya YPU, anak-anak asuh tersebut tidak harus menghadapi risiko menjadi korban pengangguran. kesempatan yang diberikan YPU akan membantu mereka mendapatkan dan merasakan hidup yang lebih baik dengan kemandirian tinggi.
Selain belajar mandiri, anak-anak di yayasan ini diajarkan prinsip bahwa kalau mau berjuang dan berusaha sungguh-sungguh, pasti bisa sukses. Selain itu, belajar itu bukan hanya untuk meraih kelulusan, akan tetapi bagaimana cara untuk menentukan masa depan.
Pendidikan formal yang diberikan kepada mereka pun tergolong baik standarnya. Bahkan, YPU sudah bekerja sama dengan pemerintah dan PKBM Negeri 13 untuk perihal seperti ujian akhir sekolah.
“Kurikulum di sini mengikuti kurikulum nasional, sama seperti sekolah pada umumnya, ditambah dengan kurikulum berbasis wirausaha, penjualan, dan pengembangan SDM,” tutur Martinus.
Terlebih lagi, mereka juga diajarkan tentang pendidikan karakter, yaitu selalu jujur, menggunakan etika, bersikap sopan santun, dan menghargai orang lain.
Ini membuktikan bahwa kesempatan mendapatkan ilmu para anak yatim piatu sudah hampir setara dengan mereka yang betul-betul pergi ke institusi pendidikan.
Yayasan Prima Unggul menampung anak-anak dari berbagai macam daerah di Indonesia, seperti Flores, Papua, Sumba, Riau, Nias, Manado dan lokasi-lokasi lainnya di Kepulauan Kalimantan dan Sulawesi.
Meski datang dari lokasi yang berbeda-beda, para anak yatim piatu kini sudah sangat dekat jalinan hubungan pertemanannya hingga seperti saudara.