Perlindungan Anak Kawin Campur Masih Diperjuangkan

Perlindungan anak kawin campur setelah keputusan perubahan Perjanjian Perkawinan masih menunggu keputusan.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 25 Nov 2016, 13:30 WIB
Diterbitkan 25 Nov 2016, 13:30 WIB

Liputan6.com, Jakarta Pasca-perubahan Perjanjian Perkawinan yang tercantum Pasal 29 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 1974, perlindungan anak kawin campur masih diperjuangkan di sidang Mahkamah Konstitusi. Organisasi Perkawinan Campuran (PerCa) Indonesia menunggu hasil persidangan yang hingga saat ini berlangsung.

Hal tersebut diungkapkan Juliani Luthan, Ketua Perca Indonesia saat berbincang dengan wartawan di Arion Swiss-Bellhotel, Kemang, Jakarta, Kamis (24/11/2016). Dalam UU Kewarganegaraan Tahun 2006 menyatakan, adanya pemberian hak konstitusional bagi anak kawin campur untuk mendapatkan dwi kewarganegaraan terbatas.

Peraturan tersebut memang sudah ada ketentuannya bagi anak-anak kawin campur. Koordinator Advokasi Perca Indonesia, Ike Farida, yang juga pengajar di Universitas Hitotsubashi, Tokyo, Jepang memberikan contoh kasus soal Gloria, yang sempat bermasalah dengan dwi kewarganegarannya.

"Ibunya Gloria itu kan mengajukan permohonan ke MK soal Pasal 41 UU Kewargaanegaran, yang terdapat batasan empat tahun pendaftaran dwi kewarganegaraan. Hanya boleh daftarnya dari tahun 2006 sampai 2010. Nah, itu tolong dihapus, permintaan ibu Gloria begitu.

Koordinator Advokasi Perca Indonesia Ike Farida (Foto: Liputan6.com/Fitri Haryanti Harsono)

Kalau dikaitkan dengan Perjanjian Perkawinan: pada saat ini Gloria sudah punya dua kewarganegaran Prancis dan Indonesia. Dia tidak ada masalah, hak waris bisa ikut ke ibunya, bisa juga ke bapaknya. Ibunya Gloria kalau belum punya perjanjian kawin bisa bikin kalau ia masih menikah dengan suaminya," jelas Ike.

Dapatkan Dwi Kewarganegaraan

Dapatkan Dwi Kewarganegaraan

Juliana mengemukakan, organisasi Perca mendukung penuh anak-anak kawin campur seperti Gloria yang bermasalah mendapatkan hak dwi kewarganegaraan.

"Saya yakin pemerintah tahu, banyak sekali ibu-ibu yang melahirkan anak kawin campur sebelum tahun 2006 itu kelupaan atau luput untuk mendaftarkan anak-anaknya dwi kewarganegaraan," kata Juliana.

Perlindungan hukum anak-anak kawin campur untuk memeroleh dwi kewarganegaraan memang memberikaan kepastian hukum tapi tidak memberikan kesetaraan.

Hal ini terkendala bukan hanya dari ibu-ibu mereka yang lupa mendaftarkan anak-anaknya, melainkan petugas di lapangan yang memberi informasi punya pengetahuan yang berbeda-beda.

Juliani Luthan, Ketua Perca Indonesia (Foto: Liputan6.com/Fitri Haryanti Harsono)

"Ada juga informasi yang salah paham, ada anggapan Pasal 41 UU Kewargaanegaran ini hanya berlaku untuk anak yang lahir tahun 2006 ke atas. Bayangin bagaimana anak-anak lain yang kurang beruntung? Beda sama Gloria, yang tenar bahkan berfoto sama Presiden Jokowi," ujar Juliana.

Untuk itu, sidang soal dwi kewarganegaraan usai perubahan Perjanjian Perkawinan masih berjalan. Juliana berharap kebijakan MK dapat memberikan kesetaraan bagi anak-anak kawin campur yang lahir di bawah tahun 2005 menjalani proses dwi kewarganegaraan dengan mudah.

"Bagaimanapun anak-anak kawin campur tidak minta lahir sendiri dari orangtua yang kawin campur. Itu kan dari Tuhan. Pemerintah harus memberikan perlindungan seluas-luasnya anak-anak kawin campur untuk mendapat hak kewarganegaraan," tutupnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya