Jangan Salah, Gejala Depresi Bisa Diketahui Sejak Bayi Baru Lahir

Koneksi otak pada bayi baru lahir bisa menunjukkan tanda-tanda apakah anak berpotensi alami cemas atau depresi saat anak atau dewasa.

oleh Benedikta Desideria diperbarui 11 Feb 2017, 13:09 WIB
Diterbitkan 11 Feb 2017, 13:09 WIB
Risiko depresi pada seseorang bisa diketahui sejak bayi.
Risiko depresi pada seseorang bisa diketahui sejak bayi.

Liputan6.com, New York- Sebagian dari kita berpikir bayi tidak mungkin mengalami depresi atau masalah mental lainnya. Faktanya sebuah studi mengungkap, bayi baru lahir juga bisa menunjukkan tanda-tanda yang terkait dengan depresi dan kecemasan.

Menurut peneliti, ada beberapa pola konektivitas otak pada bayi baru lahir yang bisa memprediksi gejala awal masalah mental seperti kesedihan, pemalu, cemas. Gejala awal ini memiliki hubungan yang kuat antara terjadinya depresi maupun cemas saat anak-anak maupun ketika dewasa, mengutip Journal of the American Academy of Child and Adolescent Psychiatry.

"(Pola konektivitas otak) mungkin bisa mengindikasikan koneksi pada beberapa bagian otak anak dan memprediksi hubungan gejala masalah sosial di masa depan ," kata psikiater Washington University, Amerika Serikat, Cynthia Rogers, mengutip Huffington Post, Jumat (10/2/2017).

Namun tidak serta merta bila bayi memperlihatkan gejala awal masalah mental, nanti saat anak-anak atau dewasa hal itu akan terjadi. "Perlu dicatat, bahwa pengalaman dan lingkungan saat tumbuh dapat mengubah konektivitas sehingga memberi kemungkinan apakah akan berkurang atau bertambah potensi mengalami masalah mental," kata Rogers.

 Ilustrasi. Foto: venusbuzz

Untuk mengetahui pola konektivitas tersebut, peneliti melakukan MRI terhadap 65 bayi yang lahir cukup waktu dan 57 bayi prematur. Sekitar dua tahun kemudian dilakukan studi lagi.

Hasilnya, usia kelahiran--baik cukup waktu maupun prematur-- tidak ada pengaruhnya. Nah, pada bayi yang memiliki koneksi kuat antara amygdala dengan insula (terkait kesadaran dan emosi) dan prefrontal korteks (terkait dengan perencanaan dan pengambilan keputusan) memiliki risiko lebih tinggi pada saat usia dua tahun mengalami depresi dan cemas.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya