MUI: Vaksinasi Sudah Sesuai Syariat Islam

Vaksinasi sebagai sebuah mekanisme pencegahan secara syar’i dibenarkan. Namun, vaksin sebagai produk yang akan digunakan perlu dinilai dan ditetapkan pula hukumnya.

oleh Liputan6.com diperbarui 07 Agu 2018, 09:00 WIB
Diterbitkan 07 Agu 2018, 09:00 WIB
Kemenkes, MUI
Silaturahmi jajaran MUI dan Kemenkes RI pada Jumat, (3/8/2018). (Liputan6.com/Loop/Rokom Kemenkes)

Liputan6.com, Jakarta Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorun Ni’am Sholeh, menyatakan vaksinasi sebagai sebuah mekanisme pencegahan secara syar’i dibenarkan. Namun, vaksin sebagai produk yang akan digunakan perlu dinilai dan ditetapkan pula hukumnya.

“Ada kesepahaman dan komitmen untuk mempercepat proses sertifikasi kehalalan vaksin MR. Langkah percepatannya, Ibu Menkes atas nama negara meminta PT Biofarma dan meminta kepada SII secara langsung terkait komposisi atau ingredient yang menjadi pembentuk vaksin MR," ujar Ni’am usai silaturahmi dengan jajaran Kementerian Kesehatan Republik Indonesia di Gedung MUI di kawasan Proklamasi, Jakarta Pusat, Jumat sore (3/8).

Menurut Ni’am, Komisi Fatwa MUI akan mempertimbangkan untuk percepatan proses penetapan fatwa (bagi vaksin MR) setelah ada proses audit oleh Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) sesuai dengan prinsip-prinsip prudensialitas yang dimiliki oleh sistem di LPPOM dan Komisi Fatwa MUI.

“Ada dua kemungkinan. Kemungkinan pertama, bisa dikeluarkan sertifikat halal bila terbukti clear dari sisi bahan, tidak ada anasir yang terbukti haram atau najis. Kemungkinan yang kedua, bila ditemukan ada unsur pembentuknya dari najis/haram, dengan penjelasan bahwa bila tidak diimunisasi akan mengakibatkan mudharat kolektif di masyarakat, maka terhadap yang haram tadi bisa dibolehkan untuk digunakan, dengan catatan tidak ada alternatif lain yang suci/halal atau bahayanya sudah sangat mendesak. Itu poin pentingnya”, jelas Ni’am.

Selain itu, MUI meminta Kemenkes untuk memberikan kesempatan bagi masyarakat yang ingin menunggu fatwa MUI untuk vaksin MR dan memilih menunda pemberian imunisasi MR bagi anaknya setelah keluarnya fatwa tersebut.

“Hal ini sangat terkait dengan ketersediaan informasi yang dibutuhkan, terutama ingredient atau komposisi pembentuk (bahan) vaksin tersebut. Kalau itu tersedia, beberapa hari (fatwa) bisa selesai," ucap Ni’am.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI, dr. Anung Sugihantono, M.Kes, menegaskan bahwa Kemenkes tetap melaksanakan kampanye imunisasi MR di daerah dalam kerangka pencegahan penyakit.

Kemenkes memberikan kesempatan bagi masyarakat yang memilih untuk menunggu terbitnya fatwa MUI, pemberian vaksinasi MR akan dilaksanakan pada kesempatan selanjutnya. Hal ini dimungkinkan mengingat periode pelaksanaan kampanye imunisasi MR di 28 provinsi di luar Pulau Jawa selama dua bulan (Agustus-September).

“Waktu kita kan cukup panjang dari Agustus sampai September. Kementerian Kesehatan akan tetap memberikan pelayanan, sambil kita percepat prosesnya," ucap Anung.

Vaksinasi Anti Virus Difteri di Aceh
Siswa MIN Ulee Kareng menangis usai mendapat vaksinasi anti virus difteri di Banda Aceh, Aceh, Selasa (20/2). Maraknya kasus difteri belakangan ini membuat Kemenkes menginstruksikan pemberian vaksin untuk usia 1 hingga 19 tahun. (CHAIDEER MAHYUDDIN/AFP)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya