Liputan6.com, Lombok Utara, RS Terapung Ksatria Airlangga menangani korban gempa Lombok yang cedera patah tulang dan membutuhkan operasi segera. Hingga hari Minggu, 12 Agustus 2018, ada tiga pasien yang sudah ditangani.
Baca Juga
Advertisement
Menurut Direktur Utama RS Terapung Ksatria Airlangga, Agus Harianto, tiga pasien korban gempa Lombok yang dilayani mengalami patah tulang terbuka dan trauma pada jari (luka pada jari).
"Kami baru hari ini (Minggu, 12 Agustus 2018) membuka pelayanan. Kalau tidak salah, ada tiga pasien yang dioperasi," kata Agus ketika ditemui di RS Terapung Ksatria Airlangga, yang bersandar di dermaga di Desa Bangsal, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat (NTB), ditulis Rabu (15/8/2018).
Untuk pelayanan, Agus mengungkapkan, belum dapat memastikan sampai kapan RS Terapung Ksatria Airlangga melayani korban gempa.
"Saya enggak berani bilang, sampai kapan pelayanan dibuka. Membatasi atau menentukan sampai hari apa buka pelayanan ini rasangya enggak sopan. Kami belum mengetahui lengkap, apa dan bagaimana kebutuhan pasien korban gempa untuk dilayani," ungkap Agus sambil tersenyum.
Â
* Update Terkini Asian Games 2018 Mulai dari Jadwal Pertandingan, Perolehan Medali hingga Informasi Terbaru dari Arena Pesta Olahraga Terbesar Asia di Sini.Â
Â
Simak video menarik berikut ini:
Operasi tetap lancar
Operasi yang dilakukan di kapal RS Terapung Ksatria Airlangga juga lancar. Ketika menjejak kapal yang bersandar di dermaga ini, ombak kecil pun mengayun-ayunkan kapal.
"Kapal rumah sakit ini kami desain sedemikian rupa. Goyangan-goyangan kecil itu ya butuh penyesuaian dari tim bedah, tapi operasi berjalan lancar," Agus menambahkan.
Dalam proses menangani pasien yang dioperasi, tindakan steril dilakukan, seperti masuk ke kamar operasi harus pakai masker. Artinya, jangan sampai terjadi infeksi pada pasien.
Advertisement
Sempat terkendala pelayaran
Kapal RS Terapung Ksatria Airlangga sebenarnya sempat terkendala pelayaran saat bertolak dari Surabaya, Jawa Timur. Ketetapan perizinan menyebut, kalau terjadi sesuatu di laut adalah tanggung jawab yayasan dan kapten.
"Isi surat pernyataannya begitu. Kami tandatangani saja. Izin berlayar dari Surabaya hanya menjamin pelayaran sampai Probolinggo. Selanjutnya, dari Probolinggo terserah mereka (pihak pelabuhan Probolinggi) mau izinkan atau enggak (menuju Lombok Utara)," papar Agus, yang juga dokter spesialis bedah saraf.
Bahkan pada waktu masuk Probolinggo, Agus dan tim kapal terpaksa harus bersembunyi dulu di pelabuhan perikanan selama 12 jam. Pukul 2 pagi (Minggu, 12 Agustus 2018), akhirnya sampai di sini," ungkap Agus.
Kapal ini berlayar dari Surabaya dan menempuh 40 jam pelayaran untuk sampai di Lombok Utara.