Liputan6.com, Jakarta Ada stigma yang melekat di masyarakat mengenai emosi negatif. Diibaratkan sebagai musuh yang menyerang, kita cenderung enggan untuk merasakan emosi negatif yang hadir. Cara termudah adalah untuk menolak dan tidak mengakui hadirnya emosi tersebut. Emosi negatif dianggap sebagai parasit yang harus dibasmi.
Emosi negatif muncul berdasar respons kita terhadap suatu kejadian yang tidak menyenangkan sehingga muncul mood yang buruk. Kejadian seperti saat di “php” sama temen, revisi skripsi atau kerjaan yang tidak kunjung kelar, atau kehilangan benda yang bermakna. Cakupan emosi negatif adalah perasaan sedih, kehilangan, frustrasi, kecemasan, kekecewaan, kemarahan dan ketakutan.
Susan David, Psikolog dari Universitas Harvard, mengatakan bahwa masyarakat dan bahkan diri sendiri seringkali menghakimi emosi negatif sebagai suatu hal yang buruk. Saat emosi negatif menyapa, kita cenderung ingin mengusirnya dan cuek, berharap seakan-akan bisa hilang dengan sendirinya. Kebiasaan tersebut tentu bisa berdampak pada kemampuan ketahanan mental diri dalam menghadapi kejadian buruk.
Advertisement
Berikut beberapa cara yang bisa kita lakukan saat merasakan emosi negatif yang hadir:
Sadari Pikiran dan Emosi Negatif yang Berulang
Pengulangan secara terus-menerus kejadian di pikiran kita yang memunculkan emosi negatif dinamakan dengan ruminasi. Ruminasi adalah bentuk respons diri terhadap suatu stres yang dilakukan dengan cara memikirkan kejadian yang membuat kita stres secara berulang- ulang.
Kita memikirkan saat dikecewakan oleh teman, kemudian muncul rasa frustrasi dan kecewa. Kemudian kita berpikiran buruk tentang teman itu secara berulang-ulang.
Baiknya kita mulai menyadari kalau sedang terjebak dalam lingkaran “setan”. Penyadaran membuat kita menghentikan siklus lingkaran “setan” tersebut. Penyadaran diibaratkan jadi langkah awal dalam menghadapi emosi negatif yang muncul.
Berilah Label pada Perasaan
Terkadang kita “galau” tentang perasaan yang datang. Rasanya campur aduk seperti, marah, sedih, kesal, atau kecewa menjadi satu. Saat dirundung kegalauan, berilah label pada emosi kita, seperti “Aku merasa marah” atau “Aku merasa kecewa”.
Memberikan label bermanfaat untuk memberikan jarak antara diri dan emosi yang ada. Apabila kita bisa membedakan diri kita dengan emosi yang ada, kita bisa lebih berpikir secara objektif mengenai emosi yang muncul.
Penerimaan
Menerima emosi negatif yang muncul memudahkan kita untuk melaluinya. Life isn’t about avoiding the storm, it’s about learning how to dance in the rain.
Bentuk penerimaan bisa diwujudkan dengan kita terbuka untuk merasakan perasaan tidak nyaman dari emosi negatif tanpa ada perlawanan diri. Awalnya memang terasa sulit untuk mengikhlaskan keadaan namun, penerimaan akan memunculkan perasaan lega dan damai dengan diri.
Memaknai Kembali Emosi Negatif yang Ada
Memaknai berarti kita memberikan waktu untuk merefleksikan diri tentang emosi yang ada. Setiap kejadian yang ada tentu membawa suatu pelajaran bagi diri kita. Adanya pemaknaan membuat kita menjadi dewasa secara emosional. Setiap emosi yang hadir mempunyai tujuannya sendiri. Kerelaan diri terhadap setiap kejadian memberikan kekayaan bermakna dalam menjalani hidup.
Bounce Back!
Roda kehidupan akan terus berputar. Baiknya kita tidak terus terlarut dalam emosi negatif yang muncul. Semua hal ada porsinya masing-masing. Apabila kita sudah merasa melampaui badai emosi negatif teruslah melanjutkan aktivitas. Kekuatan mental diri adalah saat kita bisa bangkit dari keterpurukan dan menjadi individu yang lebih baik.
Semua emosi yang hadir dalam kehidupan kita adalah suatu respon mengenai kejadian yang sedang terjadi. Emosi membantu kita sebagai umpan balik atas kejadian yang berlangsung. Semua emosi penting, terlepas dari negatif atau positifnya emosi tersebut.
Saat emosi negatif hadir selayaknya kita terbuka untuk menerimanya. Mengakui hadirnya emosi negatif, memberikan label pada emosi kita, memaknai kembali hadirnya emosi tersebut, dan lanjutkan hidupmu. Penerimaan itu memudahkan kita untuk melalui “badai” emosi negatif sehingga kita mampu menjalani hidup kita sebaik-baiknya.
Tulisan Fika Nadia dari Pijar Psikologi untuk Liputan6.com