Pengetahuan Jurnalis Terhadap Isu Bunuh Diri Masih Rendah

Survei terbaru AJI Jakarta, Komunitas Into The Light, dan LBH Pers mengungkap, pengetahuan jurnalis tentang isu bunuh diri masih rendah.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 26 Feb 2019, 10:00 WIB
Diterbitkan 26 Feb 2019, 10:00 WIB
Bunuh Diri
Pengetahuan jurnalis tentang bunuh diri masih rendah. (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Survei terbaru dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Komunitas Into The Light, dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers mengungkapkan bahwa pengetahuan jurnalis tentang isu bunuh diri masih rendah.

“Berdasarkan survei yang diikuti 132 jurnalis dari 83 media di Indonesia menunjukkan pengetahuan jurnalis terhadap isu bunuh diri masih rendah,” kata Anggota Divisi Gender, Anak dan Kelompok Marjinal AJI Jakarta, Widia Primastika dalam keterangan rilis pada Minggu, 24 Februari 2019.

Survei penelitian bunuh diri tersebut dilakukan pada Januari sampai Februari 2019 dengan mengelompokkan jurnalis ke dalam tiga kategori. Kategori jurnalis muda (bekerja 1-5 tahun) sebanyak 53 persen, madya (bekerja 6-10 tahun) sebanyak 45 persen, dan utama (bekerja lebih dari 10 tahun) sebanyak 32 persen.

Hasil temuan juga menunjukkan, kematian akibat bunuh diri termasuk berita yang lebih layak diberitakan daripada menelusuri rencana bunuh diri seseorang.

“Hasilnya, mayoritas jurnalis kategori muda setuju, kematian akibat bunuh diri lebih layak diberitakan daripada menginformasikan tentang pemikiran dan perencanaan bunuh diri seseorang," lanjut Primastika.

 

 

Saksikan video menarik berikut ini:

Melanggar Kode Etik Jurnalistik

Bunuh Diri
Ada sisi pemberitaan bunuh diri yang melanggar Kode Etik Jurnalistik. (iStockphoto)

Dari sisi pemberitaan bunuh diri, pada umumnya media massa menguraikan metode atau cara bunuh diri dengan rinci. Media massa juga secara jelas menyebutkan, penyebab tunggal hingga penggambaran kondisi korban secara mengerikan.

Pengemasan pemberitaan jurnalistik seperti ini melanggar Kode Etik Jurnalistik terkait larangan pemberitaan yang sadis dan itikad buruk. Pemberitaan tersebut justru keluar dari koridor fungsi pers sebagai penyampai edukasi ke publik.

Informasi bunuh diri yang rinci bisa mendorong orang dengan depresi atau dengan masalah serupa untuk melakukan bunuh diri.

Pengacara LBH Pers, Gading Yonggar Ditya menambahkan, jurnalis juga harus menyadari Pasal 8 ayat 7 UU No. 18 Tahun 2014 tentang Kesehatan Jiwa. Hal ini mengamanatkan media massa untuk turut berperan dalam upaya promotif kesehatan jiwa.

“Komentar negatif dalam peristiwa bunuh diri dapat membuat orang dengan kecenderungan bunuh diri dan depresi enggan mencari bantuan lantaran takut terkena stigma dan penghakiman dari orang banyak,” ujarnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya