Kapan Usia Paling Tepat Anak Sunat?

Selama ini, orangtua membawa anaknya untuk sunat di usia sekolah atau bahkan lebih muda. Namun, kapan usia tepat untuk melakukan proses ini?

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 28 Jun 2019, 06:00 WIB
Diterbitkan 28 Jun 2019, 06:00 WIB
ilustrasi pria sunat (iStockphoto)
ilustrasi pria sunat (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Sirkumsisi atau lebih dikenal dengan istilah sunat, merupakan prosedur yang sudah umum dilakukan oleh masyarakat Indonesia. Baik untuk kepentingan medis ataupun alasan keagamaan atau budaya.

Sunat pada dasarnya berarti memotong sebagian dari kulit penutup penis atau preputium, sehingga keseluruhan glans penis menjadi terlihat. Di masyarakat kita, seringkali prosedur ini dilakukan di usia bayi atau anak-anak.

Namun, usia berapa yang paling ideal bagi orangtua membawa anaknya untuk melakukan sunat?

"Dari sisi medis, tidak ada usia tertentu yang dipandang optimal untuk melakukan prosedur sirkumsisi," kata Yessi Eldiyani, dokter spesialis bedah anak Rumah Sakit Pondok Indah, Bintaro Jaya dalam rilis yang diterima Health Liputan6.com, ditulis Jumat (28/6/2019).

Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini

Kondisi Medis yang Tidak Boleh Sunat

Penis
Ilustrasi penis (iStockphoto)

Yessi mengatakan, sunat boleh dilakukan kapan saja. Asalkan, tidak boleh ada masalah atau indikasi medis tertentu.

Beberapa masalah tersebut seperti hipospadia atau kondisi ketika pasien seakan-akan telah disunat dari dalam kandungan. Selain itu, kondisi lain yang tidak direkomendasikan adalah epispadia, serta kelainan pembekuan darah seperti hemofilia atau anemia aplastik.

Mereka yang membawa anaknya untuk dikhitan sedari dini, biasanya memiliki alasan tertentu. Selain karena indikasi medis, juga untuk meminimalisasi risiko terjadinya infeksi saluran kemih.

"Manfaat yang didapat dari dengan sirkumsisi yang dilakukan ketika bayi, tidak jauh berbeda dengan tindakan sirkumsisi yang dilakukan ketika anak usia sekolah," katanya.

Perbedaannya hanya penggunaan bius yang diterima lebih sedikit, serta di usia bayi, mereka belum terlalu banyak bergerak. Karena itu, proses penyembuhannya pun bisa lebih cepat.

"Risiko khitan saat bayi, usia balita, hingga usia sekolah juga relatif sama," tutup Yessi. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya