Liputan6.com, Jakarta Dalam seminggu terakhir, muncul sebuah tantangan atau challenge baru di kalangan remaja. Video yang sedang ramai itu memperlihatkan tingkah remaja yang menempelkan bagian Cupid's Bow atau cekungan di bibir atas ke area antara bibir dan hidung. Video itu sendiri menjadi viral di TikTok.
Hampir semua video menunjukkan bagaimana proses mereka menempelkan bibirnya. Salah satu remaja menggunakan lem di atas bibir, menunggunya hingga mengering, dan menempelkan bibir mereka pada bagian yang lengket untuk mendapatkan tampilan bibir yang lebih tebal.
Baca Juga
Entah kapan dimulainya tantangan berbahaya untuk pertama kali. Akan tetapi aksi semacam ini bukanlah hal yang baru di TikTok.
Advertisement
Sebagian besar media sosial berbasis video ini adalah anak-anak, remaja, dan dewasa muda. Bagi anak-anak yang tidak berada di dalam pengawasan, tidak menutup kemungkinan akan mencontoh aksi tersebut tanpa memikirkan risiko kesehatan yang akan mereka hadapi.
Menurut American Academy of Dermatology (AAD), lem dapat menyebabkan seseorang terkena dermatitis kontak, yakni suatu alergi pada kulit. Lateks adalah penyebab paling umum dari dermatitis kontak, dan bahan ini sering dijumpai pada banyak lem.
Tak hanya memungkinkan adanya alergi, tantangan ini akan menimbulkan rasa sakit dan iritasi ketika sang pelaku mencoba untuk memisahkan bibir yang sudah menempel.
"Remaja menyukai tren, dan ini adalah cara bagi mereka untuk terus terhubung dengan kelompok seusianya dan memastikan bahwa mereka selalu up-to-date," kata Owen Muir, direktur pusat perawatan kesehatan mental, Brooklyn Minds, New York seperti dikutip Health pada Selasa, 17 September 2019.Â
Â
Mengapa Remaja Menyukai Tantangan Berbahaya
Muir menambahkan, otak remaja belum sepenuhnya terbentuk. Hal tersebut membuat kemampuan mereka untuk memikirkan sebuah risiko dalam suatu tindakan belum sepenuhnya berkembang.
Remaja juga masih dalam proses pencarian jati diri, dan biasanya remaja akan belajar melalui teman sebayanya. Di saat orang dewasa mungkin melihat tantangan ini sebagai suatu hal yang berbahaya, para remaja hanya terfokus pada suatu hal yang viral.
Penelitian sebelumnya menjelaskan tentang bagaimana media sosial berhubungan dengan mentalitas, mendorong seseorang memikirkan cara tertentu hanya untuk jumlah likes dari setiap posting-an.
Sebuah studi yang dipublikasikan dalam Journal of the American Medical Association (JAMA) menemukan bahwa remaja yang menghabiskan waktu lebih dari tiga jam per hari untuk bermain media sosial, lebih mungkin memiliki masalah kesehatan mental.
Studi tersebut mendukung gagasan bahwa terlalu banyak bermain media sosial dalam bentuk apa pun bukanlah hal yang baik untuk remaja.
"Jika Anda adalah orangtua yang khawatir anak Anda akan mengikuti tren berbahaya di TikTok, Anda harus menjelaskan tentang bahaya dari tantangan yang dilakukan dan bagaimana risiko terburuk yang mungkin timbul," ucap Muir.
Penulis: Diviya Agatha
Advertisement