Liputan6.com, Jakarta Komite Nasional Pengendalian Tembakau meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI tetap melakukan revisi terhadap Peraturan Pemerintah No. 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
Dukungan ini mengalir ke Kemenkes meski ada tiga asosiasi yang menolak usulan revisi PP 109/2012 itu. Menurut Komnas Pengendalian Tembakau, revisi yang dilakukan Kementerian Kesehatan merupakan upaya melindungi masyarakat dari dampak negatif konsumsi produk tembakau pada kesehatan.
Baca Juga
"Kami berharap, Kemenkes RI, khususnya Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto tetap meneguhkan motivasinya melakukan revisi PP 109 Tahun 2019 demi perlindungan masyarakat, terutama anak-anak, dari bahaya konsumsi rokok bagi kesehatan," kata kata Plt Ketua Umum Komnas Pengendalian Tembakau, Nafsiah Mboi.
Advertisement
Nafsiah menuturkan bahwa revisi terhadap PP 109/2012 merupakan hal yang amat mendesak dilakukan oleh pemerintah. Apalagi beban penyakit tidak menular akibat konsumsi produksi tembakau seperti strok, serangan jantung dan kanker paru menyebabkan penderitaan masyarakat. Belum lagi, konsumsi rokok juga menelan biaya pengobatan JKN dari BPJS Kesehatan semakin besar.
Salah satu hal yang direvisi dalam PP 109/202 mengenai perluasan pictoral health warning (PHW/peringatan kesehatan bergambar) menjadi 90 persen. Menurut Nafsiah, perluasan peringatan ini adalah terbaik untuk kondisi Indonesia sekarang.
"Perluasan PHW agar lebih efektif memenuhi hak masyarakat mendapatkan informasi yang benar dan mengurangi potensi munculnya bungkus rokok dengan desain-desain yang promotif," kata Nafsiah dalam rilis yang diterima Jumat (8/11/2019).
Saksikan juga video menarik berikut:
PHK di Industri Tembakau Tak Terkait PP 109/2012
Komnas Pengendalian Tembakau juga menekankan bahwa pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri rokok dan temkau tidak terkait dengan PP 109/212.
"Kejadian PHK bukan karena adanya PP 109 Tahun 2012 melainkan karena tren mekanisasi oleh produsen rokok untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya," kata Nafsiah.
Lalu, soal berkurangnya jumlah produsen rokok di Indonesia menurut Nafsiah akibat persaingan industri kecil dengan industri raksasa yang menguasai pasar.
Advertisement