Harga Masker Melejit, Pasien Cuci Darah Menjerit

Masker kian langka dan dibaderol dengan harga bombastis membuat pasien cuci darah kesulitan. Padahal masker digunakan untuk mencegah infeksi saat proses dialisis

oleh Fitri Syarifah diperbarui 05 Mar 2020, 20:00 WIB
Diterbitkan 05 Mar 2020, 20:00 WIB
ilustrasi memakai masker medis
ilustrasi memakai masker medis (sumber: iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Adanya wabah Virus Corona membuat sejumlah masyarakat yang panik mencoba menyetok masker. Alhasil, masker kian langka dan dibaderol dengan harga bombastis.

Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Samosir mendesak agar pemerintah lebih serius menangani persoalan masker yang langka dipasaran dan harga yang selangit. Hal ini sangat memberatkan masyarakat secara umum, khususnya para pasien dengan penyakit kronis dan berkebutuhan khusus.

“Ada tidak ada wabah Virus Corona, kami penyintas gagal ginjal (pasien cuci darah) khususnya yang menggunakan terapi cuci darah lewat perut dan transplantasi ginjal sangat memerlukan masker setiap harinya," kata Tony, seperti dimuat dalam keterangan pers yang diterima Liputan6.com.

"Setiap hari, kami bisa menggunakan sekitar lima masker secara bergantian. Bila prosedur ini kami langgar akan berakibat rentan terkena infeksi oleh bakteri atau virus apapun,” ungkap pasien gagal ginjal yang sudah transplantasi itu.

Menurutnya, sebelum Virus Corona masuk ke Indonesia, para pasien tersebut sudah menjerit karena langka dan mahalnya harga masker. Apalagi saat ini harga semakin tidak terkendali.

 

Setiap hari satu pasien butuh lima masker

Sikapi Kelangkaan Masker, Polda Metro Jaya Sidak Pasar Pramuka
Sebuah papan pemberitahuan kekosongan masker terpampang pada sebuah toko di Pasar Pramuka, Jakarta Timur, Rabu (4/3/2020). Polda Metro Jaya menggelar sidak di Pasar Pramuka untuk menyikapi lonjakan harga dan kelangkaan masker di pasaran terkait virus corona atau COVID-19. (merdeka.com/Imam Buhori)

“Setiap hari pasien cuci darah lewat perut (CAPD) membutuhkan masker minimal sebanyak lima buah. Ketika memasukan cairan dialisis ke rongga perut (rongga peritoneum) lewat kateter dan mengeluarkan cairan hasil proses dialisis, si pasien harus memakai masker untuk mencegah infeksi. Begitu juga pasien transplantasi ginjal, mereka ini sangat rendah daya tahan tubuhnya. Sangat mudah tertular penyakit infeksius” jelasnya.

Tony membeberkan banyak anggota KPCDI sekarang harus mengeluarkan uang lebih banyak lagi untuk membeli masker, yang semula hanya Rp5 ribu per hari menjadi 10 kali lipat harganya bahkan lebih.

“Dulu kami beli masker di harga 20 ribu per box. Sekarang mencapai ratusan ribu rupiah. Enggak masuk akal. Jumlah pengeluaran harian untuk masker sebesar itu sangat berat buat kami. Selain seumur hidup, biaya lainnya sebagai penyintas gagal ginjal yang tidak dicover BPJS Kesehatan sangat banyak,” katanya.

“Kalau kami tidak memakai masker karena tak punya duit, resikonya rentan terkena infeksi. Bila terinfeksi sama saja akan membunuh kami sebelum Virus Corona menyerang kami,” tegasnya.

Tony Samosir berharap para penegak hukum melakukan razia terhadap penimbun masker. Meminta pemerintah menjamin peningkatkan produksi masker dan mengatur harga agar tetap stabil.

“Kami juga mendesak khususnya kepada Kementerian Kesehatan dan Dinas Kesehatan Propinsi dan Kota agar membagikan masker secara gratis kepada para penderita penyakit kronis dan berkebutuhan khusus, dimana mereka memiliki daya tahan tubuh yang rendah dan rentan tertular penyakit infeksi,” tuntutnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya