BMKG: Iklim Tropis Indonesia Bikin Virus Corona Terhambat, tapi Mobilitas Masyarakat Tinggi

BMKG menyebut, iklim tropis di Indonesia membuat virus Corona terhambat, tapi mobilitas penduduk tinggi yang kuat berpengaruh.

oleh Fitri Haryanti Harsono diperbarui 05 Apr 2020, 19:00 WIB
Diterbitkan 05 Apr 2020, 19:00 WIB
FOTO: Aturan Masih Disiapkan, Pemudik Tetap Datangi Terminal Kampung Rambutan
Calon pemudik menanti waktu keberangkatan di area Terminal Kampung Rambutan Jakarta, Senin (30/3/2020). Pemerintah sedang menyiapkan peraturan terkait mudik lebaran 2020 untuk mengurangi mobilitas penduduk dalam upaya pencegahan penyebaran virus Corona COVID-19. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta Tim Gabungan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika - Univesitas Gadjah Mada menemukan, iklim tropis di Indonesia sebenarnya mampu menghambat kembang biak virus Corona COVID-19.

Berdasarkan kajian analisis statistik, pemodelan matematis dan studi literatur tentang Pengaruh Cuaca dan Iklim dalam Penyebaran COVID-19, kondisi iklim tropis dapat membuat virus lebih cepat menjadi tidak stabil.

"Sehingga  penularan virus Corona dari orang ke orang melalui lingkungan iklim tropis cenderung terhambat. Akhirnya, kapasitas peningkatan kasus terinfeksi untuk menjadi pandemi juga akan terhambat," jelas Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati melalui keterangan resmi yang diterima Health Liputan6.com, ditulis Minggu (5/4/2020).

"Tapi meningkatnya kasus virus Corona saat ini di Indonesia tampaknya lebih kuat dipengaruhi oleh pergerakan atau mobilitas manusia dan interaksi sosial."

 

**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.

Suhu Udara di Indonesia

Ilustrasi Cuaca Jakarta Cerah Berawan
Suhu udara di Indonesia menghambat virus Corona. (Istimewa)

Dari penelitian Chen et. al. (2020) dan Sajadi et. al. (2020), kondisi udara ideal untuk virus Corona berkembangbiak, yakni temperatur sekitar 8 sampai 10 derajat Celsius dan kelembaban 60-90 persen.

"Artinya, di lingkungan terbuka yang memiliki suhu dan kelembaban yang tinggi kurang ideal untuk penyebaran kasus COVID-19," Dwikorita menerangkan.

Kondisi cuaca/iklim serta kondisi geografi kepulauan di Indonesia relatif lebih rendah risikonya untuk berkembangnya wabah COVID-19. Indonesia yang juga terletak di sekitar garis khatulistiwa punya suhu rata-rata berkisar antara 27- 30 derajat celcius dan kelembaban udara berkisar antara 70-95 persen.

Menilik kajian literatur, Indonesia cenderung tidak ideal untuk outbreak COVID-19.

Penelitian Araujo dan Naimi (2020) memprediksi dengan model matematis yang memasukkan kondisi demografi manusia dan mobilitasnya. Kesimpulannya, iklim tropis dapat membantu menghambat penyebaran virus Corona.

Walau begitu, faktor yang berpengaruh kuat terhadap penyebaran Corona COVID-19 di Indonesia duga akibat mobilitas manusia dan interaksi sosial ketimbang pengaruh cuaca dan iklim.

Menekan Mobilitas Penduduk

FOTO: Aturan Masih Disiapkan, Pemudik Tetap Datangi Terminal Kampung Rambutan
Calon pemudik saat berada di area Terminal Kampung Rambutan Jakarta, Senin (30/3/2020). Pemerintah sedang menyiapkan peraturan terkait mudik lebaran 2020 untuk mengurangi mobilitas penduduk dalam upaya pencegahan penyebaran virus Corona COVID-19. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Tim BMKG - UGM perkuat oleh 11 Doktor di Bidang Meteorologi, Klimatologi dan Matematika, serta didukung oleh Guru Besar dan Doktor di bidang Mikrobiologi dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada.

Hasil kajian pengaruh cuaca dan iklim terhadap penyebaran Corona COVID-19 telah disampaikan kepada Presiden Joko Widodo dan beberapa kementerian terkait pada 26 Maret 2020.

"Laporan Tim BMKG -UGM merekomendasikan, apabila mobilitas penduduk dan interaksi sosial ini benar-benar dapat dibatasi. Disertai dengan intervensi kesehatan masyarakat (Luo et. al. 2020 dan Poirier et. al., 2020), maka faktor suhu dan kelembaban udara dapat menjadi faktor pendukung dalam memitigasi atau mengurangi risiko penyebaran wabah Corona," Dwikorita melanjutkan.

Sebaran Lebih Cepat

Roma yang Bak Kota Hantu
Foto udara pagi pada 30 Maret 2020, jalan utama Piazza Venezia dan Via del Corso yang sepi selama penerapan penutupan nasional atau lockdown di Roma. Roma menjelma bak kota mati pasca pemerintah Italia memberlakukan aturan lockdown untuk mencegah penyebaran virus corona. (Elio CASTORIA/AFP)

Virus Corona lebih menyebar cepat pada negara dengan lintang tinggi dan iklim yang lebih lembab. Hasil analisis Sajadi et. al. (2020) serta Araujo dan Naimi (2020) menunjukkan, sebaran kasus COVID-19 berada pada zona iklim yang sama, yaitu pada posisi lintang tinggi wilayah subtropis dan temperate.

Menurut penelitian tersebut dapat disimpulkan sementara, negara-negara dengan lintang tinggi cenderung mempunyai kerentanan yang lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara tropis.

Kajian Tim Gabungan BMKG-UGM menjelaskan, analisis statistik dan hasil pemodelan matematis engindikasikan, cuaca dan iklim termasuk faktor pendukung berkembangnya virus Corona dengan lintang linggi, tapi bukan faktor penentu jumlah kasus.

Simak Video Menarik Berikut Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya