Uji Klinis Potensi Obat Remdesivir untuk Pengobatan Pasien Corona COVID-19

Para peneliti menemukan potensi obat remdesivir eksperimental untuk perawatan pasien COVID-19

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 30 Apr 2020, 12:10 WIB
Diterbitkan 15 Apr 2020, 12:00 WIB
Peneliti Laboratorium
Ilustrasi Foto Peneliti (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Para peneliti terus melakukan uji coba untuk mencari pengobatan yang paling tepat untuk perawatan pasien COVID-19. Salah satunya adalah obat remdesivir, yang awalnya dikembangkan untuk melawan Ebola.

Sebuah catatan para ahli dari Gilead Sciences di New England Journal of Medicine baru-baru ini menyebutkan adanya potensi obat remdesivir eksperimental untuk pengobatan pasien COVID-19.

Dalam laporannya, para ahli melihat bahwa dua per tiga pasien virus corona yang mengalami gejala parah mengalami perbaikan kondisi usai mendapatkan pengobatan remdesivir eksperimental. Uji klinis ini dilakukan di antara 53 pasien.

Walau begitu, Jonathan D. Grein, penulis utama dalam penelitian ini dan direktur epidemiologi di Cedars-Sinai Medical Centre di Los Angeles, Amerika Serikat menegaskan bahwa belum ada kesimpulan yang pasti dari temuan tersebut.

"Namun pengamatan dari kelompok pasien rawat inap yang menerima remdesivir ini penuh harapan," katanya seperti dikutip dari South China Morning Post pada Selasa (14/4/2020).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Simak juga Video Menarik Berikut Ini


Keterbatasan Penelitian

Ilustrasi penelitian.
Ilustrasi penelitian. (iStockphoto)

Mengutip Business Insider Singapore, yang menjadi keterbatasan dalam penelitian ini adalah kurangnya kelompok kontrol sebagai pembanding. Sehingga, Chief Medical Officer Gilead, Merdad Parsey menyebut meski temuan ini menggembirakan, namun mereka tetap terbatas.

Lan Ke, kepala Wuhan University's State Key Laboratory of Virology mengatakan tingkat kematian dalam studi remdesivir adalah 13 persen. Angka ini lebih rendah daripada tingkat kematian pada uji klinis Kaletra yaitu sebesar 22 persen.

Namun, Lan Ke meminta agar para pakar berhati-hati ketika membandingkan angka kematian karena ada berbagai faktor lain yang perlu dipertimbangkan seperti perbedaan standar peralatan dan perawatan medis.

"Remdesivir tampaknya berperan dalam perbaikan klinis. Namun dengan kurangnya perbandingan dengan plasebo atau kelompok tanpa obat membuatnya sulit untuk menilai efektivitiasnya," kata Lan Ke.

"Juga tidak ada indikasi virologi penting di sini, seperti viral load dan lamanya viral load di sini."

Walau begitu, dia mengakui dirinya optimistis tentang studi terhadap remdesivir dan menantikan temuan hasil uji coba lain di kemudian hari.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya