Alasan Vaksin China Dipilih untuk Tekan Kasus COVID-19 di Indonesia

Menurut Kusnandi baru negara tersebut yang telah mengujicoba terhadap manusia.

oleh Arie Nugraha diperbarui 23 Jul 2020, 10:00 WIB
Diterbitkan 23 Jul 2020, 10:00 WIB
Sampel vaksin COVID-19 nonaktif di Sinovac Biotech Ltd. Beijing, China. (Xinhua/Zhang Yuwei)
Sampel vaksin COVID-19 nonaktif di Sinovac Biotech Ltd. Beijing, China. (Xinhua/Zhang Yuwei)

Liputan6.com, Bandung - Koordinator Uji Klinis Vaksin COVID-19 Kusnandi Rusmil mengungkap alasan Indonesia melakukan uji klinis fase tiga vaksin dari Sinovac Biotech, China. Menurut Kusnandi baru negara tersebut yang telah mengujicoba terhadap manusia. Sedangkan beberapa negara lain yang melakukan hal serupa, masih dalam tahap awal penelitian.

"Jadi isu yang beredar kenapa pakai vaksin China dan lain sebagainya. Ya memang baru di China dilakukan penelitian ini. Di luar memang banyak yang melakukan penelitian tapi belum bisa dipakai, belum sampai fase 3. Baru mulai fase 1 dan 2, yang fase 3 baru di China. Kita harus cepat menggunakan vaksin ini, karena kita sudah banyak korban dari COVID ini. Sehingga kita harus cepat, membikin vaksin," kata Kusnandi dalam keterangan resminya.

Kusnandi menjelaskan fase tiga pengujian vaksin COVID-19 ini harus ketat dalam hal keamanan penggunannya, dan harus multicenter. Indonesia merupakan salah satu negara yang tengah menjadi lokasi uji coba vaksin COVID-19 dalam fase 3 ini, bersama negara di Amerika Latin, India, Bangladesh, dan Chili.

Nantinya, sebut Kusnandi, jika penggunaan vaksin COVID-19 ini aman di lima negara tersebut, maka vaksin ini boleh dijual. Kusnandi menegaskan keamanan penggunaan vaksin ini dilakukan berkali-kali.

"Yang melakukan fase 1 dan 2 baru di China. Tempat lain baru mulai. Nanti hasilnya lebih lama lagi karena bahan yang kita mau pakai ini asalnya virus yang dimatikan. Jadi virus COVID yang dimatikan itu tidak akan menyebabkan penyakit COVID, tetapi dari hasil penelitian tadi dia menimbulkan zat anti penyakit. Jadi bisa mencegah penyakit ini, tapi ada kekurangannya. Suntikannya enggak bisa sekali, dua kali," ujar Kusnandi.

 

Penyuntikan dua kali ke relawan

Usai dilakukan penyuntikan vaksin COVID-19 sebanyak dua kali terhadap relawan, maka hasilnya akan dilihat enam bulan kemudian dengan mengambil contoh darah. Sehingga diketahui kualitas vaksin tersebut bekerja dengan baik atau tidak.

Rencananya sebut Kusnandi, percobaan suntikan vaksin COVID-19 itu dilakukan kepada 1.620 relawan. Lebih dari 1.500 relawan itu dilakukan tentunya usai percobaan penyuntikan terhadap ratusan orang di Cina pada fase 2.

"Setelah dipublikasikan dan semua orang bisa baca kemudian masuk fase 2, itu jumlah subjek yang digunakan kurang lebih ada 400 orang. Ini juga untuk melihat keamanan dan efektifitas. Ini juga dilakukan di China. Di China ternyata bagus dan sudah dipublikasikan. Semua orang bisa baca hasilnya setelah fase 2 bagus, baru masuk fase 3," jelas Kusnandi.

Publikasi yang dimaksudkan oleh Kusnandi adalah hasil penelitian vaksin COVID-19 pada fase 1 terhadap 50 - 100 orang ke majalah ilmiah dan diakui oleh organisasi kesehatan dunia (WHO). Hasil penelitian tentunya tidak menyebabkan penyakit dan tidak menyebabkan masalah. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya