Rugikan Kesehatan, Pengendalian Konsumsi Rokok Konvensional dan Elektronik Harus Tegas

Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) menyampaikan rekomendasi terkait konsumsi rokok berdasarkan hasil penelitian.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 08 Agu 2020, 11:00 WIB
Diterbitkan 08 Agu 2020, 11:00 WIB
Secarik Kertas dari Anak Ini Mampu Buat Orang Berhenti Merokok
Menghentikan seorang perokok untuk tidak merokok sangatlah susah.

Liputan6.com, Jakarta Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) menyampaikan rekomendasi terkait konsumsi rokok berdasarkan hasil penelitian yang membuktikan bahwa adanya beban ganda pada kesehatan, utilisasi kesehatan dan produktivitas pengguna rokok elektronik dan konvensional.

Ketua peneliti, Faizal Rahmanto Moeis, mengatakan bahwa penemuan studi ini menunjukkan rokok elektronik bukan menjadi substitusi rokok konvensional melainkan sebagian besar perokok elektronik adalah pengguna ganda dengan rokok konvensional sehingga keduanya memiliki hubungan saling melengkapi.

“Hal ini menunjukkan bahwa pengguna ganda akan mengalami dampak ganda pada indikator-indikator yang ditunjukkan dalam studi. Kemudian jika melihat perbandingan antara pengguna tunggal perokok elektronik dengan pengguna tunggal rokok konvensional, menunjukkan bahwa masing-masing jenis rokok tetap memiliki risiko pada kesehatan,” katanya dalam webminar PKJS-UI, Kamis (6/8/2020).

Oleh karena itu, Faizal menyebutkan bahwa sebenarnya berhenti merokok, lebih baik daripada beralih rokok. Dari hasil tersebut disampaikan beberapa rekomendasi antara lain:

1) Mengendalikan konsumsi dan pemasaran rokok elektronik dan konvensional secara bersamaan karena akar permasalahan dari penggunaan rokok elektronik adalah adanya persepsi bahwa rokok elektronik lebih sehat ataupun merupakan alat berhenti untuk perokok konvensional tetapi bukti penelitian tidak mendukung persepsi tersebut.

2) Sifat rokok elektronik dan rokok konvensional adalah komplemen, maka kebijakan kenaikan harga rokok elektronik maupun konvensional merupakan salah satu solusi untuk menurunkan prevalensi sekaligus pengguna ganda.

3) Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat dampak buruk dari penggunaan rokok elektronik baik dual user maupun pengguna tunggal, sehingga bagi perokok konvensional alternatif terbaik adalah berhenti merokok dibandingkan berpindah menjadi perokok elektronik.

Simak Video Berikut Ini:

Risiko Penyakit pada Perokok Ganda

Ketua PKJS-UI, Ir. Aryana Satrya, M.M., Ph.D mengatakan rokok elektronik dianggap sebagai alternatif yang lebih sehat ataupun alat untuk berhenti mengonsumsi rokok konvensional. Namun, kenyataannya justru membuat perokok menjadi pengguna ganda dan membuat risikonya berlipat ganda.

Risest Kesehatan Dasar 2018 dan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2019 menemukan beberapa hal penting pada pengguna pengguna ganda dibandingkan dengan pengguna tunggal, antara lain:

1) Pengguna ganda memiliki probabilitas untuk mengidap penyakit asma, hipertensi, stroke, gagal ginjal, dan rematik lebih tinggi dibandingkan pengguna tunggal.

2) Pada penduduk usia di atas 40 tahun, pengguna ganda memiliki probabilitas untuk mengidap penyakit diabetes, jantung, dan kanker lebih tinggi dibandingkan pengguna tunggal.

3) Pengguna ganda memiliki probabilitas untuk memiliki gigi rusak, penyakit gusi, dan sariawan lebih tinggi dibandingkan pengguna tunggal.

4) Pengguna ganda memiliki asosiasi positif dengan jumlah komplikasi penyakit yang dimiliki dibanding pengguna tunggal.

5) Pengguna ganda memiliki jam kerja yang lebih rendah dan utilisasi kesehatan yang lebih tinggi dibanding pengguna tunggal. Pengguna ganda memiliki jam kerja 0,69 jam/minggu lebih rendah dibanding pengguna tunggal.

Prevalensi perokok konvensional (tembakau) dan perokok elektronik semakin mengkhawatirkan di Indonesia. Prevalensi perokok konvensional aktif usia 15 tahun ke atas mencapai 33,8 persen dari populasi Indonesia pada 2018 menurut Riskesdas. Kondisi ini diperparah dengan peningkatan prevalensi perokok elektronik dari 0,3 persen di 2011, 2,32 persen di 2017, menjadi 2,10 persen di 2019.

Dengan demikian, pengendalian konsumsi rokok baik pada rokok elektronik maupun rokok konvensional harus dipertegas dan diimplementasikan untuk membantu pencapaian SDGs dan perwujudan visi Indonesia, yaitu SDM Unggul, Indonesia Maju melalui manusia yang sehat dan berkualitas.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya