Liputan6.com, Jakarta Pandemi COVID-19 membuat pelayanan Keluarga Berencana (KB) di berbagai fasilitas kesehatan terhambat. Ini dapat menyebabkan melonjaknya angka kehamilan yang tidak diinginkan dan pada akhirnya juga dapat berpengaruh pada angka kematian ibu dan bayi.
Kepala United Nation Population Fund (UNFPA) Indonesia Mela Hidayat menyampaikan beberapa upaya untuk mencegah terjadinya hal yang tidak diinginkan dalam 3 dimensi intervensi.
Baca Juga
“Khusus untuk UNFPA terkait pandemi, kami secara konkret setidaknya ada 3 dimensi intervensi. Salah satunya generate evidence,” kata Mela dalam webinar DKT Indonesia, ditulis pada Sabtu (26/9/2020).
Advertisement
Dalam upaya generate evidence, pihak Mela melakukan analisis dan kajian untuk mencari bukti (evidence) terkait dampak konkret dari pandemi terhadap kesehatan reproduksi.
“Jadi kita berharap untuk punya dan sudah ada beberapa fakta yang harapannya nanti bukti ini dijadikan dasar untuk memperkuat aturan dan program. Jadi setelah bukti ini kita miliki, kita bekerja sama dengan pemerintah dan stakeholder lain untuk memperkuat kebijakan, program, atau intervensi.
Simak Video Berikut Ini:
Service Delivery
Dimensi selanjutnya adalah service delivery. “Walaupun strategi kita tidak bergerak di service delivery tapi di masa pandemi ini kita mengupayakan pelayanan kesehatan reproduksi itu semaksimal mungkin bisa terus berlanjut.”
Service delivery dilakukan guna memastikan berbagai hal yang dibutuhkan dapat terpenuhi. Misalnya alat pelindung diri (APD) bagi bidan, memastikan ketersediaan layanan, mengidentifikasi berita bohong dan persepsi yang merugikan.
Advertisement
Pandemi Sebagai Tanggap Darurat Bencana
Solusi ketiga adalah memasukkan pandemi ke dalam golongan tanggap darurat bencana. Menurutnya, solusi ini biasanya diterapkan untuk penanganan ketika bencana alam.
“Itu memang banyaknya bencana alam, sudah komprehensif sekali. Tapi bencana pandemi itu kita tidak pernah. Dengan pengalaman seperti ini lah kita melakukan pengaturan terhadap strategi penanganan bencana.”
Mela menambahkan, pelayanan kesehatan reproduksi semaksimal mungkin diupayakan agar tidak memicu penularan penyakit. Hal ini dilakukan dengan memberi proteksi pada pemberi dan penerima pelayanan agar tidak saling menularkan.
“Protokol ini memang harus secara cermat dilakukan. Biasanya, yang menjadi kendala adalah ketersediaan pasokan untuk protokol itu bisa dijalankan 100 persen. Kemudian tata cara menjalankan protokol, misal saat memakai APD, kalau caranya tidak benar itu tetap menambah risiko penularan.”
Tantangannya adalah bagaimana menerapkan semua protokol kesehatan dengan tata cara yang benar dan dilakukan oleh semua pihak. Dalam hal ini kerja sama sangat diperlukan agar keamanan dan kenyamanan bisa terwujud, tutupnya.
Infografis Bidan Terpapar COVID-19
Advertisement