Penelitian Terbaru, Pengobatan Gagal Jantung Datang Dari Obat Antidiabetes

Tidak menutup kemungkinan di masa depan obat antidiabetes digunakan sebagai terapi gagal jantung

oleh Aditya Eka Prawira diperbarui 29 Sep 2020, 09:30 WIB
Diterbitkan 29 Sep 2020, 09:30 WIB
Mengobati Diabetes dan Baik Untuk Jantung
Ilustrasi Penderita Diabetes Credit: pexels.com/PhotoMIX

Liputan6.com, Jakarta - Terapi gagal jantung tidak sekadar meningkatkan kualitas hidup pasien menjadi lebih baik, tapi juga dapat menurunkan angka kematian.

Terapi standar untuk pasien gagal jantung di antaranya obat-obatan, pemasangan alat di jantung, dan transplantasi jantung.

Dari ketiga jenis terapi tersebut, dua di antara memang membutuhkan biaya yang tak sedikit.

Bahkan, Dr Siti Elkana Nauli SpJP, mengatakan, pemasangan alat pacu jantung terbaru dan mutakhir seperti left ventricular assist device (LVAD) dan transplantasi jantung belum tersedia di Indonesia.

"Itu mengapa dikembangkannya obat-obatan baru yang terbukti bisa mengurangi angka kesakitan dan kematian pasien gagal jantung, tentu menjadi sebuah berita yang ditunggu-tunggu," kata Siti, Dokter Spesialis Jantung dan Pembuluh Darah yang berpraktik di RS Sari Asih Karawaci.

Dari rilis yang diterima Health Liputan6.com pada Selasa, 29 September 2020, bertepatan dengan Hari Jantung Sedunia atau World Heart Day, disebutkan bahwa ke depan tidak menutup kemungkinan obat antidiabetes bisa dipakai untuk pengobatan gagal jantung.

Salah satu penelitian terbaru untuk pengobatan gagal jantung datang dari obat antidiabetes dari golongan SGLT2, yaitu Empagliflozin.

 

Simak Video Berikut Ini

Obat Antidiabetes untuk Terapi Gagal Jantung

Prof dr Ketut Suastika dari Fakultas Kedokteran Udayana Bali, menjelaskan, awalnya SGLT2 memang obat antidiabetes. Namun, dalam perkembangannya, obat tersebut tak hanya bermanfaat menurunkan gula darah, tetapi juga manfaat lainnya.

Seperti misalnya membantu mengeluarkan kelebihan garam melalui ginjal, memerbaiki tekanan darah, mengurangi kegemukan, dan menekan peradangan.

"Itu semua berkontribusi pada perbaikan gejala gagal jantung, baik pada pasien diabetes maupun non diabetes," kata Ketut.

Uji klinis EMPEROR-Reduced Fase III yang diumumkan oleh Boehringer Ingelheim baru-baru ini, menunjukkan adanya penurunan kematian akibat kardiovaskular dan penurunan rawat inap karena gagal jantung sebesar 25 persen, pada penderita gagal jantung dengan dan tanpa diabetes tipe 2 yang diberikan Empagliflozin.

Sebelumnya, pada uji klinis EMPA-REG OUTCOME juga telah ditemukan bahwa Empagliflozin merupakan inhibitor SGLT2 pertama yang menunjukkan penurunan kematian dan rawat inap terkait kardiovaskular akibat gagal jantung pada orang dengan diabetes tipe 2 dan penyakit kardiovaskular yang sudah ada sebelumnya.

Lebih lanjut Ketut, mengatakan, saat ini Empagliflozin merupakan obat antidiabetes pertama dengan indikasi kardiovaskular pada pasien dengan diabetes tipe 2. Namun, belum diindikasikan untuk pengobatan gagal jantung.

Hasil uji klinis ini adalah hal baru, sehingga perlu waktu bagi otoritas lokal di Indonesia untuk menyetujui obat tersebut diindikasikan untuk gagal jantung, katanya.

 

Mencegah Terjadinya Gagal Jantung Jauh Lebih Baik Ketimbang Mengobati

Meskipun ada sedikit angin segar, baik Siti maupun Ketut menekankan mencegah jauh lebih baik daripada mengobati. Cegah faktor risiko gagal jantung jangan sampai terjadi.

Ketut, mengatakan, gagal jantung bisa dicegah dengan mengendalikan faktor risikonya seperti hipertensi, penyakit jantung koroner, dan diabetes.

Sementara itu Siti mengatakan bahwa pemilihan obat untuk pasien sejak awal terdiagnosis harus tepat, entah itu pasien hipertensi, pasien jantung koroner, dan pasien diabetes.

"Jika pasien memiliki faktor risiko gagal jantung, dicegah untuk tidak menjadi gagal jantung dengan memberikan terapi terbaik," katanya.

Siti, menjelaskan, mekanisme gagal jantung sangat kompleks lantara melibatkan banyak jalur.

Meskipun SGLT2 belum diketahui bisa menghambat proses terjadinya gagal jantung dari jalur mana, tapi dari penelitian terbukti efeknya sangat baik untuk pasien gagal jantung, baik disertai diabetes maupun tidak.

Apabila pasien diabetes, hipertensi maupun penyakit jantung koroner saat terdiagnosis pertama kali sudah memiliki gejala awal gagal jantung, lanjut Siti, segera berikan terapi agresif dengan tujuan memerbaiki kualitas hidupnya akan mencegah perawatan rumah sakit berulang.

"Dengan begitu kualitas hidup pasien membaik dan tidak berkembang menjadi gagal jantung tahap akhir," kata Siti

Infografis Jantung

Infografis jantung kemkes
Infografis jantung kemkes
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya