Wabah Ebola Kesebelas di Kongo Dinyatakan Berakhir

WHO pun ikut memuji pencapaian Kongo setelah menyatakan bahwa negara itu bebas dari wabah kesebelas dari Ebola

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 19 Nov 2020, 15:00 WIB
Diterbitkan 19 Nov 2020, 15:00 WIB
Ilustrasi Virus Ebola
Ilustrasi Virus Ebola (Liputan6.com/Sangaji)

Liputan6.com, Jakarta Republik Demokratik Kongo mengumumkan berakhirnya wabah Ebola kesebelas, yang terjadi di provinsi Equateur, setelah enam bulan sejak pertama kali dilaporkannya kasus.

Pengumuman ini juga dilaporkan di tengah meningkatnya kasus COVID-19 di negara Afrika Tengah tersebut, dan pertama kalinya Kongo bebas dari Ebola dalam waktu sekitar dua setengah tahun.

Dilaporkan AP News, dikutip Kamis (19/11/2020), Menteri Kesehatan Kongo Eteni Longondo, mengatakan pada Rabu kemarin bahwa tidak ada kasus baru yang tercatat dalam lebih dari 48 hari terakhir.

Namun, Longondo tetap mengimbau masyarakat untuk tetap waspada dan terus menjaga kebersihan. Hal ini demi mencegah munculnya Ebola serta mencegah penyebaran virus corona.

"Pencapaian besar ini menunjukkan bahwa jika bersama kita bisa melewati tantangan kesehatan apapun," kata Direktur Jenderal World Health Organization (WHO) Tedros Adhanom Ghebyresus memuji Kongo dalam unggahannya di Twitter, seperti dikutip dari UN News.

 

 

 

Simak Juga Video Menarik Berikut Ini

Tantangan dalam Pengendalian

Menurut WHO dan Kementerian Kesehatan Kongo, terdapat lebih dari 55 kematian yang dilaporkan, 119 kasus Ebola terkonfirmasi, dan 75 sembuh semenjak wabah diumumkan pada 1 Juni lalu.

Wabah di Kongo barat muncul tak lama sebelum Kongo bagian timur secara resmi menyatakan akhir wabah Ebola pada 25 Juni lalu.

Sebelumnya, Ebola di Kongo timur membuat 2.280 orang meninggal dalam dua tahun. Namun, para pejabat menyebut bahwa dua strain virus tidak saling berkaitan.

"Epidemi virus Ebola kesebelas ini telah menyebar lebih banyak ke zona kesehatan sungai dan danau," kata Longondo.

"Ini merupakan tantangan utama logistik dalam hal pelaksanaan kegiatan tanggap darurat dalam sistem kesehatan yang telah dilemahkan oleh epidemi sebelumnya, dan oleh keterlibatan masyarakat yang lemah," ujarnya.

Wabah tersebut sempat dikhawatirkan akan mencapai Ibu Kota Kinshasa sebelum dapat dikendalikan. Tantangan penanggulangan diperumit oleh pandemi COVID-19, serta penyebaran kasus Ebola di dareah terpencil.

Banyak daerah terdampak yang hanya bisa diakses dengan perahu atau helikopter dan memiliki kapasitas telekomunikasi yang terbatas. Seringkali kondisi ini juga diperlambat karena mogoknya penyedia layanan kesehatan terkait upah.

Membantu dalam Penanganan COVID-19

[Fimela] Ebola
Ebola | pexels.com/@padrinan

Meski begitu, otoritas kesehatan dilaporkan telah berhasil melakukan vaksinasi pada lebih dari 40 ribu orang.

"Mengatasi salah satu patogen paling berbahaya di dunia dalam komunitas terpencil dan sulit diakses menunjukkan apa yang mungkin terjadi ketika sains dan solidaritas bersatu," kata Direktur Regional WHO untuk Afrika Matshidiso Moeti.

Moeti mengatakan, teknologi yang digunakan untuk menyimpan vaksin Ebola pada suhu super dingin akan sangat membantu jika vaksin COVID-19 dibawa ke Afrika.

"Menangani Ebola secara paralel dengan COVID-19 tidaklah mudah," kata Moeti.

"Namun banyak keahlian yang kita bangun untuk satu penyakit, dapat dialihkan ke penyakit lain dan menggaris bawahi pentingnya berinvestasi dalam kesiapsiagaan darurat dan membangun kapasitas lokal," pungkasnya.

Infografis: Perjalanan Wabah dan Vaksinnya

Infografis: Perjalanan Wabah dan Vaksinnya (Liputan6.com / Abdillah)
Infografis: Perjalanan Wabah dan Vaksinnya (Liputan6.com / Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya