Liputan6.com, Jakarta - Data Center for Disease Control and Prevention 2020 menyebutkan bahwa salah satu kelompok yang menunjukkan distress psikologis tinggi sebagai gangguan kesehatan jiwa akibat COVID-19 adalah anak dan remaja.
Gangguan kesehatan jiwa pada anak dan remaja seringkali dipicu oleh family distress, pendidikan terhenti mendadak dan ketidakpastian masa depan.
Baca Juga
Maka dari itu, Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa DKI Jakarta, Nova Riyanti Yusuf, menyarankan bagi pihak sekolah untuk menerapkan 5T sebagai bentuk edukasi kesehatan jiwa di lingkungan sekolah.
Advertisement
5T ini terdiri dari talking, training, teaching, tools, dan taking care.
“Yang pertama membudayakan talking about mental health di mana murid bisa terbuka tentang kesehatan jiwa dan meminta bantuan serta mengurangi stigma tentang kesehatan jiwa itu sendiri,” kata Nova dalam webinar MA Citra Cendekia pada pekan lalu.
Ia menambahkan, semakin cepat murid berdiskusi tentang masalah kesehatan jiwa yang dihadapi maka semakin baik. Gangguan jiwa pada dasarnya sama dengan gangguan lain di mana diagnosis dini dan perawatan yang tepat dapat sangat membantu.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Simak Video Berikut Ini:
Training Hingga Taking Care
T kedua adalah Training, yaitu memberikan pelatihan-pelatihan kepada tenaga pendidik di sekolah. Hal ini dibutuhkan agar tenaga pendidik bisa memberikan informasi yang benar kepada para siswa.
“Ketiga, Teaching, yaitu mengintegrasikan sistem pembelajaran dalam kurikulum sekolah ataupun dalam pembelajaran mengenai kesehatan mental.”
Keempat adalah Tools, yaitu tersedianya infrastruktur untuk menyalurkan beban mental yang dialami siswa. Misalnya dengan menyediakan saluran curhat, ruang rekreatif di sekolah atau sejenisnya.
Terakhir, Taking care yang ditujukan kepada para tenaga pendidik untuk peduli dengan kesehatan mental dirinya dan siswa.
“Poin terakhir itu juga sangat menentukan, karena tenaga pendidik adalah agen utama. Jadi pihak sekolah juga perlu meningkatkan kesehatan jiwa tenaga pendidiknya.”
Nova menjelaskan, untuk menjaga kesehatan mental siswa, diperlukan kerja sama antara pihak sekolah, orangtua dan juga keterbukaan dari siswa itu sendiri.
“Jadi tidak dapat berdiri sendiri,” ujar Sekretaris Jenderal Asian Federation of Psychiatric Associations itu.
Advertisement