Mengenal Tiap Fase Proses Pembuatan Vaksin COVID-19 yang Tak Sembarangan

Tahap demi tahap dilakukan hingga akhirnya vaksin COVID-19 bisa diuji coba dan diberikan kepada manusia

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 03 Feb 2021, 13:27 WIB
Diterbitkan 03 Feb 2021, 13:27 WIB
Ketua IDI Terpilih Vaksinasi COVID-19 Bersama Nakes RSUD Cengkareng
Petugas vaksinator menyiapkan vaksin CoronaVac dari SinoVac di RSUD Cengkareng, Jakarta, Kamis (14/01/2021). Vaksinasi Covid-19 tahap awal dijadwalkan berlangsung dari Januari hingga Februari 2021. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Liputan6.com, Jakarta - Vaksin COVID-19 tidak dibuat secara sembarangan. Berbagai tahap dan pengujian telah dilakukan para peneliti guna menemukan vaksin yang bisa mengeluarkan setiap orang dari kondisi pandemi Virus Corona.

Menurut Peneliti Utama Uji Klinis Vaksin COVID-19 Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Prof Kusnandi Rusmil, uji klinis vaksin Corona terbagi dalam tiga tahap yakni uji laboratorium pada hewan atau uji praklinis, uji klinis (uji pada manusia), serta tahap persetujuan dan lisensi.

Pengujian pada hewan dilakukan untuk melihat respons imun, menentukan dosis yang aman saat uji klinis, dan mencoba ketahanan hewan post imunisasi terhadap infeksi penyakit.

“Uji klinis ini dilakukan pada kera yang kemudian disuntik intravena. Kita lihat jaringan di paru-paru, otak, dan sebagainya. Kalau pada hewan tidak terjadi apa-apa maka dilanjutkan dengan uji klinis pada manusia,” ujar Kusnandi dalam webinar Kementerian Kesehatan pada Rabu, 3 Februari 2021.

Uji klinis pada manusia juga terbagi dalam tiga fase. Pada Fase I dilakukan penyuntikan pada sukarelawan, standar relawan sehat yang perlu disuntik adalah 20 hingga 80 orang.

Fase II mirip dengan Fase I, tapi jumlah sampel lebih banyak hingga ratusan orang. Fase II dilakukan untuk menilai keamanan, imunogenitas, dosis yang akan digunakan, jadwal pemberian, dan cara penyuntikan vaksin.

Sedangkan Fase III adalah uji klinis yang lebih besar. Dilakukan untuk menilai keamanan dan efikasi secara luas, melihat efek samping yang lebih jarang, dan sampel bisa mencapai ribuan hingga puluhan ribu orang.

Dalam proses pembuatan vaksin baru, kesulitan tidak hanya ditemukan dalam menemukan antigen yang sesuai tapi juga sulit menemukan komponen lain. Proses manufacturing uji klinis dan regulasi juga sangat rumit dan sulit, tambah Kusnandi.

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Simak Video Berikut Ini

Lebih Cepat dari Vaksin Lain

Pengembangan vaksin COVID-19 disebut rumit dan sulit, lantas mengapa semua prosesnya lebih cepat dari vaksin-vaksin lain?

Biasanya, kata Kusnandi, pengembangan vaksin dapat berlangsung selama 10 hingga 15 tahun. Mulai dari tahap eksploratori di laboratorium yang memakan waktu dua hingga empat tahun. Dilanjutkan dengan tahap praklinis pada tikus atau kera selama satu hingga dua tahun.

Belum lagi tahap klinis yang terdiri dari tiga fase. Yakni Fase I yang memakan waktu satu hingga dua tahun, Fase II selama dua tahun, dan Fase III selama 3 sampai 4 tahun.

"Tetapi oleh karena pandemi, WHO minta dipercepat agar vaksin bisa digunakan secepatnya. Walau vaksin belum selesai tapi ada Emergency Use Authorization (EUA),” katanya.

EUA adalah otorisasi penggunaan darurat yang dikeluarkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk mempercepat izin penggunaan vaksin. EUA hanya bisa dikeluarkan dalam kondisi-kondisi darurat seperti pandemi COVID-19.

EUA tersebut menjadi salah satu alasan mengapa vaksin COVID-19 dapat digunakan lebih cepat ketimbang vaksin-vaksin lainnya.

 

Infografis 9 Panduan Imunisasi Anak Saat Pandemi COVID-19

Infografis 9 Panduan Imunisasi Anak Saat Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis 9 Panduan Imunisasi Anak Saat Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya