Liputan6.com, Jakarta - Baru-baru ini ramai dibicarakan tentang Perdana Menteri Pakistan yang positif COVID-19 walaupun sudah divaksinasi, meski memang baru penyuntikan pertama.
Di Indonesia sendiri sudah ada beberapa laporan mengenai kepala daerah yang positif tertular Virus Corona, bahkan setelah menerima suntikan vaksin Corona dosis kedua.
Baca Juga
Kondisi ini pun membuat orang jadi bertanya-tanya, kenapa hal ini masih bisa terjadi?
Advertisement
Menurut Mantan Direktur WHO Asia Tenggara dan Mantan Dirjen P2P & Ka Balitbangkes, Prof Tjandra Yoga Aditama, setidaknya ada tiga hal yang dapat menjelaskan alasan orang yang sudah vaksinasi masih bisa kena COVID-19.
Pertama, orang yang sudah vaksinasi seolah memiliki banyak proteksi, padahal kekebalan baru akan terbentuk dengan baik beberapa waktu sesudah suntikan kedua.
Artinya, beberapa hari sesudah suntikan pertama, belum cukup terbentuk antibodi dalam tubuh manusia untuk mencegah terjadinya penyakit.
“Jadi, kemungkinan pertama seseorang ternyata positif COVID-19 beberapa hari sesudah disuntik vaksin adalah karena memang dia belum ada cukup antibodi sehingga masih mungkin tertular dan sakit,” ujar Tjandra kepada Health Liputan6.com melalui pesan teks pada Minggu (21/3/2021).
Penjelasan kedua adalah seseorang sudah tertular Virus Corona beberapa hari sebelum penyuntikan dilakukan. Misalnya, seseorang tertular virus SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 pada tanggal 1 dan baru divaksinasi pada tanggal 4. Ketika orang tersebut menjalani tes PCR pada tanggal 7 ternyata dia positif.
“Kejadian sakitnya memang sudah terjadi sebelum vaksinasi dilakukan. Kita tahu akan ada masa inkubasi yang katakanlah 7 hari, jadi walau virus masuk tanggal 1 maka baru sekitar tanggal 7 akan ada gejala," Tjandra menambahkan.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Simak Video Berikut Ini
Alasan Ketiga
Hal ketiga yang memungkinkan seseorang positif COVID-19 walau telah vaksinasi adalah terkait efikasi. Vaksin COVID-19 yang ada di dunia sekarang ini tidak ada yang efikasinya 100 persen.
“Artinya tidak ada vaksin yang 100 persen dapat menjamin bahwa seseorang tidak akan bisa sakit sama sekali, tidak ada proteksi 100 persen.”
Angka efikasi yang ada menunjukkan persentase rendahnya kemungkinan tertular dibandingkan mereka yang tidak divaksinasi. Jadi, jika efikasi di bawah 100 persen seperti yang ada sekarang ini maka pasti akan ada saja kemungkinan seseorang tetap dapat tertular dan jadi sakit walau sudah dapat vaksinasi secara lengkap, kata Tjandra.
“Hanya saja, kemungkinan jadi sakitnya menjadi lebih kecil sejalan dengan angka efikasi vaksin yang bersangkutan. Juga. kalau toh tertular dan jadi positif COVID-19 maka diharapkan gejalanya relatif lebih ringan daripada mereka yang tidak divaksinasi sama sekali.”
Penelitian vaksin sejauh ini juga belum dapat sepenuhnya menjawab potensi penularan pasien positif yang sudah vaksinasi. Belum ada angka pasti berapa lama proteksi akan bertahan.
“Tetapi, secara jelas dan berbukti ilmiah bahwa vaksin memang akan melindungi kita dari COVID-19. Karena itu, kalau memang sudah mendapat kesempatan maka vaksinasi harus dilakukan, demi kita sendiri, demi keluarga dan lingkungan kita,” tutup Tjandra.
Advertisement