Ketahui Gejala Saraf Terjepit di Leher dan Pengobatan dengan Teknik Operasi PECD

Bekerja menggunakan laptop, komputer dan smartphone yang terlalu lama dan tidak tepat bisa berisiko menyebabkan saraf terjepit di leher.

oleh Gilar Ramdhani pada 10 Apr 2021, 00:00 WIB
Diperbarui 09 Apr 2021, 17:26 WIB
Ketahui Gejala Saraf Terjepit di Leher dan Pengobatan dengan Teknik Operasi PECD
Ilustrasi gejala saraf terjepit di leher. (Shutterstock)

Liputan6.com, Jakarta Perkembangan teknologi yang pesat telah banyak mempengaruhi kehidupan manusia. Di satu sisi, banyak manfaat positif yang dirasakan, namun di sisi lain ada dampak negatif yang tidak bisa terhindarkan. Misalnya saja generasi milenial dan muda-mudi saat ini yang semakin aktif menggunakan laptop, komputer, dan smartphone memiliki resiko terkena masalah saraf terjepit di leher.

Akibat aktivitas yang intens dengan perangkat tersebut, ditambah posisi duduk salah dan kepala yang kerap kali menunduk berisiko memicu nyeri pada tengkuk atau leher serta kesemutan yang menjalar dari bahu hingga tangan dapat sangat mengganggu aktifitas sehari-hari.

Dokter Spesialis Bedah Ortopedi & Traumatologi di Rumah Sakit EMC Tangerang, dr. Harmantya Mahadhipta, Sp.OT (K)Spine menyebutkan salah satu penyakit yang sering dialami oleh pekerja karena menggunakan laptop, komputer dan smartphone adalah HNP (Herniated Nucleus Pulposus). 

Ilustrasi gejala saraf terjepit di leher
Ilustrasi gejala saraf terjepit di leher. (Shutterstock)

"Keadaan HNP merupakan penonjolan bantalan sendi daerah leher yang dapat menyebabkan terjadinya jepitan saraf leher," demikian kata dr. Harmantya Mahadhipta dikutip dari laman emc.id.

Adapun gejala yang dapat ditimbulkan meliputi nyeri pada tengkuk atau bagian belakang kepala antara lain nyeri pada belikat, kesemutan yang menjalar dari leher ke tangan, baal di tangan, atau bahkan hingga kelemahan pada bahu, siku, maupun jari.

"Pada tahap jepitan yang lebih lanjut, dapat ditemukan keluhan myelopathy meliputi gangguan keseimbangan, gangguan koordinasi gerak halus (seperti mengancing baju, menggunakan sendok, sering menjatuhkan barang), hingga kelumpuhan," jelasnya.

HNP Cervical Terapi atau Operasi?

HNP Cervical Terapi atau Operasi?
Ilustrasi gejala saraf terjepit di leher. (Shutterstock)

Secara garis besar penanganan HNP cervical, menurut  dr. Harmantya Mahadhipta bisa berupa terapi konservatif (tanpa operasi) ataupun tindakan operasi. 

"Terapi konservatif harus diusahakan terlebih dahulu selama 4-6 minggu, karena 80% gejala HNP cervical dapat hilang dengan terapi konservatif yang meliputi obat, fisioterapi, akupuntur, injeksi, dan perbaikan posisi kerja," sebutnya.

Bila terapi masih belum menyembuhkan penyakit dan menghilangkan gejala-gejala, maka tindakan operasi bisa menjadi pilihan. dr. Harmantya Mahadhipta menyebutkan bahwa 20% kasus HNP cervical memerlukan tindakan operasi. 

"Indikasi operasi pada kasus HNP cervical antara lain jika terapi konservatif sudah gagal, nyeri yang ditimbulkan sangat hebat sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari, sudah terjadi kelemahan anggota gerak atas, dan/atau terdapat gejala myelopathy," ungkapnya.

Teknik operasi PECD

Pilihan operasi pada HNP cervical bermacam-macam. Saat ini dengan perkembangan teknologi kedokteran, operasi HNP cervical dapat dilakukan dengan teknik endoskopi yang disebut dengan Percutaneous Endoscopic Cervical Decompression (PECD). Tindakan operasi ini dapat dilakukan dari depan leher (anterior) maupun dari belakang leher (posterior) tergantung lokasi tonjolan bantalan sendi. 

Teknik minimal invasive yang hanya memerlukan sayatan kecil.
Teknik minimal invasive yang hanya memerlukan sayatan kecil.

"Teknik ini merupakan teknik minimal invasive yang hanya memerlukan sayatan kecil sekitar 6 mm, menggunakan alat endoskopi berupa tabung yang dihubungkan dengan kamera dan monitor, sehingga saraf dapat terlihat sangat jelas, waktu operasi singkat sekitar 30 menit, dapat dilakukan secara one day care atau tanpa rawat inap, dan waktu untuk kembali beraktifitas kembali sangatlah singkat," jelas dr. Harmantya Mahadhipta.

Keunggulan dari teknik operasi PECD ini juga mampu meminimalisir akan terjadinya risiko kelumpuhan, yang seringkali dikhawatirkan penderita ketika mengetahui harus operasi.

"Pasien sering takut untuk operasi saraf terjepit karena dikhawatirkan akan terjadi resiko kelumpuhan. Dengan tehnik operasi PECD, resiko tersebut dapat diminimalisir," kata dr. Harmantya Mahadhipta.

Untuk informasi lebih lanjut dan jadwal konsultasi dengan dr. Harmantya Mahadhipta, Sp.OT (K)Spine, yang praktek di Rumah Sakit EMC Tangerang, dapat menghubungi: Ekha (0878 8989 0102) Call/SMS/WA.

 

(*)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya