Pemerintah Kongo Umumkan Kasus Konfirmasi Ebola Baru

Kementerian Kesehatan Republik Demokratik Kongo (DRC) mengumumkan kasus konfirmasi virus Ebola telah terdeteksi pada 8 Oktober 2021.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 11 Okt 2021, 21:00 WIB
Diterbitkan 11 Okt 2021, 21:00 WIB
Salah satu wabah Ebola terburuk di dunia meneror Republik Demokratik Kongo selama 2018 (AP/Al-hadji Kudro Maliro)
Salah satu wabah Ebola terburuk di dunia meneror Republik Demokratik Kongo selama 2018 (AP/Al-hadji Kudro Maliro)

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Republik Demokratik Kongo (DRC) mengumumkan kasus konfirmasi virus Ebola telah terdeteksi pada 8 Oktober 2021.

Kasus ini ditemukan di Provinsi Kivu Utara.  Sebelumnya, pada awal 2021 wabah Ebola telah ditemukan di provinsi yang sama dan dinyatakan berakhir pada 3 Mei 2021.

Kasus yang kemudian diumumkan kembali oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 10 Oktober ini menimpa anak laki-laki umur 3 tahun.

Pada awal Oktober, bocah tersebut mengalami gejala termasuk kelemahan fisik, kehilangan nafsu makan, sakit perut, kesulitan bernapas, tinja berwarna gelap dan muntah darah. Dia meninggal pada 6 Oktober.

Pada 7 Oktober 2021, sampel diuji di laboratorium National Institute of Biomedical Research (INRB) di Beni, Kongo untuk analisis molekuler. Ini kemudian dikirim ke Laboratorium Rodolphe Mérieux INRB, Goma pada 8 Oktober dan Ebola dikonfirmasi oleh reaksi rantai polimerase transkripsi balik (RT-PCR) pada hari yang sama.

Berkaitan dengan Kasus Sebelumnya

Kasus ini berkaitan dengan tiga kematian sebelumnya yang merupakan tetangga dari anak tersebut. Ketiga pasien ini meninggal pada 14, 19 dan 29 September setelah mengembangkan gejala yang sesuai dengan Ebola, tapi, tidak ada yang diuji untuk virus tersebut.

Kasus pertama adalah seorang anak, ia dibawa ke puskesmas setempat karena demam, lemas, dan sakit kepala antara 5-7 September 2021. Kondisinya membaik dan dia kembali ke rumah.

Namun, pada 12 September, ia kembali dirawat di puskesmas yang sama dengan diare dan muntah-muntah dan dinyatakan positif malaria melalui Rapid Diagnostic Test (RDT). Dia meninggal pada 14 September.

Ayah anak itu mengalami gejala pada 10 September. Ia berkonsultasi dengan fasilitas kesehatan lain pada 14 September dan kemudian dirawat di rumah sakit setempat. Dia meninggal pada 19 September.

Pada 27 September, saudara perempuan anak itu mengalami gejala yang sama. Dia dibawa ke pusat kesehatan setempat dan kemudian dirujuk ke fasilitas kesehatan lain di mana dia dinyatakan positif malaria oleh RDT dan dirawat karena malaria berat. Dia meninggal pada 29 September.

Penelusuran Lebih Lanjut

Sebuah tim investigasi gabungan, yang terdiri dari pemerintah setempat dan WHO dikerahkan untuk menyelidiki lebih lanjut dan membuat daftar kontak.

Tim menemukan dua sampel yang dikumpulkan untuk diuji COVID-19 tetapi tidak ada sampel yang diambil untuk pengujian Ebola. Pasien meninggal juga dilaporkan tidak dikuburkan dengan protokol khusus.

Kasus terjadi di Kota Beni yang dekat dengan Butsili, salah satu pusat wabah Ebola 2018–2020 di negara itu dengan 736 kasus konfirmasi dilaporkan. Jaraknya sekitar 50 km dari kota Butembo, yang mengalami wabah Ebola baru awal tahun ini.

“Bukan hal yang aneh jika kasus sporadis terjadi setelah wabah besar, tetapi terlalu dini untuk mengatakan apakah kasus ini terkait dengan wabah sebelumnya,” mengutip keterangan pers WHO, Senin (11/10/2021).

Infografis Virus Corona Berbahaya Vs DBD Mematikan

Infografis Virus Corona Berbahaya Vs DBD Mematikan. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Virus Corona Berbahaya Vs DBD Mematikan. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya