Tunggakan Perawatan COVID-19 Rp23 Triliun Bisa Pengaruhi Operasional RS

Perawatan pasien COVID-19 di rumah sakit menjadi tanggungan pemerintah. Penyakit ini disebut sebagai penyakit mahal lantaran jumlah pasien yang dirawat tidak sedikit.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 11 Feb 2022, 18:26 WIB
Diterbitkan 11 Feb 2022, 18:00 WIB
FOTO: Perjuangan Paramedis Merawat Pasien COVID-19 di RSUD Kota Bogor
Paramedis merawat pasien COVID-19 di Ruang ICU RSUD Kota Bogor, Jawa Barat, Jumat (18/6/2021). Tingkat keterisian tempat tidur atau Bed Occupancy Rate (BOR) RSUD Kota Bogor saat ini mencapai 73 persen. (merdeka.com/Arie Basuki)

Liputan6.com, Jakarta - Perawatan pasien COVID-19 di rumah sakit menjadi tanggungan pemerintah. Penyakit ini disebut sebagai penyakit mahal dan jumlah pasien yang dirawat tidak sedikit.

Karena itu, tagihan di sejumlah rumah sakit pun belum terbayarkan walaupun tahun sudah berganti.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, tagihan perawatan pasien COVID-19 tahun lalu yang masih menjadi tanggungan pemerintah sebesar Rp23 triliun.

Mengenai hal ini, pengamat kebijakan publik Agus Pambagio berasumsi, jika rumah sakit yang dimaksud adalah rumah sakit pusat dan daerah--tidak termasuk rumah sakit swasta--maka akan berat jika ada tunggakan.

“Operasional kan harus tetap berjalan, kalau rumah sakit pusat seperti Hasan Sadikin Bandung dan sebagainya itu kemungkinan masih bisa hidup, tapi kalau Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) itu berat. Rumah sakit daerah kan anggarannya dari pemerintah daerah,” kata Agus kepada Health Liputan6.com melalui sambungan telepon, Jumat (11/2/2022).

“Jadi menurut saya ya itu harus segera dibayarkan. Daripada anggarannya untuk membangun ibu kota negara ya untuk bayar itu (tagihan rumah sakit),” tambahnya.

Simak Video Berikut Ini


Lebih Berat untuk RSUD

Dengan kata lain, tanggungan yang belum dibayarkan akan lebih berdampak berat pada RSUD ketimbang rumah sakit pusat.

“Dengan catatan saya enggak punya datanya RS mana yang belum dibayar, ya. Saya anggap saja yang belum dibayar itu RS pemerintah pusat dan daerah. Kalau yang pusat anggarannya dari pemerintah pusat, kalau yang daerah dari pemerintah daerah.”

“Lalu ada rumah sakit di kabupaten yang lebih turun lagi dari keduanya, jadi semuanya itu ditanggung pemerintah. Ketika pemerintah belum membayarkan maka berat bagi rumah sakit tersebut, ini kan sudah ganti tahun anggaran.”

Jika tanggungan tidak dibayarkan setelah ganti tahun anggaran, maka akan defisit karena sudah tutup buku pada Desember tahun lalu.


Perlu Segera Dibayarkan

Agus pun berpendapat, Menteri Keuangan harus segera membayar tagihan tersebut. Pasalnya, jika tidak segera dibayarkan maka operasional rumah sakit akan terganggu.

“Menurut saya Menteri Keuangan harus segera membayarkan itu, karena kalau tidak, terganggu operasionalnya seperti pengurangan persediaan obat. Di sisi lain, harus bayar PLN, air, telepon dan sebagainya.”

“Kalau enggak dibayar, bisa berhenti operasi atau kalau enggak kualitasnya bisa turun karena semuanya dihemat.”

Sedangkan, bagi petugas kesehatan tertentu dampaknya bisa tidak terlalu besar karena petugas kesehatan dibayar oleh negara.

“Ya kalau petugas kesehatannya kan dibayar negara, kalau yang Pegawai Negeri Sipil (PNS) lho ya. Kecuali yang honorer, saya enggak tahu itu gimana mekanismenya.”

Maka dari itu, solusi terbaik yang perlu dilakukan adalah membayar tagihan tersebut secepatnya.

“Solusinya ya bayar sekarang, kalau enggak, jangan bilang kasih gratis,” ujar Agus.


Infografis Hati-Hati, Ini 5 Gejala Batuk Akibat COVID-19

Infografis Hati-Hati, Ini 5 Gejala Batuk Akibat Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Hati-Hati, Ini 5 Gejala Batuk Akibat Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya