OSA Ganggu Tidur dan Tingkatkan Angka Kecelakaan Lalu Lintas

Obstructive Sleep Apnea (OSA) dapat mengganggu tidur dan meningkatkan angka kecelakaan lalu lintas.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 20 Mar 2022, 09:00 WIB
Diterbitkan 20 Mar 2022, 09:00 WIB
Ilustrasi mengantuk akibat OSA
Ilustrasi mengantuk akibat OSA Foto oleh Sinitta Leunen dari Pexels

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) DR. Dr. Agus Dwi Susanto,Sp.P(K), FISR, FAPSR mengatakan, Obstructive Sleep Apnea (OSA) dapat mengganggu tidur dan meningkatkan angka kecelakaan lalu lintas.

OSA merupakan kejadian berhentinya napas lebih dari 10 detik yang terjadi secara berulang sepanjang waktu tidur. Dengan OSA, orang tidak dapat memiliki pengalaman tidur yang lama dan dalam. Artinya, setiap hendak tertidur lelap, orang tersebut akan terbangun karena sesak.

Gejala ini dapat berulang-ulang sehingga memengaruhi kualitas dan kuantitas tidur. Jika demikian, orang akan akan tetap merasa lelah ketika pagi tiba dan merasa ngantuk sepanjang hari.

“Penelitian mengenai hubungan OSA dengan kecelakaan lalu lintas pada pengendara taksi menunjukkan bahwa kurangnya tidur akibat OSA bisa meningkatkan angka kecelakaan lalu lintas,” kata Agus dalam seminar PDPI, Jumat (18/3/2022).

Simak Video Berikut Ini

Dua Komponen Utama Tidur

Dalam kesempatan yang sama, dokter spesialis paru Andika Chandra Putra mengatakan ada dua komponen utama yang perlu diperhatikan dalam tidur yaitu kualitas tidur dan kuantitas tidur.

Kualitas tidur adalah ukuran seberapa baik tidur seseorang, yaitu tidur nyenyak yang memulihkan energi. Sedangkan, kuantitas tidur mengukur berapa lama seseorang tertidur setiap malam.

Kualitas tidur mengacu pada penilaian secara subjektif tentang bagaimana perasaan seseorang tentang tidur yang diperoleh. Kualitas tidur lebih sulit untuk diukur daripada kuantitas tidur, tetapi tidak sepenuhnya bersifat subjektif.

Apabila terjadi gangguan pada kedua komponen tersebut, maka akan menimbulkan dampak pada sistem memori dan konsentrasi sehingga dapat menurunkan produktivitas.

Gejala Gangguan Tidur

Andika menambahkan, diperkirakan sekitar 30-40 persen orang saat ini mengalami gangguan tidur.

Gejala gangguan tidur yang sering dikeluhkan yaitu:

-Tidur mendengkur

-Sulit memulai untuk tidur

-Sering terbangun pada malam hari

-Bermimpi buruk

-Mengompol

 -Keluhan berat berupa kesulitan bernapas ketika tidur.

Gangguan tidur berdampak pada produktivitas harian seperti:

-Rasa kantuk berlebih pada siang hari

-Sulit berkonsentrasi, mengingat atau menyimpan informasi

-Perubahan mood menjadi sering marah

-Emosi tidak stabil.

Penanganan OSA

Pendekatan dini melalui kuesioner sebagai metode penapisan sangat diperlukan bagi orang yang beresiko tinggi mengidap OSA.

Penilaian gangguan kualitas tidur dilakukan dengan pemeriksaan sederhana berupa wawancara medis untuk menilai latensi tidur, riwayat sering terbangun ketika tidur pada malam hari, dan efisiensi tidur.

Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti polisomnografi dapat dilakukan dengan cara merekam aktivitas gelombang otak (electroencephalography), perekam jantung (electrocardiography), pengukur gerakan bola mata (Electrooculography), dan pengukur aktivitas otot (electromyography).

Pemeriksaan polisomnografi yang ideal harus dilakukan di laboratorium tidur sehingga dapat dimonitor penuh oleh petugas dengan durasi tidur minimal yang dianjurkan untuk dapat mengukur kualitas tidur selama 6 jam.

Pemeriksaan ini mampu mengenali gangguan terhadap kondisi tidur normal sehingga membantu dokter dalam mendiagnosis kelainan sehingga memudahkan rancangan program pengobatan yang diperlukan.

 

Infografis 5 Tips Tidur Malam Berkualitas di Masa Pandemi COVID-19

Infografis 5 Tips Tidur Malam Berkualitas di Masa Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis 5 Tips Tidur Malam Berkualitas di Masa Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya