Liputan6.com, Jakarta - Kasus COVID-19 terus mengalami peningkatan. Kemarin, Selasa, 19 Juli 2022 tercatat ada 5.085 orang di Tanah Air terinfeksi virus Corona. Epidemiolog Dicky Budiman mengatakan, puncak kasus COVID-19 secara kasaran diprediksi terjadi pada akhir Juli atau awal Agustus 2022.
"Kalau melihat situasi saat ini, kemungkinan besar kalau tidak akhir Juli, ya awal Agustus," kata Dicky.
Baca Juga
Dicky mengatakan prediksi puncak kasus gelombang keempat COVID-19 di Indonesia ketika jumlah orang yang sakit sudah masuk ke kelompok rawan yang masuk rumah sakit.
Advertisement
"Kenapa? Dengan strategi testing kita yang pasif itu, maka yang masuk rumah sakit itu yang berkontribusi dalam jumlah kasus. Orang yang masuk rumah sakit, itu orang yang punya risiko. Kelompok rawan itu sudah punya barrier, begitu sudah sampai ke kelompok itu berarti ledakannya, puncaknya," kata Dicky dalam pesan suara yang diterima Liputan6.com ditulis Rabu, 20 Juli 2022.
Sementara itu, Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, prediksi puncak COVID-19 masih diamati. Prediksi dan jumlah kasus yang diperkirakan naik bisa saja berubah seiring dengan kepulangan jemaah haji. Sehingga bisa saja puncak gelombang COVID-19 lewat dari Juli.
"Kita lihat dengan pulangnya jemaah haji, kita lihat profil (karakteristik) mungkin agak berubah karena memang jemaah haji pada berdatangan dan ada beberapa juga yang kena (positif COVID-19)," kata Budi Gunadi usai Launching BioColomelt-Dx di RS Kanker Dharmais Jakarta pada Selasa, 19 Juli 2022.
Â
Â
Masa Rawan Berakhir Oktober
Dicky mengatakan untuk memprediksi puncak kasus gelombang COVID-19 sekarang lebih kompleks. Ada beberapa hal yang menjadi dasar prediksi seperti jumlah populasi di wilayah tersebut yang masih rentan. Namun, ketika pandemi berlangsung, ada yang sudah divaksinasi plus mendapat imunitas dari infeksi.
"Hal ini menambah kompleksitas prediksi itu," katanya."Meski ada data sero survei maupun cakupan vaksinasi, tapi ada yang menurun proteksinya," kata Dicky.
Namun, secara kasaran, epidemiolog menduga gelombang keempat COVID-19 di Tanah Air berakhir masa rawannya pada Oktober.
"Prediksi secara kasar, saya lihat masa krisis sampai Oktober. Kita berharap setidaknya awal Oktober atau akhir September adalah akhir masa rawan dari BA.4 dan BA.5," kata Dicky.
Hal tersebut melihat dari situasi kasus COVID-19 di Tanah Air, kasus testing yang pasif, karakter masyarakat, dan respons masyakarat. Juga turut mempertimbangkan karakter BA.4 dan BA.5 yang bisa menginfeksi juge me-reinfeksi.
Â
Advertisement
Kasus Infeksi Mendominasi Saat Gelombang BA.4 dan BA.5
Epidemiolog Griffith University Australia ini mengatakan bahwa pada gelombang BA.4 dan BA.5 ini terjadi penurunan kasus infeksi sehingga hanya sedikit individu yang masuk rumah sakit dan meninggal.
"Orang yang sakit masuk rumah sakit menurun, yang masuk ICU juga turun dan kematian menurun," kata Dicky.
Subvarian BA.4 dan BA.5 terdeteksi masuk Indonesia pada awal Juni 2022. Hal ini lewat pemeriksaan whole genome sequencing pada orang yang positif COVID-19 di bulan Mei. Lalu, Dicky melihat kenaikan kasus terjadi mulai Juni 2022.
"Dari awal Juni bahkan akhir Mei, itu sudah kelihatan ada peningkatan kasus," kata Dicky.
Dicky kemudian menjelaskan rentetan gelombang COVID-19 di Indonesia. Berdasarkan data, gelombang pertama terjadi pada November 2020 sampai Januari 2021. Gelombang kedua sejak Mei hingga September 2021. Sedangkan gelombang ketiga mulai Januari sampai Maret 2022.
Soal BA.2.75
Soal kehadiran varian BA.2.75, data-data yang ada sekarang belum terlihat seberapa besar penularan 'anakan' Omicron ini.
"(Peningkatan kasus) BA.2.75 untuk sementara kita masih keep dulu, karena BA.2.75 baru ada di India ya, di sana yang paling banyak. Kita memang sudah ketemu tiga kasus, yakni satu orang di Bali dan dua orang di Jakarta," terang Budi Gunadi usai Launching BioColomelt-Dx di RS Kanker Dharmais Jakarta pada Selasa, 19 Juli 2022.
"Tapi sampai sekarang, kita belum kelihatan polanya seberapa cepat dia naiknya dibandingkan dengan BA.4 dan BA.5."
Walau karakteristik varian Omicron BA.2.75 masih memerlukan pengamatan, Budi Gunadi mengungkapkan, varian BA.4 dan BA.5 saat ini masih lebih tinggi kenaikannya. Kedua subvarian tersebut juga sudah mendominasi varian COVID-19 di Indonesia.
"Kalau sementara, kita lihat sampai saat ini, BA.4 dan BA.5 masih lebih tinggi kenaikannya," pungkasnya.
Advertisement