Liputan6.com, Jakarta Masyarakat Indonesia sudah biasa menggunakan galon isi ulang untuk memenuhi kebutuhan minum sehari-hari. Namun, di balik galon guna ulang, ada ancaman Bisphenol A (BPA) yang tidak baik untuk kesehatan.
BPA merupakan salah satu bahan penyusun plastik polikarbonat (PC) kemasan air minum dalam galon yang pada kondisi tertentu dapat bermigrasi dari kemasan plastik PC ke dalam air yang dikemasnya.
Baca Juga
BPA bekerja atau berdampak pada kesehatan melalui mekanisme endocrine disruptors atau gangguan hormon khususnya hormon estrogen sehingga berkorelasi pada gangguan sistem reproduksi baik pria maupun wanita.
Advertisement
Mengenai hal ini, Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumatera Utara, Abdyadi Siregar mengatakan, temuan BPA di dalam air kemasan galon polikarbonat harus direspons sangat serius.
“Perlu sosialisasi lebih gencar agar publik lebih cermat saat beli air mineral,” kata Abdyadi dalam keterangan pers yang diterima Health Liputan6.com, Kamis (22/9/2022).
Ia menambahkan, regulasi pelabelan pada kemasan galon guna ulang berbahan plastik keras polikarbonat yang mengandung BPA sudah tak bisa ditunda lagi.
“Dunia internasional sudah memperketat regulasi BPA pada kemasan plastik. Indonesia tak boleh kalah melawan lobi industri, yang bersikeras mempertahankan bisnis AMDK galon BPA di atas kepentingan kesehatan jutaan konsumen.”
Ia juga mengatakan, sosialisasi bahaya BPA perlu terus dilakukan dengan dibantu banyak pihak terkait.
Sosialisasi bisa dilakukan dengan banyak cara, termasuk pencantuman label pada kemasan galon guna ulang.
“Industri yang menolak pencantuman label pada kemasan galon guna ulang wajib dijatuhi sanksi. Pemerintah daerah bisa meninjau izin usaha industri yang membandel, termasuk menutup usahanya,” katanya.
Temuan BPOM
Sebelumnya, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melaporkan, kandungan BPA dalam Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) di beberapa daerah sudah melebihi ambang batas.
Menurut temuan lapangan sepanjang 2021-2022, setidaknya ada enam daerah yang menunjukkan kandungan BPA dalam AMDK galon guna ulang melebihi ambang batas yang di”entukan. Yakni 0,6 ppm per liter.
Keenam kota itu adalah Medan, Bandung, Jakarta, Manado, Banda Aceh, dan Aceh Tenggara. Di Medan, ditemukan bahwa kandungan BPA dalam air di galon bisa mencapai 0,9 ppm per liter.
Meski begitu, beberapa perusahaan AMDK masih menolak penerapan regulasi tersebut. Sejauh ini, Asosiasi Perusahaan Air Kemasan Indonesia (Aspadin) adalah yang paling lantang menolak regulasi BPOM untuk pelabelan galon guna ulang.
Regulasi pelabelan ini mirip dengan label ilustrasi penderita kanker tenggorokan dan kanker paru pada bungkus rokok. Bedanya, regulasi BPOM jauh lebih moderat, yakni hanya teks bertuliskan “Berpotensi Mengandung BPA”.
Advertisement
Menimbulkan Pro Kontra
Isu terkait BPA memang masih menimbulkan pro kontra. Aspadin sebagai perusahaan AMDK merasa pelabelan kemasan ini dapat berpengaruh pada perusahaan.
“Patut disayangkan, pendekatan moderat sebagai bagian dari edukasi dan informasi ke publik ini, sejak awal disuarakan sudah mendapat perlawanan keras tanpa henti dari Aspadin,” kata Abdyadi.
“Segelintir akademisi juga turut mengekor di belakangnya dengan klaim BPA aman saja dikonsumsi masyarakat dan tidak berbahaya untuk kesehatan,” tambahnya.
Aspadin yang dianggap menolak regulasi pelabelan AMDK kemudian diberi pertanyaan.
Apakah pengusaha AMDK yang bergabung dalam Aspadin lebih mengutamakan kepentingan bisnis galon guna ulang yang menguntungkan, dan mengabaikan kepentingan kesehatan jutaan masyarakat konsumennya?
Pertanyaan ini dijawab langsung oleh Ketua Umum Aspadin, Rachmat Hidayat, saat Workshop Jurnalis bertema “Zat-zat Kimia pada Pangan dan Kemasan: Pengawasan dan Perlindungan Pemerintah.”
“Kami sepakat, bahwa kehidupan kami terancam dengan draf aturan (pelabelan) ini,” kata Rachmat Hidayat dalam keterangan yang sama.
Meski menolak regulasi BPOM untuk pelabelan galon guna ulang, Rachmat mengatakan bahwa pihaknya tak ingin terkesan melawan BPOM.
“Jadi kami mohon kepada BPOM untuk tidak mengeluarkan aturan ini,” kata Rachmat.
Mekanisme dan Standar Pemakaian Galon
Rachmat juga menyampaikan, selama 40 tahun digunakan di Indonesia, AMDK galon guna ulang tidak menimbulkan masalah kesehatan. Namun, Aspadin hingga kini belum punya memiliki mekanisme atau standar batas pemakaian atau pencucian hingga usia kedaluwarsa galon guna ulang.
“Saya jawab tidak ada, belum ada,” kata Rachmat mengenai standar perawatan dan masa pakai galon guna ulang.
Menurut Rachmat, aturan terkait mekanisme dan standar pemakaian galon di Indonesia belum ada.
“Kalau pemerintah punya inisiatif mengadakan peraturan soal ini, kami dengan senang hati akan ikut membantu pemerintah dalam membentuk peraturan tersebut.”
Sementara itu, penelitian menemukan migrasi BPA dapat dengan mudah masuk ke dalam air dalam kemasan galon yang tidak dimonitor dan tidak dirawat dengan standar pemeliharaan tinggi.
Sejumlah penelitian mengungkap bahwa senyawa BPA berdampak terhadap kesehatan melalui mekanisme gangguan hormon, khususnya hormon estrogen. BPA dikenal mudah luruh dan larut dalam air minum, karenanya paparan jangka panjang dapat memicu gangguan kesehatan serius pada manusia.
BPA pada gilirannya berpengaruh pada gangguan sistem reproduksi, baik pada pria maupun wanita. Berdampak pula pada diabetes, obesitas, gangguan sistem kardiovaskular, gangguan ginjal, kanker, dan perkembangan kesehatan mental pada anak-anak. Itu sebabnya, di beberapa negara maju, BPA sudah dilarang digunakan untuk perlengkapan makan dan minum pada bayi dan balita sejak 2011.
Saat ini, kemasan berbahan plastik polyethylene terephthalate (PET) lebih populer digunakan di seluruh dunia, karena dinilai lebih aman bagi kesehatan dan mudah didaur ulang agar ramah lingkungan. Di Indonesia, pengusaha penguasa pasar AMDK terus menggunakan plastik PET untuk semua produk kemasan botol dan gelas kecil, tapi sebaliknya tetap mempertahankan plastik BPA pada galon guna ulang mereka.
Advertisement