Liputan6.com, Bali - Indonesia telah menyerahkan tongkat estafet Ketua Presidensi G20 tahun depan ke India. Sebagaimana turun-temurun, terdapat keberlanjutan topik pembahasan dari Presidensi G20 Italia, seperti Dana Perantara Keuangan atau Financial Intermediary Fund (FIF) – sekarang berganti nama menjadi Dana Pandemi (Pandemic Fund), Indonesia juga akan berdiskusi dengan India.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, diskusi dengan India berkaitan dengan topik pembahasan bidang kesehatan yang dapat dieksekusi berlanjut dalam Presidensi G20 India pada 2023 mendatang.
Baca Juga
Upaya ini sebagai implementasi perwujudan yang ‘tertunda’ dalam Presidensi G20 Indonesia. Sebab, ada beberapa topik pembahasan yang belum bisa mencapai kata ‘sepakat sepenuhnya’ dalam rangkaian Presidensi G20 Indonesia yang hanya beberapa bulan saja.
Advertisement
“Ketika saya menjadi Menteri Kesehatan, saya pribadi menghubungi rekan saya di Italia – Menteri Kesehatan Italia – untuk mendengarkannya apa saja hal-hal yang kami yakini perlu dilanjutkan oleh Kepresidenan Indonesia,” ungkap Budi Gunadi saat memberikan keterangan pers 'G20 2nd Health Ministers Meeting' di Hotel InterContinental Bali Resort, Bali, ditulis Jumat, 18 November 2022.
“Dan dia dengan jelas menyebutkan, bahwa keberlanjutan (topik pembahasan) Dana Perantara Keuangan atau Financial Intermediary Fund (FIF) akan menjadi hal yang baik. Lalu, kami mengeksekusi dan menuntaskan masalah itu.”
Kepada India, Budi Gunadi sudah menyampaikan topik pembahasan yang dapat dieksekusi pada Presidensi G20 tahun depan. Diskusi ini dilakukan bersama Ministry of Health and Family Welfare (MoHFW) India di sela-sela Pertemuan Kedua Menteri Kesehatan Negara G20.
“Jadi, bekerja sama dengan India, kami juga mendiskusikan hal-hal apa saja yang perlu kami teruskan oleh India. Sebenarnya kami sangat dekat secara pribadi, bersama dengan Ministry of Health and Family Welfare India,” lanjutnya.
“Saya sendiri, mengadakan pertemuan dengan India untuk membahas tentang apa hal-hal yang kami ingin mereka teruskan – dalam Presidensi G20.”
3 Hal Penting bidang Kesehatan
Hasil diskusi bersama Ministry of Health and Family Welfare (MoHFW) India, Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, ada tiga hal penting topik bidang kesehatan dari Presidensi G20 Indonesia yang dapat dilanjutkan ke Kepresidensian G20 India.
“Pertama-tama adalah penggunaan dana – Financial Intermediary Fund (FIF) atau Pandemic Fund. Kami menetapkan dana pandemi, tetapi kami perlu memastikan bahwa dana itu digunakan untuk memberikan akses terhadap peningkatan sistem kesehatan, terutama di negara berkembang,” bebernya.
“Selain itu, untuk bersiap jika pandemi berikutnya terjadi, artinya kita memiliki cukup dana. Anda tahu, dana digunakan untuk mengatasi pandemi dan mengembangkan manufaktur vaksin. Itu yang pertama ya.”
Selanjutnya, hal kedua adalah perlu terus meningkatkan laboratorium genom sekuensing secara global. Upaya ini bertujuan memperkuat dan memperluas pendeteksian dan pengurutan genom virus.
“Itu juga yang kami ingin menjadi bagian dan dilanjutkan pada akhir masa Kepresidensian G20 India. Dan yang terakhir adalah research and manufacturing hub (pusat riset dan manufaktur) secara global. Ini adalah tiga hal yang terlihat dapat dilanjutkan ke Kepresidensian G20 India,” terang Menkes Budi Gunadi.
Dari sisi, Financial Intermediary Fund for Pandemic Prevention, Preparedness, and Response (PPR FIF), kini telah terbentuk dan memulai penggalangan dana dengan total komitmen lebih dari USD1,4 miliar, yang diperoleh dari 19 donor dan 3 filantropi.
Walau begitu, mekanisme penggunaan dana darurat dan implementasi lebih rinci belum dibahas lebih lanjut. Hasil tindakan utama (key actions) Pertemuan Kedua Menteri Kesehatan Negara G20 yang termaktub dalam bentuk Chair’s Summary atau Technical Document dinyatakan, di bawah Kepresidensian G20 Indonesia adalah membuka jalan bagi keberlanjutan pengawasan genomik sebagai bagian penting dari pandemi PPR.
Peningkatan laboratorium sekuensing pun diperlukan demi penguatan merespons pandemi di masa depan. Hal ini juga berujung pada berbagi data genom antar jejaring lab di negara-negara G20.
Advertisement
Inisiatif Dukung Pusat Vaksin mRNA
Perihal topik bahasan pusat riset dan manufaktur yang akan dilanjutkan ke Presidensi G20 India, lanjut Budi Gunadi Sadikin juga berinisiatif dalam membangun pusat vaksin mRNA (mRNA vaccine hub). Inisiatif ini mendukung dengan sudah terbangunnya pusat vaksin mRNA yang dilakukan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
“Kami menyadari pentingnya memperluas penelitian dan kapasitas produksi untuk alat vaksin, terapi, dan diagnostik, kami mendukung inisiatif pusat mRNA WHO di Argentina, Brasil dan Afrika Selatan, dan upaya kolaboratif lainnya,” katanya.
“Saya senang negara anggota G20 telah menyatakan minatnya untuk membangun ekosistem manufaktur dan penelitian.”
Selain itu, ada kesenjangan terhadap pemetaan penelitian yang ada dan yang muncul saat jaringan manufaktur disepakati. Oleh karena itu, hambatan ini akan dilanjutkan pada Kepresidensian India.
“Dalam menjalankan tugas-tugas kritis, dan memajukan agenda-agenda tersebut, yang selanjutnya akan mengikat G20, negara akan membutuhkan kolaborasi,” terang Kunta.
Penerima teknologi mRNA dari WHO mRNA technology transfer hub ada 15 negara (data WHO per Oktober 2022), antara lain:
- Argentina: Sinergium Biotech
- Brasil: Bio-Manguinhos
- Mesir: BioGeneric Pharma S.A.E
- Kenya: *tbd (badan hukum yang beridentitas bekerja sama dengan Aga Khan Development Network/AKDN)
- Nigeria: Biovaccines Nigeria Limited
- Senegal: Institut Pasteur de Dakar
- Tunisia: Institut Pasteur de Tunis
- Bangladesh: Incepta Vaccine Ltd
- Indonesia: Bio Farma
- India: BiologicalE (Bio E)
- Pakistan: National Institute of Health
- Serbia: Institut Torlak
- Afrika Selatan: Biovac
- Ukraina: Darnitsa
- Vietnam: Polyvac
Global Training Hub Vaksin mRNA
WHO dan para mitra mendirikan mRNA Technology Transfer Hub di Afrika Selatan untuk memperluas cara memproduksi vaksin mRNA dengan cepat untuk COVID-19 dan ancaman kesehatan global lainnya termasuk malaria, tuberkulosis, kanker, dan kesehatan lainnya masalah.
Transfer teknologi vaksin mrNa ini menyasar negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah ke bawah. Hub sekarang memiliki 15 negara penerima di seluruh dunia. Tetapi agar fasilitas baru ini berfungsi, butuh tenaga kerja terampil yang terlatih dalam proses biomanufaktur di tingkat industri.
“Ini sangat penting. Itulah mengapa WHO membangun inisiatif bio manufaktur global dengan Pusat Pelatihan Global (Global Training Hub) pertamanya di Republik Korea – Korea Selatan,” kata WHO Director-General Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam sambutan acara ‘World Bio Summit 2022’ pada 25 Oktober 2022.
“Selama lebih dari setahun, kami telah berdiskusi dengan pemerintah (Republik Korea), termasuk Assembly Speaker yang berkunjung ke Jenewa, Swiss pada November 2021, dan berdiskusi dengan sejumlah Menteri.”
Menurut Tedros, Pemerintah Republik Korea mempunyai komitmen yang sangat kuat untuk ikut membantu bangun kapasitas vaksin mRNA melalui pelatihan sumber daya manusia.
“Karena itulah WHO memutuskan untuk mendirikan pusat pelatihan (bio manufaktur global) di Korea. Terima kasih banyak (kepada Pemerintah Republik Korea) telah menerima ini (pendirian Global Training Hub),” sambung Tedros.
“Kami berharap pusat pelatihan ini akan menjadi pelopor dan game-changer (agen perubahan) dalam membangun manufaktur secara lokal dan memastikan kesetaraan (vaksin) di dunia.”
Tedros turut menyoroti kesenjangan vaksinasi COVID-19 di dunia perihal akses yang tidak merata dalam mengembangkan vaksin, terapi, dan tes. Hampir sepertiga populasi global belum menerima dosis pertama vaksin COVID-19, termasuk lebih dari separuh petugas kesehatan dan sekitar dua pertiga orang lansia di negara-negara berpenghasilan rendah.
“Bahaya munculnya varian baru yang lebih berbahaya dan mematikan itu nyata. Kita harus mengambil pelajaran dari pandemi ini,” terangnya.
“Salah satu pelajaran yang paling penting adalah kapasitas produksi untuk vaksin dan peralatan lainnya terkonsentrasi di segelintir negara. Memperluas produksi lokal dan memperkuat kapasitas lokal sangat penting untuk mengurangi ketidaksetaraan kesehatan.”
Vaksin, terapi, dan diagnostik akan sangat penting untuk merespons pandemi di masa depan - tetapi agar benar-benar efektif dalam menghadapi ancaman global, akses ini perlu menjangkau negara-negara yang paling membutuhkan.
Advertisement