Kriminolog Pemerhati Anak Sayangkan Aksi Ratusan Pelajar Ponorogo Ajukan Dispensasi Nikah

Masyarakat Indonesia dikejutkan dengan kabar tentang ratusan anak di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, yang mengajukan permohonan dispensasi nikah atau dispensasi kawin (Diska) sepanjang 2022.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 17 Jan 2023, 11:00 WIB
Diterbitkan 17 Jan 2023, 11:00 WIB
Ilustrasi pelajar SMA
Ilustrasi pelajar SMA. Foto (Liputan6.com / Panji Prayitno)

Liputan6.com, Jakarta Masyarakat Indonesia dikejutkan dengan kabar tentang ratusan anak di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, yang mengajukan permohonan dispensasi nikah atau dispensasi kawin (Diska) sepanjang 2022.

Wakil Ketua Pengadilan Agama (PA) Ponorogo Ali Hamdi mengatakan, sepanjang tahun 2022 ada sebanyak 191 anak mengajukan dispensasi nikah dengan berbagai alasan.

Dispensasi nikah sendiri dilakukan sebagai permohonan agar anak bisa menikah lebih dini dari umur yang telah ditentukan yakni 19 tahun.

Hal ini sangat disayangkan oleh kriminolog sekaligus pemerhati anak dan keluarga Haniva Hasna.

“Sangat disayangkan, karena secara usia yang masih belia dan secara mental mereka belum siap. Menikah bukan hanya untuk menghalalkan sebuah hubungan tapi lebih dari itu melibatkan kematangan fisik, psikologis, finansial, dan sosial,” kata pemerhati anak yang karib disapa Iva kepada Health Liputan6.com melalui pesan tertulis Senin malam, 16 Januari 2023.

Ia menambahkan, secara yuridis perkawinan di bawah umur itu tidak sah karena bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan.

Saat ini, sesuai batas minimal usia laki-laki dan perempuan adalah 19 tahun, hal ini sesuai dengan UU No. 16 Tahun 2019 sebagai perubahan dari Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

“Kecuali mendapat dispensasi pernikahan dari lembaga yudisial dengan alasan yang kuat, diajukan oleh kedua orangtua calon dan disertai dengan bukti-bukti pendukung.”

Kondisi di Lapangan

Sementara, kondisi yang ditemui oleh Iva di lapangan justru menunjukkan adanya akal-akalan terhadap UU yang ada. Misalnya dengan melakukan pernikahan siri sebelum usia 19, lalu mendaftarkan dalam isbat nikah ketika usia sudah memasuki 19 tahun.

“Sangat disayangkan ketika dalam pernikahan yang belum sah secara hukum ini mereka sudah mendapatkan buah hati yang akhirnya tidak bisa memiliki akte dari kedua orangtuanya.”

“Belum lagi bila terjadi konflik yang berakhir dengan perceraian, pihak istri dan anak tidak bisa mendapatkan haknya sebagai mantan istri sesuai dengan undang-undang karena pernikahannya tidak tercatat di negara,” kata Iva.

Iva juga menanggapi pernyataan Ali Hamdi. Ali menegaskan tidak semua kasus pengajuan dispensasi nikah ini adalah akibat hamil duluan. Hal ini, kata dia, sekaligus meluruskan pemberitaan media yang dinilainya memuat informasi yang tidak tepat.

Ali mengatakan, perkara yang dikabulkan sebanyak 183 perkara, ada yang diajukan oleh calon perempuan dan ada yang diajukan oleh calon laki-laki.

Dua Dampak Pernikahan Dini

Menurut Iva, apapun alasannya, pernikahan dini memiliki dua dampak, yaitu positif dan negatif.

Dampak positif pernikahan dini adalah mencegah kemaksiatan atau perzinahan. Bila sepasang muda-mudi sudah pacaran atau sudah saling suka, maka sebaiknya tidak menunda perkawinan lagi. Karena bisa terjadi hubungan suami istri yang bisa menyebabkan hamil di luar pernikahan.

“Hal ini nanti akan berakibat status hukum pada anak dalam agama Islam, anak tersebut tidak bisa dinisbatkan kepada ayahnya.”

Dampak positif berikutnya, bila dalam keluarga sudah ada yang menikah, tentu beban orangtua menjadi berkurang. Karena setelah menikah maka tanggung jawab sudah bukan di tangan orangtua lagi.

Dampak Negatif

Selain dampak positif, banyak juga dampak negatif yang timbul dari pernikahan dini ini. Antara lain:

- Cita-cita dan pendidikan yang terhambat, bila usia pernikahan minimal 19 tahun maka mereka berada pada usia lulus SMA atau kuliah tahun ke-2, belum mendapat ijazah sebagai bekal mencari pekerjaan yang layak.

- Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Usia muda umumnya tingkat emosionalnya juga masih tinggi. Jadi sangat mungkin bagi pasangan muda untuk terjadi kekerasan dalam rumah tangga.

- Tekanan sosial, beban juga akan dirasakan para remaja yang melakukan pernikahan dini baik dari keluarga dekat, kerabat sampai masyarakat. Remaja pria akan dituntut untuk menjadi kepala rumah tangga sekaligus mencari nafkah untuk keluarga meski usia masih terbilang sangat muda. Sedangkan, perempuan dituntut untuk bisa membesarkan dan mengurus anak sekaligus rumah tangga meski secara psikologis belum siap sepenuhnya untuk melaksanakan tanggung jawab sebesar itu.

- Kondisi fisik yang masih rentan terhadap kehamilan sehingga berisiko pendarahan bahkan kematian.

Infografis Journal
Infografis Journal Anak Berpotensi Jadi Pelaku dan Korban KDRT (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya