Liputan6.com, Jakarta - Indonesia masih tertinggal dalam hal pelayanan jantung anak, khususnya jantung bawaan di tingkat Asia Tenggara. Posisi Indonesia di bawah negara-negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia.
Menurut dokter bedah jantung anak, Pribadi Wiranda Busro, salah satu alasan pelayanan penyakit jantung anak di Tanah Air ketinggalan lantaran populasi penduduk banyak ketimbang negara lain di ASEAN. Ada pula kendala, tidak semua rumah sakit di daerah mampu menangani jantung anak.
Baca Juga
Sejumlah faktor di antaranya, keterbatasan sumber daya manusia (SDM) dan alat. Tak heran, banyak pasien jantung anak yang harus dirujuk ke Jakarta, yakni ke RS Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan RS Jantung Harapan Kita.
Advertisement
“Khusus untuk pelayanan jantung anak, Indonesia masih tertinggal di negara ASEAN, maksudnya dibandingkan negara ASEAN lainnya,” ujar Wiranda saat sesi wawancara khusus yang diikuti Health Liputan6.com di Pusat Jantung Nasional RS Harapan Kita Jakarta, ditulis Selasa (31/1/2023).
“(Kita) di bawah Malaysia, di bawah Filipina, di bawah Thailand, di bawah Singapura. Karena kita penduduknya banyak, sedangkan di sana (negara ASEAN lain) sampelnya enggak banyak.”
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan (Kemenkes), jumlah kasus penyakit jantung bawaan di Indonesia mencapai 40.000 kasus per tahun. Dari jumlah tersebut, 20.000 kasus di antaranya, yang membutuhkan intervensi. Sayangnya, sekitar 4.000 kasus yang baru ditangani.
“Kalau dihitung-hitung dari angka kelahiran hidup itu sekitar 40.000 kasus ya setahunnya. Tetapi yang memerlukan, yang memerlukan intervensi mungkin sekitar 20.000,” terang Wiranda.
“Kenyataan dari seluruh Indonesia, sampai saat ini baru sampai mungkin 4.000-an kasus yang ditangani, baik dari sisi bedah ataupun non bedah. Sekitar 80 persen tadi memerlukan tindakan bedah.”
Kasus Jantung Anak di RI Lebih Banyak
Walaupun pelayanan jantung anak di Indonesia masih dibilang ketinggalan ketimbang negara lain di ASEAN, dari sisi jumlah kasus, Indonesia memiliki kasus jantung anak yang sangat banyak. Berbagai kasus jantung anak, mulai ringan sampai berat bervariasi.
Dengan adanya kasus jantung anak, lanjut Pribadi Wiranda Busro, masyarakat sebenarnya tidak perlu jauh-jauh berobat ke luar negeri.
“Kita itu jumlah kasusnya (jantung anak) lebih banyak sebetulnya. Di Singapura, mereka untuk kasus di satu center (pusat jantung) cuma 100 kasus, di Jepang paling 200 kasus gitu. Tapi di kita (satu center) untuk kasus jantung anak itu mencapai 1.200 setahun,” katanya.
“Berarti jumlah kasusnya banyak, nanti hasilnya akan lebih baik. Dengan kata lain, enggak usah lagi kita berobat ke luar negeri.”
Dari sisi jumlah bedah jantung anak diakui masih kurang, namun kualitas dokter tetap dijaga. Saat ini, Indonesia baru mempunyai 17 dokter bedah jantung anak, sedangkan total bedah jantung baru 165 dokter.
“Kita memang butuh dokter spesialis lebih banyak, tapi di satu sisi, kita enggak mau banyak aja tetapi kualitasnya tidak dijaga. Karena kita tentu menjaga supaya enggak kalah dengan negara maju, jadi balik lagi ke situ,” pungkas Wiranda yang sehari-hari berpraktik di RS Jantung Harapan Kita.
Advertisement
Layani Pasien JKN
Secara umum, penyakit jantung dijamin BPJS Kesehatan. Di RS Jantung Harapan Kita, mayoritas pasien yang dirujuk merupakan peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Sebagai rumah sakit rujukan nasional, Pribadi Wiranda Busro menekankan, pelayanan jantung bagi peserta JKN dilayani dengan baik. Ketersediaan ruangan rawat inap dan tempat tidur untuk kelas 3 dan 4 terpenuhi.
“Kami melayani pasien BPJS. Jadi kami, Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, standar pelayanan JKN, lihat aja bangunannya dan untuk pelayanan BPJS pun enggak kalah. Maksudnya, di sini ruangan kelas 3 cuman 4 tempat tidur ya dan kesannya enggak kumuh,” ucapnya.
“Rumah Sakit Jantung Harapan Kita juga mendapatkan beberapa kali penghargaan sebagai pemberi pelayanan pasien jantung yang menjangkau pelayanan pasien terbaik.”
Wiranda mencontohkan, ada pasien jantung dari Papua yang jauh terbang ke RS Jantung Harapan Kita untuk bedah jantung. Ia terharu dengan semangat pasien tersebut untuk berobat ke Jakarta.
Meski begitu, diakui Wiranda, rumah sakit hanya bisa membantu biaya pengobatan, tapi tidak untuk biaya perjalanan dan tinggal selama di Jakarta.
“Semangatnya luar biasa itu. Yang penting kami masih mampu memfasilitasi antara lain, memberikan pelayanan yang terbaik, tapi memang biaya lain di luar kemampuan. Kalau enggak salah, ada rumah singgah gitu atau dari yayasan-yayasan, mereka membantu untuk biaya hidup dan lain, tapi kami coba bantu biaya operasi,” imbuhnya.
Diharapkan pelayanan jantung bisa lebih merata di seluruh Indonesia.
“Alhamdulillah, sekarang sudah kelihatan sih udah mulai ada sedikit pemerataan, tapi butuh waktu lagi ya. Mungkin 3 tahun, 4 tahun lagi. Mudah-mudahan nanti sudah lebih baik,” ucap Wiranda.