Liputan6.com, Jakarta - Para pakar terus menyerukan pola hidup sehat pada anak untuk mencegah obesitas dan risiko lebih tinggi mengalami sindrom metabolik yang mengarah pada penyakit tidak menular seperti jantung, stroke, dan diabetes.
"Seseorang didiagnosis mengalami sindrom metabolik bila memiliki tiga atau lebih kondisi seperti kelebihan lemak tubuh di sekitar pinggang, gula darah (glukosa) tinggi, rendahnya kadar kolesterol HDL (baik) dalam darah, tingginya kadar trigliserida dalam darah, dan tekanan darah tinggi. Berbagai kondisi tersebut seringkali dialami oleh orang obesitas," kata Dokter Spesialis Gizi Klinis Marya Haryono melalui keterangan pers, Sabtu (3/3/2023).
Baca Juga
Marya mengatakan, mngonsumsi makanan sesuai anjuran dari Kemenkes RI bisa mencegah obesitas.
Advertisement
"Konsumsi sayur sebesar 2 kali lipat jumlah sumber karbohidrat dan protein, serta memerhatikan label kemasan sebelum membeli guna membatasi asupan gula, garam, lemak yang ada di makanan dan minuman perlu dibiasakan sedini mungkin untuk mencegah obesitas," jelasnya.
Ia juga mengingatkan untuk memilih makanan dan minuman yang tinggi protein karena bisa menjadi sumber energi bagi tubuh anak dan remaja yang memiliki banyak aktivitas.
Selain itu, masyarakat juga diajak lebih cermat dalam membaca label gizi kemasan pangan olahan yang dikonsumsi.
Penting Mengetahui 4 Nilai Gizi dalam Label Kemasan
Pengawas Farmasi Makanan Ahli Muda Meliza Suhartatik mengatakan, setidaknya masyarakat perlu memperhatikan empat informasi nilai gizi dalam label kemasan.
"Jumlah sajian per kemasan, energi total per sajian, zat gizi (lemak, lemak jenuh, protein, karbohidrat (termasuk gula)) dan persentase AKG (Angka Kecukupan Gizi) per sajian," katanya.
Lebih detilnya, ia menjelaskan, idealnya dalam sehari masyarakat dapat mengonsumsi gula tidak lebih dari 50 gram (setara 4 sendok makan), garam tidak lebih dari 5 gram (setara 1 sendok teh), dan lemak tidak lebih dari 67 gram (setara 5 sendok makan).
"Dengan selalu cermat membaca label kemasan dan menjadikannya sebagai kebiasaan, maka masyarakat akan lebih cerdas untuk memilah zat gizi apa yang harus dipenuhi dan yang harus dibatasi agar terhindar dari berbagai penyakit, salah satunya obesitas," ungkapnya.
Badan POM juga, lanjut Meliza, telah melakukan kampanye agar konsumen memilih produk yang sesuai dengan kebutuhan gizinya.
"Salah satu cara untuk memudahkan masyarakat memilih pangan yang lebih sehat adalah dengan mencantumkan keterangan Logo 'Pilihan Lebih Sehat' pada pangan olahan yang memenuhi kriteria kandungan gula, garam, lemak dan/atau zat gizi lainnya. Harapannya masyarakat dapat bijak memilih produk dan mengonsumsinya dalam jumlah yang wajar,” jelasnya.
Advertisement
Kemenkes Sebut 1 dari 5 Anak Mengalami Obesitas
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM), Kementerian Kesehatan RI Eva Susanti mengatakan, data Riset Kesehatan Dasar 2018 mencatat, 1 dari 5 anak berusia 5-12 tahun, dan 1 dari 7 remaja berusia 13-18 tahun di Indonesia mengalami kelebihan berat badan atau obesitas.
“Prevalensi sindrom metabolik (SM) di Indonesia sebesar 23,34%, lebih tinggi pada laki-laki (26,2%) dibandingkan pada perempuan (21,4%) dan diprediksi menyebabkan kenaikan dua kali lipat risiko terjadinya penyakit jantung dan lima kali lipat pada penyakit diabetes melitus tipe 2," katanya.
Untuk itu pemerintah menyerukan agar semua pihak, termasuk para guru, orang tua dan pelaku sektor swasta, memprioritaskan asupan nutrisi seimbang pada anak, serta mendorong aktivitas fisik untuk mencegah dan menghentikan rantai obesitas sedini mungkin.
"Berbagai upaya juga sudah dilakukan pemerintah mulai dari menerbitkan Permenkes tentang Pencantuman Informasi Kandungan Gula, Garam, dan Lemak Serta Pesan Kesehatan untuk Pangan Olahan dan Pangan Siap Saji serta melakukan edukasi terkait aturan tersebut,” ujar Eva.
Cerita Penyintas Obesitas
Meirza Hartoto, Penyintas Obesitas menceritakan pengalamannya menurunkan berat badan.
"Pada saat remaja, berat badan saya pernah mencapai hingga 100 kg yang membuat saya kesulitan menjalani berbagai aktivitas di sekolah karena pergerakan tubuh dan pernapasan yang sulit," katanya.
Akibat minim edukasi terkait pola hidup sehat yang benar, Meirza bahkan pernah melakukan diet ekstrem yang menyebabkan psikis terganggu dan membuat rambut rontok parah.
"Sejak mempelajari pola hidup sehat yang benar dengan membatasi asupan gula, garam, lemak, dan aktif berolahraga, saya berhasil menurunkan berat badan sebanyak 28 kg ke angka ideal, yang disertai dengan peningkatan massa otot," katanya.
"Selain penurunan berat badan, saya juga merasakan perubahan yang signifikan pada kondisi fisik yang terasa lebih fit, dan lebih produktif dalam beraktivitas. Saat ini saya bertekad menularkan semangat gaya hidup sehat serta mengedukasi keluarga dan lingkungan sekitar agar tidak ada lagi anak dan remaja yang mengalami kondisi seperti saya dahulu," ujarnya lagi.
Head of Strategic Marketing Nutrifood Susana mengatakan, pihaknya berharap setiap anak dan remaja dapat memutuskan rantai obesitas yang terjadi di lingkungannya dan setiap orang bisa menularkan dampak positif dengan memahami pilihan makanan minuman yang lebih baik dan tetap nikmat.
"Kami menyadari bahwa isu obesitas terutama pada anak dan remaja berdampak negatif bagi kesehatan karena bisa meningkatkan risiko sindrom metabolik pada saat mereka dewasa, sehingga perlu adanya kerja sama seluruh pihak dalam mengatasi isu ini," katanya.
Advertisement