Liputan6.com, Jakarta - Glaukoma saat ini menduduki posisi kedua sebagai penyebab kebutaan setelah katarak secara global. Tidak kenal usia, glaukoma yang dijuluki 'Si Pencuri Penglihatan' sebesar 80 persen muncul tanpa gejala.
Guru Besar Tetap Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Dokter Subspesialis Glaukoma sekaligus Ketua JEC Glaucoma Service di JEC Eye Hospitals & Clinics, Prof DR dr Widya Artini Wiyogo SpM(K) menyebut kondisi tersebut tentu amat memprihatinkan, mengingat glaukoma berpotensi memberikan dampak yang lebih fatal.
Baca Juga
"Bisa buta permanen," kata Widya dalam webinar untuk Memperingati World Glaucoma Week 2023Â yang berlangsung pada 12 hingga 18 Maret 2023.
Advertisement
Dijelaskan Prof Widya, glaukoma adalah salah satu penyakit mata yang berdampak sangat besar terhadap kualitas hidup penyandangnya. Glaukoma ini, kata dia, bersifat kronis.
Kualitas hidup akibat glaukoma yang lazim dirasakan pasien di antaranya:
- Depresi adanya risiko kebutaan
- Keterbatasan aktivitas sehari-hari karena gangguan lapang pandang
- Kendala fungsi sosial karena mulai menghilangnya penglihatan
- Efek samping pengobatan
- Pengaruh finansial akibat biaya pengobatan yang dikeluarkan
JEC Adakan Implan Glaukoma untuk 100 Pasien
Oleh sebab itu, JEC Eye Hospitals and Clinics kembali menggiatkan kesadaran masyarakat terhadap glaukoma melalui serangkaian aktivitas.
Salah satunya adalah tindakan operasi implan glaukoma yang diberikan cuma-cuma kepada 100 penderita.
"Ini menjadi inisiatif pertama di Indonesia yang bergerak di ranah ini," katanya.
Â
Â
Kasus dan Penanganan Glaukoma di Indonesia
Sayangnya, lanjut Widya, di Indonesia permasalahan glaukoma masih memprihatinkan lantaran penderita seringkali baru mencari pengobatan ketika sudah pada stadium lanjut.
"Lebih-lebih 80 persen kasus glaukoma muncul tanpa gejala. Ini yang membuat glaukoma dijuluki sebagai ‘si pencuri penglihatan’," katanya.
Oleh sebab itu, Widya menjelaskan bahwa penatalaksanaan glaukoma sedini mungkin sangatlah krusial agar progresivitas penyakit ini dapat dikontrol dan kerusakan saraf mata bisa diperlambat sehingga kebutaan pun tercegah.
Data Glaukoma di Indonesia
Data terakhir Kementerian Kesehatan dalam laporan 'Situasi Glaukoma di Indonesia' pada 2019 memprediksi jumlah penderita glaukoma secara global pada 2020 mencapai 76 juta --- atau meningkat sekitar 25,6 persen dari angka satu dekade lalu yang masih 60,5 juta orang.
"Sementara di Indonesia, data yang sempat dirilis secara resmi barulah prevalensi glaukoma sebesar 0,46 persen (setiap empat sampai lima orang per 1.000 penduduk)," katanya.
"JEC sendiri hingga 2022 kemarin telah menangani hampir mencapai 110.000 kunjungan pasien glaukoma selama tiga tahun terakhir," ujarnya.
Â
Advertisement
Apa Itu Implan Glaukoma yang Dilakukan JEC?
Implan glaukoma merupakan prosedur bedah untuk menurunkan tekanan dalam bola mata pada pasien glaukoma.
Operasi ini menjadi pilihan utama bagi pasien glaukoma dengan tekanan bola mata yang tetap tidak terkontrol, atau terjadi kerusakan saraf mata yang berat, dan sudah tidak mampu merespons terapi lainnya.
Prosedur implan glaukoma melibatkan pemasangan implan kecil di dalam mata --- berupa tabung silikon kecil atau trabekular mikro --- guna membantu mengalirkan cairan agar keluar dari bola mata dan menurunkan tekanan intraokular.
Tindakan operasi tersebut akan dilangsungkan secara bertahap sepanjang 2023 dengan penerima manfaat yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Titik pelaksanaan operasi akan melibatkan hampir seluruh cabang JEC Eye Hospitals and Clinics, yaitu:
- RS Mata JEC @ Menteng
- RS Mata JEC @ Kedoya
- RS Mata JEC-Primasana @ Tanjung Priok
- RS Mata JEC-Candi @ Semarang
- Klinik Utama Mata JEC @ Cibubur
- Klinik Utama Mata JEC @ Cinere
- Klinik Utama Mata JEC-Anwari @ Purwokerto
- Klinik Utama Mata JEC-Java @ Surabaya
- Klinik Utama Mata JEC-Orbita @ Makassar
- Klinik Utama Mata JEC-Bali @ Denpasar.