Liputan6.com, Jakarta - Kasus harian COVID-19 di Indonesia kini tengah terkendali. Namun, masih ada lho sederet protokol kesehatan yang perlu diterapkan saat bulan Ramadhan kali ini.
Epidemiolog sekaligus peneliti Global Health Security Policy Centre for Environmental and Population Health Griffith University, Australia, Dicky Budiman mengungkapkan bahwa pemerintah harus memberikan literasi pada publik terkait protokol kesehatan yang perlu untuk tetap dijalankan, termasuk selama bulan Ramadhan.
Baca Juga
"Literasi seperti inilah yang harus dilakukan oleh pemerintah kepada publik, termasuk kepada institusinya bahwa yang namanya protokol kesehatan ini bukanlah sesuatu yang nanti ditinggalkan," ujar Dicky melalui keterangan pada Health Liputan6.com ditulis Minggu, (26/3/2023).
Advertisement
"Bicara kebiasaan cuci tangan, masa setelah ini enggak cuci tangan kan itu merugikan kita. Bahkan, bicara masker, masker itu bukan tanda orang sakit. Masker adalah tanda peduli. Katakan bukan sakit COVID-19 tapi kita flu, pakai masker atau jangan bekerja kalau berat, karena itu protokol kesehatan yang harus dipahami," tambahnya.
Hindari Kegiatan Apapun di Bulan Ramadhan Jika Sakit
Begitupun dengan apapun kegiatan di bulan Ramadhan. Jika memang sedang sakit, Dicky mengimbau untuk tidak melakukannya.
"Kegiatan misalnya tarawih dan sebagainya, kalau memang sakit, ya jangan. Mau itu pandemi atau tidak, jangan dipaksakan," kata Dicky.
"Apalagi sakitnya yang batuk pilek, ah, itu berarti kita enggak belajar dari pandemi. Kalau misal berkunjung ke orang tua, mudik, pastikan kita sudah divaksin booster."
Pakai Masker di Kerumunan Jadi Standar
Lebih lanjut Dicky mengungkapkan bahwa penggunaan masker, menjaga diri dari kerumunan pun seharusnya sudah menjadi standar baru yang diterapkan.
"Di perjalanan meminimalisir sakit dan tertular dengan memakai masker. Dengan juga berusaha sedapat mungkin tidak di dalam kondisi kerumunan, keramaian. Itu hal yang standar. Harus menjadi standar baru, kenormalan baru yang harus kita miliki," ujarnya.
Dicky menambahkan, penerapan standar baru itu juga berlaku saat Ramadhan jikalau ada kegiatan, seperti festival atau bazar. Serta, jangan lupa untuk sebaiknya hindari berdekatan dengan orang yang batuk atau pilek di sekitar Anda.
"Silahkan diadakan seperti itu. Tentunya ini sebaiknya di luar ruangan, karena bagaimanapun kita ini masih memiliki isu masalah kualitas udara di dalam ruangan yang masih relatif buruk," kata Dicky.
"Sehingga kalau di luar ruangan, sirkulasi, ventilasi udara jadi lebih baik, dan silahkan (dilaksanakan kegiatannya). Tentunya sekali lagi, ketika misalnya ada keramaian, ada orang batuk pilek, jangan dekati. Jauhi, menghindar," tambahnya.
Advertisement
Tips Jika Punya Niatan untuk Mudik Tahun Ini
Dalam kesempatan yang sama, Dicky turut memberi pesan pada masyarakat yang memang ingin melakukan mudik. Menurutnya, mudik sebaiknya dilakukan lebih awal untuk menghindari kontak dengan terlalu banyak orang.
"Potensi saat ini pemudik jauh lebih besar, tentu iya. Lebih banyak. Saran saya kalau bisa mudiknya lebih awal, karena kenapa? Menghindari kerumunan dan keramaian. Pergerakan manusia sebesar ini dalam kesehatan ada potensi penyakit," ujar Dicky.
"Kita di masa pandemi lebih terbuka, lebih memahami bahwa setiap pergerakan atau mobilisasi besar manusia, itu potensi terjadinya sebaran penyakit (ada)," tambahnya.
Sehingga Dicky mengungkapkan bahwa jangan sampai masyarakat menganggap COVID-19 sudah tidak ada, kemudian melepas kebiasaan baik yang sudah diterapkan sebelumnya.
"Jangan dianggap COVID-19 enggak ada kemudian kita melepas kebiasaan protokol. Itu yang harus dihindari dan dipahami bahwa ini adalah kenormalan baru," kata Dicky.
Pahami Risiko Masing-Masing Jika Hendak Berkegiatan
Di samping situasi dan kondisi yang sudah relatif aman, penting untuk tetap tahu diri dan memahami risiko masing-masing jika hendak berkegiatan. Pasalnya, bulan Ramadhan kali ini, pandemi COVID-19 belum sepenuhnya berakhir.
Dicky mengungkapkan bahwa sebelum berkegiatan, setiap orang sebaiknya memiliki literasi untuk menilai risikonya masing-masing.
"Kalau bicara perilaku atau kegiatan buka bersama, tentunya tiap masyarakat harus punya kemampuan atau literasi untuk menilai risiko masing-masing," ujar Dicky.
"(Misalnya) 'Oh, saya sudah berapa kali terinfeksi. Saya punya komorbid. Saya usia berapa. Saya akan makan di mana', dan lain sebagainya. Ini yang penting dilakukan," tambahnya.
Advertisement