Liputan6.com, Jakarta Menteri Kesehatan Republik Indonesia Budi Gunadi Sadikin menyampaikan, vaksinasi COVID-19 bukan lagi kewajiban tatkala Indonesia sudah masuk ke fase endemi. Meski begitu, Pemerintah tetap akan menyediakan vaksin COVID-19 di fasilitas kesehatan (faskes).
"Nanti begitu status berubah jadi endemi, vaksinasi akan jadi bukan kewajiban," ujar Budi Gunadi saat Konferensi Pers Rapat Tingkat Menteri terkait Status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat COVID-19 dan Keadaan Tertentu Darurat PMK pada Senin, 3 April 2023.
Baca Juga
Pada masa endemi, Pemerintah juga akan merencanakan vaksin COVID-19 berbayar. Bagi masyarakat yang mampu dapat mengakses vaksin di faskes.
Advertisement
Kelompok PBI Dibayar Pemerintah
Sementara bagi masyarakat yang masuk kategori Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS Kesehatan, vaksin akan ditanggung Pemerintah.
"Kemudian vaksin berbayar, masyarakat yang menginginkan vaksinasi bisa melakukan vaksinasi dan vaksin tersedia di faskes yang versi berbayar," lanjut Budi Gunadi.
"Sedangkan, bagi masyarakat yang masuk kategori PBI nanti ditanggung Pemerintah."
Sebelumnya, Menkes Budi Gunadi menyampaikan strategi vaksinasi COVID-19 usai pencabutan status pandemi COVID-19. Salah satu strateginya, yakni menerapkan vaksinasi booster menjadi berbayar Rp100.000 di masa endemi.
“Vaksinasi untuk booster kita siapkan, harga vaksin COVID-19 ini sebetulnya di bawah Rp100.000, itu belum pakai ongkos. Harusnya ini pun bisa dicover oleh masyarakat secara independent (mandiri),” katanya saat Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR RI di Gedung DPR RI, Komplek Parlemen Senayan Jakarta, Rabu 8 Februari 2023.
Harga Vaksin COVID Rp100 Ribu di Masa Endemi
Menurut Budi Gunadi Sadikin, nominal vaksin COVID-19 di masa endemi sebesar Rp100.000 untuk mendapatkan vaksinasi booster bagi masyarakat ekonomi menengah ke atas masih masuk akal.
“Tiap enam bulan sekali Rp100.000 menurut saya sih suatu angka yang masih make sense," lanjutnya.
Sementara itu, bagi masyarakat yang kurang mampu bisa mendapatkan vaksinasi booster COVID-19 ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
"Sedangkan bagi masyarakat yang kurang mampu nanti kita cover melalui mekanisme PBI (penerima bantuan iuran)," sambung Menkes Budi.
Sampai Kapan Booster Ditanggung Pemerintah?
Lantas, hingga kapan vaksinasi booster ditanggung pemerintah dan kapan mulai ditanggung masyarakat secara independen?
Terkait hal ini Budi Gunadi mengatakan bahwa dalam Undang-Undang terkait wabah sudah dibahas. Selama kondisi pandemi itu artinya masih dinyatakan darurat, maka negara masih memiliki kewajiban untuk membayar keperluan vaksin masyarakat.
“Memang di Undang-Undang Wabah itu ditulis, selama ini masih di-declare darurat, negara masih bayar. Itu menjadi diskusi di kita sekarang," terangnya.
Advertisement
Sebaiknya Vaksin COVID Tetap Diberikan Gratis
Menanggapi rencana Menkes Budi Gunadi Sadikin soal rencana vaksin COVID-19 berbayar dikisaran Rp100.000 di masa endemi, Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara, Tjandra Yoga Aditama secara tersirat menyatakan kurang setuju.
Menurut Tjandra, COVID-19 adalah penyakit yang pernah menjadi pandemi luar biasa. Oleh sebab itu, akan lebih baik kalau negara melindungi warganya terhadap penyakit ini, dalam hal ini vaksinasi.
"Walaupun nanti sudah bukan pandemi, jadi tetap diberikan vaksinasi secara cuma-cuma. Paling tidak beberapa tahun ke depan dan lalu dievaluasi lagi dan lagi," kata Tjandra Yoga saat dihubungi Health Liputan6.com, ditulis Sabtu (11/2/2023).
Tjandra Yoga melanjutkan, bukan hanya vaksin yang harus ditanggung pemerintah, tapi hal lain seperti pembiayaan pada pasien-pasien yang mengalami long COVID.
"Sekarang sedang banyak dibicarkan tentang long COVID, yang baiknya juga ditanggung oleh pemerintah pembiayaannya," katanya.
Mekanisme Vaksin Booster Lewat BPJS Kesehatan
Terpisah, epidemiolog Dicky Budiman juga mengatakan, negara sebaiknya sudah menyiapkan mekanisme penyediaan vaksin booster dengan pembiayaan Universal Health Coverage (UHC) BPJS Kesehatan. Sehingga masyarakat tidak membelinya.
“Jadi, sebenarnya enggak beli (vaksin). Masyarakat mendapatkan haknya karena dia melakukan kewajiban membayar premi dari asuransinya kalau di Indonesia BPJS Kesehatan. Ini termasuk untuk masyarakat yang kaya atau menengah,” ujar Dicky.
"Sedangkan, untuk masyarakat kurang mampu, maka tergolong dalam penerima bantuan iuran atau PBI, artinya dibantu oleh negara."