Liputan6.com, Jakarta Komisi IX DPR RI sudah berdialog dengan Organisasi Profesi Kesehatan untuk membahas lebih lanjut isu tenaga kesehatan dan pendidikan dokter yang tertuang dalam RUU Kesehatan. Pembahasan ini dilakukan lantaran masih terjadi saling beda pendapat terhadap Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) yang diajukan Pemerintah.
Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto mengatakan, pihaknya memberikan perhatian serius terhadap hal-hal yang disuarakan oleh Organisasi Profesi terkait RUU Kesehatan. Hal ini juga menindaklanjuti aksi damai 5 Organisasi Profesi yang menolak pembahasan RUU Kesehatan pada Senin, 8 Mei 2023.
Baca Juga
"Saya memberi perhatian serius kepada demo RUU Kesehatan yang dilakukan tenaga kesehatan. Ini mendapat respons dari DPR, dari Panitia Kerja (Panja)," kata Edy melalui keterangan yang diterima Health Liputan6.com belum lama ini.
Advertisement
"Lalu, kami mengundang Organisasi Profesi Kesehatan hadir di Komisi IX hari Rabu (10/5/2023) untuk mendengarkan aspirasi lebih lanjut mereka."
Beri Ruang Public Hearing
Aspirasi yang didengarkan Komisi IX saat pertemuan dengan Organisasi Profesi Kesehatan termasuk fokus utama dalam hal pelayanan kesehatan tenaga medis dan masyarakat yang dilayani.
"Hal-hal yang menyangkut perbedaan pendapat soal sumber daya manusia (SDM), sistem pendidikan, pendidikan dokter spesialis. Lalu perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan," terang Edy.
"Ini menjadi concern kami sehingga harus memberikan ruang public hearing kepada mereka, Organisasi Profesi dan teman-teman Panja menerima mereka."
Harapan Ada Titik Temu
Dialog yang sudah dilakukan antara Komisi IX DPR RI dengan Organisasi Profesi Kesehatan ini diharapkan ada titik temu untuk memecahkan perbedaan pendapat dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan. Utamanya, berkaitan dengan perlindungan tenaga kesehatan.
"Harapannya, ada titik temu sehingga Undang-Undang -- yang akan disahkan -- ini dapat memberikan nilai bagi masyarakat yang mendapat pelayanan dan tenaga kesehatan yang melayani," ucap Edy Wuryanto.
"Intinya, ada perlindungan bagi tenaga kesehatan dan masyarakat."
Organisasi Profesi yang Hadir
Dengar pendapat pada Rabu, 10 Mei 2023 dihadiri sejumlah organisasi antara lain, Perkumpulan konsultan hukum medis dan kesehatan (PKHMK), Ikatan Senat Mahasiswa Bidang Kesehatan se-Indonesia & Indonesia Youth Council For Tactical Changes.
Hadir pula Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, Masyarakat Farmasis Indonesia, Ikatan Bidan Indonesia, dan Perhimpunan Dokter Gigi Indonesia (PDGI).
Kemudian Persatuan perawat nasional indonesia (PPNI), Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Komnas Pengendalian Tembakau, Pemerhati Pendidikan Kedokteran dan Pelayanan Kesehatan.
Advertisement
Penghapusan Anggaran Kesehatan dan Pencabutan UU Profesi
Ketua Bidang Hukum Pembelaan dan Pembinaan Anggota (BHP2A) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Beni Satria merinci alasan penolakan RUU Kesehatan oleh organisasi profesi.
Menurutnya, proses pembentukan RUU ini menimbulkan tanda tanya di kalangan IDI dan organisasi profesi lain. Pihak IDI mempertanyakan, apakah draf tersebut merupakan inisiasi pemerintah atau DPR.
Poin-poin penolakan adalah:
- Draf yang IDI pelajari dan kaji terkait pelayanan kesehatan justru menghilangkan unsur-unsur lex specialis di dalam Undang-Undang Profesi.
- Dalam draf ada penghapusan anggaran yang sudah ditetapkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM). Jadi, Pemerintah mengusulkan agar anggaran yang ditetapkan sebesar 10 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) itu dihapuskan.
“Itu tentu kami tolak, kenapa? Karena masyarakat pasti terabaikan di sini. Alokasi 10 persen saja tidak terserap secara maksimal, apalagi kalau itu dihapuskan. Ini menjadi persoalan khusus,” kata Beni saat aksi demo RUU Kesehatan Omnibus Law di depan Gedung Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Jakarta, Senin (8/5/2023).
- Seluruh undang-undang yang mengatur dokter, dokter gigi, perawat, bidan, tenaga kesehatan, rumah sakit dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pencabutan ini dinilai mengganggu perlindungan dan hak masyarakat, tambah perwakilan dari organisasi profesi kesehatan itu.
Hapus Organisasi Profesi dan Kriminalisasi Tenaga Kesehatan
Poin selanjutnya yang membuat IDI menolak RUU Kesehatan, yakni:
- Pemerintah menghapuskan satu-satunya unsur organisasi profesi. Padahal, Beni menilai organisasi profesi bisa memberi perlindungan pada masyarakat dan sudah diatur dalam undang-undang.
“Undang-undang profesi itu hak wajib satu untuk memberi perlindungan kepada masyarakat. Jangan sampai ada double standard, dobel profesi yang kemudian menimbulkan kegaduhan dan masyarakat tidak mendapatkan haknya," terang Beni Satria.
- Terkait pasal aborsi, tadinya diatur maksimal 8 minggu. Dalam RUU ini, aborsi dibolehkan hingga 14 minggu di mana janin sudah terbentuk. Ini dinilai bukan lagi kategori aborsi melainkan pembunuhan janin.
- Terkait legalisasi tembakau dan alkohol. IDI khawatir banyak masyarakat yang tidak terlindungi dari sisi kesehatan.
Beni juga membahas soal kriminalisasi tenaga kesehatan. Dalam RUU Kesehatan, banyak pasal pemidanaan tenaga kesehatan.
“Hubungan dokter dan tenaga kesehatan dengan masyarakat adalah hubungan keperdataan kesehatan. Maksudnya adalah upaya maksimal, tidak boleh menjanjikan hasil. Pasien yang datang ke dokter maka dokter sesuai sumpahnya akan mengobati secara maksimal supaya mencapai kesembuhan," paparnya.
Advertisement