Liputan6.com, Jakarta - Sudah menjadi rahasia umum jikalau pasien Thalassemia membutuhkan transfusi darah seumur hidup. Aktivitas ini menjadi upaya agar pasien bisa bertahan hidup lebih lama dan mengisi kekurangan sel darah merah dalam tubuh.
Namun, ada beberapa masalah kesehatan lain yang umumnya bisa muncul akibat Thalasemia. Masalah itu diantaranya anemia kronis dan kelebihan zat besi.
Baca Juga
Ketua UKK Hematologi Onkologi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Dr dr Teny Tjitra Sari, SpA(K) mengungkapkan bahwa semua masalah kesehatan tersebut bisa terjadi karena sel darah merah tidak terbentuk dengan normal.Â
Advertisement
"Sel darah merah yang terbentuknya tidak normal, kemudian mudah hancur. Akhirnya timbul pucat atau yang disebut anemia," ujar Teny melalui pemaparannya saat Hari Thalasemia 2023 bersama Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI ditulis Selasa, (6/6/2023).
Hubungannya dengan Kelebihan Zat Besi
Teny mengungkapkan bahwa selain anemia, transfusi darah yang dilakukan dapat membantu zat besi untuk masuk pada tubuh pasien. Setidaknya dalam satu kantong darah terdapat 250 miligram besi.
Sayangnya, transfusi darah ini jugalah yang berisiko menimbulkan persoalan. Sebab, zat besi yang berlebih dalam tubuh bisa menimbulkan komplikasi seperti terjadinya penyakit jantung.
"Penyebab kematian pada Thalasemia adalah penyakit jantung. Kenapa? Karena (zat) besi itu banyak ditumpuk di jantung sehingga itu yang sering menyebabkan kematian pada pasien Thalasemia," kata Teny.
Kinerja Jantung Melemah Akibat Zat Besi Berlebih
Lebih lanjut Teny mengungkapkan bahwa akibat adanya penumpukan zat besi, kinerja jantung ikut melemah. Belum lagi, penumpukan yang terjadi di jantung pada dasarnya menjadi yang paling berbahaya. Â
"Dengan adanya besi yang makin banyak di dalam tubuhnya dan terus tidak dikeluarkan dengan obat membuat akhirnya kerja jantung pun jadi ikutan melemah juga. Dari penelitian, tumpukan yang paling berbahaya ada di jantung," ujar Teny.
"Makanya banyak akhirnya obat-obatan untuk mengeluarkan besi. Mereka tujukan (obatnya) ke jantung karena secara epidemiologi didapatkan penyebab kematian (Thalasemia) adalah karena jantung," sambungnya.
Menurut Teny, itulah mengapa pasien Thalasemia memang harus dibantu dengan obat-obatan untuk mengeluarkan zat besi. Kaitannya untuk menghindari risiko komplikasi berupa penyakit jantung.
"Untuk itu, kita harus sangat membantu mereka menyediakan obat-obat untuk mengeluarkan zat besi ini. Terkadang karena besinya sangat tinggi, kita enggak bisa (gunakan) obatnya hanya satu, butuh kombinasi. Tapi kembali lagi, itu (terkadang) dibatasi oleh dana," kata Teny.
Advertisement
Thalasemia Beda dengan Tekanan Darah Rendah
Dalam kesempatan yang sama, Teny turut menjelaskan bahwasanya Thalasemia merupakan sebuah kelainan bawaan akibat sel darah merah tidak terbentuk dengan sempurna di dalam tubuh. Berbeda dengan sekadar tekanan darah rendah.
"Ada rantai yang terganggu sehingga bentuk dari sel darah merah ini tidak terbentuk dengan sempurna. Akibatnya apa? Dia tidak berfungsi dengan baik dan akhirnya mengalami kekurangan darah yang kita sebut dengan anemia," kata Teny.
"Masyarakat juga bilangnya tekanan darah (rendah). Tapi ini yang dimaksud adalah darahnya yang rendah, bukan tekanan darahnya. Jadi kadar Hemoglobin yang dimaksud," sambungnya.
Thalasemia sendiri merupakan kelainan darah yang diturunkan dari orangtua pembawa sifat. Artinya, dua orang yang sama-sama memiliki Thalasemia atau hanya salah satunya akan berisiko melahirkan anak dengan Thalasemia pula.
Hindari Pernikahan Sesama Pembawa Thalasemia
Salah satu upaya untuk mencegah Thalasemia adalah dengan melakukan pemeriksaan darah lebih dulu sebelum menikah.
"Gimana ini kalau sudah keburu cinta, dokter? Nah, maunya sebelum menikah itu, sebelum kita sreg sama orang itu kita harusnya periksa dulu gitu darah," ujar Teny.
Kemenkes RI pun sudah menganjurkan deteksi kondisi kesehatan sedini mungkin termasuk untuk Thalasemia. Salah satunya melalui program kesehatan dimana anak kelas tujuh dianjurkan untuk skrining Thalasemia.
Sehingga, menurut Teny, saat seseorang sudah tahu bahwa dirinya merupakan pembawa sifat Thalasemia, maka sejak awal tak perlu mencari pasangan atau menjalin hubungan dengan sesama pembawa sifat Thalasemia.
"Jadi kita sudah tahu, kita sudah punya data diri kita bahwa kita adalah pembawa sifat gitu. Jadi nanti kalau kita mencari pasangan, jangan cari yang pembawa sifat lagi," pungkasnya.
Advertisement