Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BKKBN) Hasto Wardoyo menyatakan, perubahan perilaku dan pola pikir masyarakat, utamanya pada keluarga yang baru menikah jadi tantangan terbesar dalam pengentasan stunting tahun 2023.
"Sebetulnya tantangan terbesar (yang BKKBN dan pemerintah hadapi) itu ada pada perilaku dan pola pikir masyarakat untuk berubah," ujar Hasto Wardoyo usai acara Pelayanan KB Serentak Sejuta Akseptor Dalam Rangka Hari Keluarga Nasional ke-30 di Jakarta, 14 Juni 2023, dilansir Antara.
Baca Juga
Mengenai ucapan Menteri PPN dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi IX DPR RI yang menilai target pengentasan stunting di Indonesia terancam tidak mencapai 14 persen pada 2024, Hasto mengatakan, pemerintah telah berupaya mengintervensi berbagai faktor penyebab stunting.
Advertisement
Hasto mencontohkan, bila terkait akses sanitasi dan air bersih di sejumlah daerah, pemerintah telah berupaya membuka akses dengan membangun saluran air beserta jamban. Namun, masih ada masyarakat yang memilih beraktivitas seperti buang air besar (BAB) atau mencuci di sungai.
Lalu, pemerintah melalui Kementerian Sosial (Kemensos) sudah mengadakan Program Keluarga Harapan (PKH) yang salah satu tujuannya membantu masyarakat dengan bantuan dana untuk membeli makanan yang bergizi bagi anggota keluarga.
Hanya saja, temuan di lapangan, kata Hasto, justru menunjukkan alih-alih membeli makanan berprotein hewani seperti ikan atau telur, terdapat keluarga-keluarga yang menggunakan dana bantuan untuk membeli rokok.
"Dalam hal ini kita harus terus memberikan masukan-masukan pada keluarga agar bisa berubah pola pikirnya. Kadang dalam mengasuh anak, diberikan saja apa yang mau dimakan seperti mie, tapi lupa ditambahi protein hewani lainnya," ungkap Hasto.
Perilaku Reproduksi Keluarga
Masalah lain yang dihadapi dalam perjalanan pengentasan stunting tahun ini juga tidak terlepas dari perilaku reproduksi dalam keluarga yang masih bisa dibilang minim. Hasto menyoroti banyak keluarga yang baru menikah tidak paham pentingnya merencanakan kehamilan ataupun cara menjaga kesehatan reproduksi.
"Saya kira kemampuan keluarga baru untuk hidup berkeluarga yang sehat masih minim, dan itu tantangan. Kemampuan mereka masih sebatas mengadakan pesta atau beli makeup. Jadi bukan bagaimana hamil sehat, bukan bagaimana menyiapkan kehamilan yang baik," jelasnya.
Advertisement
Perilaku Merokok dan Risiko Stunting
Dalam hal perilaku merokok, Hasto menyebut 48 persen laki-laki Indonesia merupakan perokok aktif. Ini berarati lingkungan di sekitar area rumah 48 persen Pasangan Usia Subur (PUS) pasti diselimuti asap rokok. Karenanya Hasto menyoroti asap rokok menjadi salah satu polusi udara yang paling dekat dan banyak mengenai anak-anak.
"Sebetulnya yang kita khawatirkan itu kalau terkait polusi udara, yang paling dekat (dalam lingkungan anak-anak) itu rokok," ujarnya.
Seperti diketahui, rokok mengandung banyak zat berbahaya yang tidak baik bagi tubuh seperti karbon monoksisa, nikotin, tar, hidrogen sianida, hingga arsenik. Zat berbahaya itu menyebabkan gangguan saluran pernapasan pada anak maupun ibu hamil. Asap rokok juga diketahui menyebabkan pertumbuhan bayi menjadi terhambat.
Pertumbuhan bayi yang lambat sejak dalam kandungan memicu kelahiran prematur atau kondisi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Kedua hal ini jadi faktor penyebab stunting.
Data Riskesdas 2018, kata Hasto, menunjukkan sebanyak 22,6 persen bayi lahir dalam keadaan panjang badan kurang dari 48 cm dan 19,5 persen lahir prematur.
"Saya berharap yang merokok itu tahu dirilah. Kalau istrinya hamil tidak merokok di dalam ruangan ini soal polusi udara (yang berbahaya bagi kesehatan keluarga," ujar Hasto.