Liputan6.com, Jakarta - Ikatan Dokter Indonesia (IDI) memperingatkan agar seluruh fasilitas kesehatan, dari klinik sampai rumah sakit berhati-hati terhadap akal bulus dokter gadungan seperti yang dilakukan Susanto untuk lolos seleksi penerimaan di klinik PT Pelindo Husada Citra (PHC).
Anggota Biro Hukum Pembinaan dan pembelaan Anggota (BHP2A) Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Dewa Nyoman Sutayana pada 'Press Conference IDI: Kasus Dokter Gadungan menyatakan, bila fasilitas kesehatan ketahuan mempekerjakan dokter gadungan, ancaman sanksi perdata bisa saja diterima.
Baca Juga
5 Cara Mengonsumsi Alpukat untuk Menurunkan Kolesterol dan Mendapatkan 3 Manfaat untuk Jantung Anda
Gagal di Piala AFF 2024, Shin Tae-yong Yakin Timnas Indonesia Akan Sukses di SEA Games dan Kualifikasi Piala Asia U-23 2026
7 Potret Kala Madali Anak Zaskia Adya Mecca Main Bola, Diincar Klub Inggris dan Portugal
"Sanksi apa yang diterima oleh faskes? Tergantung nih, tapi kemungkinan besar adalah sanksi perdata," kata Dewa menjawab pertanyaan Health Liputan6.com baru-baru ini.
Advertisement
Lalai dan Tidak Lakukan Verifikasi
Sanksi perdata yang bisa diterima fasilitas kesehatan dengan dasar bahwa ada kelalaian dalam proses penerimaan dokter atau tenaga medis. Bahkan karena pihak HRD juga tidak melakukan verifikasi terhadap seluruh dokumen.
"Ya karena dia mempekerjakan dokter gadungan, dianggap lalai, tidak melakukan verifikasi, apakah terbukti benar dia dokter atau bukan. Biasanya tergantung sanksi perdata. Itu pun kalau memang ada gugatan," terang Dewa.
Pengaruh Terhadap Akreditasi
Dewa Nyoman Sutayana memberikan contoh kasus, yang mana fasiltas kesehatan dikenakan sanksi.
"Kalau fasilitas kesehatan itu yang saya pahami, misalnya ada yang mempekerjakan tenaga medis yang tidak punya Surat Izin Praktik (SIP). Ada sanksinya itu. Nah dalam kasus inisial S dokter gadungan ini, fasilitas kesehatannya bisa kena sanksi perdata," ucapnya.
Selain itu, dampak mempekerjakan dokter gadungan di fasilitas kesehatan akan berpengaruh terhadap akreditasi rumah sakit.
"Ya udah pasti akreditasi berpengaruh. Itu pun kalau ketahuan ya. Tapi kan dalam case ini kadang-kadang apakah tahun kejadiannya sama dengan tahun akreditasi?" terang Dewa.
"Kalau ditemukan (ada dokter gadungan) mungkin pas akreditasi akan lebih cepat kasus ini terangkat, ya karena akreditasi pasti lebih cepat proses, dia mau kroscek data dengan orangnya langsung."
Advertisement
Sanksi kepada Karyawan PT PHC
PT Pelindo Husada Citra (PHC) memberi sanksi kepada tiga orang karyawannya akibat kasus dokter gadungan Susanto. Pria lulusan SMA itu memakai identitas orang lain untuk mendaftar lowongan pekerjaan sebagai dokter dan menerima gaji Rp7,5 juta per bulan selama dua tahun.
Manajer SDM PT PHC Dadik Dwirianto mengatakan, ketiga orang tersebut merupakan tim HRD dan dokter dari RS PHC. Mereka bertugas melakukan wawancara kepada Susanto pada 2020.
"Sanksi teguran tertulis, ada tiga orang, dua dari tim HRD sama dokter satu dari RS PHC," kata Dadik di kantor PT PHC, Rabu (13/9/2023).
Tes Psikologi dan Wawancara Masuk Klinik PT PHC
Pada waktu itu, Susanto menjalani proses tes psikologi dan wawancara. Baru kemudian bekerja di klinik Occupational Health & Industrial Hygiene (OHIH) di Klinik K3 PT Pertamina EP IV Cepu
"Bahkan yang wawacara seorang dokter dan secara general menjawab masalah medis, mungkin secara umum. Tapi Klinik OHIH terlalu terlalu mengarah tindakan kekhususan," jelas Dadik.
Dadik mengungkapkan, Susanto mengganti identitasnya menjadi seorang dokter bernama Anggi Yurikno. Ia bertugas untuk memeriksa para karyawan sebelum bekerja.
"PHC itu membawahi beberapa layanan rumah sakit, layanan klinik medis. Pelaku ini direkrut dalam rangka memenuhi kebutuhan SDM di klinik OHIH bukan di rumah sakit," ungkapnya.