Liputan6.com, Jakarta - Perkembangan teknologi kedokteran meningkatkan potensi keberhasilan penanganan pasien serangan jantung, diantaranya dengan tindakan Primary Percutaneous Coronary Intervention (Primary PCI).
"Serangan jantung itu kondisi yang sangat berbahaya, dengan risiko kematian yang tinggi. Tapi dengan berkembangnya teknologi kedokteran, ternyata penanganannya bisa sangat menolong pasien," kata Dr dr Jajang Sinardja, Sp.JP(K), Jumat (20/10), dilansir Antara.
Baca Juga
Semakin cepat tindakan kateterisasi dilakukan, kata Jajang, kebersihasilan penanganan pada pasien serangan jantung akan lebih tinggi dibandingkan dengan pasien yang sudah dibawa ke rumah sakit namun menolak untuk segera menjalani tindakan.
Advertisement
Primary PCI Telah Teruji
Angka kematian pasien menjadi sekitar 3 persen jika semakin cepat dan tepat ditangani. Ini karena prosedur Primary PCIÂ telah teruji dan terbukti berhasil sejak puluhan tahun lalu.
Sayangnya, Jajang menyoroti banyak pasien memilih untuk tidak melakukan Primary PCI secepat mungkin dengan alasan takut hal buruk terjadi, memikirkan biaya yang akan dikeluarkan , serta memilih menggunakan obat atau jenis penanganan lain.
Sikap tersebut, nilai Jajang timbul karena pengetahuan masyarakat soal serangan jantung dan cara penanganannya masih terbilang rendah di Indonesia. Padahal jika diperhatikan, PCI bisa menyelamatkan pasien saat itu juga.
Penyebab Serangan Jantung
Serangan jantung terjadi karena adanya pembentukan plak pada pembuluh darah yang ada di jantung akibat penumpukan lemak jahat atau LDL. Tumpukan tersebut menyebabkan aliran darah tersumbat dan bisa membuat jantung berhenti mendadak.
Oleh karena itu, Jajang meminta masyarakat mempelajari metode itu lebih mendalam, supaya tidak panik atau merasa takut ketika sewaktu-waktu datang ke rumah sakit untuk meminta pertolongan.Â
Â
Primary PCI
Primary PCI, kata Jajang, adalah sebuah prosedur yang dilakukan dengan tujuan utama menyelamatkan pasien serangan jantung. Caranya dengan membuka kembali arteri koroner sehingga aliran darah ke otot jantung kembali normal.
Tindakan dalam prosedur intervensi non-bedah itu dilakukan dengan cukup memasukkan selang kecil yang fleksibel (kateter) melalui pembuluh pergelangan tangan ataupun pangkal paha menuju arteri koroner yang tersumbat, dan membuka sumbatan tersebut dengan balon maupun stent.
Â
Advertisement
Penanganan Harus Sesegera Mungkin
Meski tingkat keberhasilannya tinggi, Jajang menekankan, prosedur tersebut harus dilakukan sesegera mungkin yakni selama fase door to balloon time untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Fase door to balloon time adalah istilah untuk mengukur waktu yang paling optimal dalam penanganan serangan jantung, mulai dari pasien masuk IGD hingga dilakukan pemasangan balon untuk membuka arteri koroner yang tersumbat.
Jika disesuaikan dengan standar internasional, penanganannya dilakukan segera dalam kurun waktu maksimal 90 menit di ruang kateter (cath lab).
"Serangan jantung merupakan kasus emergensi yang harus segera ditangani oleh tim medis dan dokter spesialis jantung. Fasilitas diagnostik dan cath lab yang lengkap, cepat dan akurat akan sangat memengaruhi prognosis atau harapan hidup pasien," ujarnya.
Â